TIGA PULUH TIGA

124K 13.1K 627
                                    

Didan dan Irfan sama-sama menatap Shawn yang baru datang dengan kening mengkerut, bingung.

Bukan karena cowok itu datang lima belas menit lebih awal, biasanya Shawn selalu terlambat saat latihan.

Bukan juga karena mereka takjub melihat ketampanan Shawn sore itu. Bukan, mereka berdua masih normal.

Yang membuat mereka heran adalah Shawn yang masuk ke ruang latihan dengan ekspresi berseri-seri, tak lupa sebuah cengiran yang tampak bodoh tercetak di sana. Padahal ada luka di ujung bibirnya yang kini diplester, ada apa?

"Lo kenapa?" Shawn menoleh ketika Didan bertanya. "Gue nggak kenapa-kenapa."

"Boong lu anjir, muka lo kenape? Kok rada bonyok dikit? Abis dipukulin?" Kini giliran Irfan yang bertanya sambil membenarkan letak topinya yang miring.

"Kepo amat lo berdua." Shawn duduk dan mengeluarkan ponselnya, melihat wajahnya sendiri. Ia tidak menyesal sama sekali mengenai keadaannya sekarang, walaupun ujung bibirnya sobek dan ia kena pukul di wajah.

"Ceritain sama kita woy bule bego!" Shawn dengan cepat menoleh dan menjitak kepala Irfan dengan keras.

"Suka-suka gue lah."

"Nggak solider lu ah," potong Didan.

"Emang apa untungnya gue cerita ke kalian? Kalo setelah ini gue langsung jadian lagi sama Keisha sih ... boleh-boleh aja."

"Katanya lo besok punya rencana kan? Kita nggak bakalan bantuin kalo lo nggak cerita."

Shawn manyun. "Kalian ngancem gue?"

"Semacem itu."

"Kampret."

"Buruan elah, Pak Tora keburu datang!"

Shawn menyerah, sepertinya ia memang harus menceritakan apa yang terjadi tadi. Daripada teman-teman satu band-nya itu tidak membantu.

"Oke, tapi kalian harus janji nggak bakalan ember."

"Gue janji."

"Gue juga."

"Jadi gini, gue sama Keisha tadi jalan dari pagi."

"Terus kenapa muka lo kayak gini? Kejedot pohon mangga depan komplek?" cerocos Didan.

"Diem dulu kampret." Irfan menonjok lengan temannya itu.

"Setelah sore gue anterin pulang, dan nggak tau gue kesurupan atau gimana, gue ..."

"Lo loncat dari atap?" potong Didan lagi.

"Mulut lo kudu dilem ya."

"Maaf, lanjutin."

"Gue ... jangan bilangin ke siapa-siapa, soalnya ini juga nyangkut reputasi Keisha."

Irfan dan Didan mengangguk walaupun tidak mengerti.

"Gue ... tadi deketin bibir gue ke bibir dia."

"ANJIR LO TADI ... NEKAT BANGET ANJIR LO NGAPA-NGAPAIN ANAK ORANG."

"PARAH LO ANJIR." Shawn memukul kepala mereka secara bersamaan.

Mereka laki-laki, tetapi ketika dalam situasi ini malah lebih heboh dan berisik daripada perempuan.

"Berisik njing."

"Balikan aja belum udah nyosor aja lu."

"Gue ... refleks."

"Pfffttttt refleks, ngomong aja pengen."

"Terus kenapa elo sampe bonyok kayak gini?"

Shawn malah tersenyum lebar.

"Kayaknya sih abang Keisha tadi liatin gue sama Keisha pas kejadian itu." Tawa Irfan dan Didan meledak seketika.

"Rasain."

"Nyosor sih, kena kan sama abangnya."

"Lo berdua malah ngetawain gue, sialan emang."

"Lo dipukulin sama abangnya Keisha? Dia ngomong apaan?" Shawn berdeham untuk menirukan apa yang diucapkan Yoga tadi.

"Lo tadi ngapain adek gue nyet?! Setelah lo nyakitin dia berani-beraninya lo ngelakuin hal tadi? Nyadar njing."

"Terus-terus?"

"Terus-terus aja lu kayak tukang parkir."

"Keisha keluar lagi dari rumah dan narik abangnya biar nggak mukulin gue lagi. Duh itu berarti Keisha peduli sama gue, oh cintaku." Shawn memeluk Didan yang kebetulan berada di sampingnya dengan membayangkan bahwa cowok itu adalah Keisha, yang kontan membuatnya mengernyit jijik.

"Jangan peluk-peluk gue anjir! Geli woy!"

Shawn melepaskan pelukannya dan tersenyum lebar, ia sangat senang sekarang.

Keisha peduli padanya, anggapan itu terdengar berulang-ulang di dalam kepalanya.

Tetapi yang penting sekarang adalah ia harus berlatih untuk besok, dengan lagu yang ditentukan ditambah rencana yang sudah ia susun.

∆∆∆

Gamers sedikit lagi tamat._.

See you di chapter selanjutnya:)
IG : bayupermana31_

Gamers✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang