"Mau yang itu." Shawn menunjuk milkshake rasa stroberi milik Keisha dengan dagunya.
Kini mereka sedang berada di taman kota, cuaca yang cukup terik membuat keduanya sepakat memutuskan untuk membeli sesuatu yang menyegarkan. Keisha dengan milkshake rasa stroberi dan Shawn rasa cokelat.
"Apa?" Keisha menghentikan langkahnya, begitu juga dengan Shawn yang kini memegang cup milkshake Keisha. Sehingga secara tidak sengaja memegang tangannya.
Keisha merasa pipinya bersemu merah. Entahlah, padahal ia dulu bertekad untuk tidak menaruh hati lagi pada Shawn yang sudah pernah menyakitinya. Tapi apa daya, hatinya tidak bisa berpaling.
Kadang perempuan memilih tetap bertahan dengan laki-laki yang pernah menyakitinya, hanya karena alasan sederhana bernama kenyamanan.
Shawn tersenyum menelan satu tegukan milkshake stroberi, itu bisa saja disebut ciuman tidak langsung karena Shawn minum lewat sedotan yang sama dengan Keisha.
"Nggak latihan band?" tanya Keisha beberapa saat kemudian, ia sebenarnya sedikit merasa tidak nyaman karena keduanya hanya diam membisu.
"Nanti jam empat," jawab Shawn sambil melirik arlojinya yang menunjukkan pukul setengah empat.
"Kalo gitu harus buru-buru, tinggal setengah jam lagi." Shawn malah cemberut. "Padahal aku pengen lama-lama sama kamu kayak gini."
"Dianterin kan pulangnya?" Shawn tertawa. "Iya lah, nggak mungkin aku ngebiarin tuan putri pulang sendiri. Ayo."
Shawn menggenggam tangan Keisha yang menggantung bebas, sesekali mengayunkannya seperti anak kecil.
Keisha sendiri tidak menolak, lagipula menurutnya hal itu masih dalam tahap wajar. Meskipun Shawn itu bisa dikategorikan sebagai cowok yang agak seenaknya.
Setelah keduanya masuk dan Shawn melajukan mobilnya, keadaan menjadi hening. Keisha yang tampak sibuk sendiri dengan memandang ke luar jendela dan Shawn yang sibuk menyetir sambil sesekali terdengar senandung pelan dari mulutnya.
"Kei."
"Ya?" Keisha menoleh ketika mendengar namanya dipanggil.
"Kamu besok nonton aku ya, nontonnya di paling depan, biar puas liat wajah aku yang ganteng gini." Keisha berdecak, tetapi tertawa kecil kemudian. "Kepedean."
"Tapi kan itu fakta," balas Shawn tak ingin kalah.
"Nanti jadi apa? Vokalis? Atau main gitar?" Keisha bertanya untuk mengalihkan topik pembicaraan tentang wajah Shawn. Tentu saja cowok itu tampan, tetapi tingkat percaya diri Shawn yang tinggi membuatnya ingin mencemooh kebiasaannya.
"Jadi vokalis tapi sekaligus main gitar." Keisha mengangguk paham.
"Bisa dijelasin nggak kalo besok itu acaranya ngapain aja?" Shawn tersenyum kecil ketika mendengar Keisha yang mulai cerewet dan bertanya ini itu.
"Besok itu festival musik anak-anak SMA, ada lomba band juga. Dan SMA kita kepilih jadi tuan rumah."
"Nggak ikutan lomba?" Shawn menggeleng. "Adek kelas yang lomba, kelas dua belas kan nggak ikutan."
"Terus kenapa sekarang harus latihan?"
"Istilahnya, sebagai tuan rumah yang baik kita harus menyambut tamu-tamu yang datang." Shawn tertawa dalam hatinya, ia tidak sabar untuk menunggu esok hari.
"Oh gitu."
"Iya. Sekali lagi, kamu nanti nontonnya paling depan ya."
"Susah, nanti pasti rame dan aku nggak pinter nyelip-nyelip gitu."
"Kok? Kamu kan kurus?" Keisha menoleh dengan dahi mengernyit. "Kurus? Kayak tengkorak lab biologi maksudnya?"
Shawn meringis. "Bukan, maksud aku ... ya gitu, intinya kamu nanti nonton paling depan!"
"Iya-iya, jadi cowok cerewet amat kayak ibu kosan nagih duit bulanan."
Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di depan rumah Keisha, keduanya keluar tetapi Keisha tidak masuk karena tangannya ditahan oleh Shawn.
"Thanks udah mau jalan sama aku hari ini ya Kei."
"Sama-sama."
"Makasih juga masih mau ngobrol sama aku."
"Tapi Shawn, thanks buat bukunya." Shawn nyengir lebar, lalu tersenyum lebih kalem.
"Kei, aku sayang kamu." Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Shawn, Keisha mematung dan bersandar di badan mobil.
"Eh ... maaf-maaf, ini bikin kamu nggak nyaman ya? Maaf."
"Iya nggak papa."
"Tapi Keisha, yang tadi itu tulus ucapan dari hati aku." Shawn tersenyum lembut, sehingga membuat semburat merah di pipi Keisha.
Shawn mendekatkan wajahnya ke wajah Keisha, hingga hidung mereka saling bersentuhan dan akhirnya Shawn mengecup bibir Keisha sekilas.
Shawn menjauhkan wajahnya dengan wajah merah padam, selain merasa malu ia juga merasa senang.
"A ... aku masuk." Keisha buru-buru berjalan dan masuk ke dalam rumah.
Shawn belum masuk ke dalam mobil karena masih senyam-senyum sendiri atas apa yang dilakukannya tadi, ketika tiba-tiba sebuah benda bernama sendal melayang mengenai kepalanya dengan keras. Sehingga Shawn mengaduh kesakitan.
Shawn menoleh dan mendapati Yoga tampak menatapnya dengan tatapan menyeramkan. Ada apa sebenarnya?
Atau jangan-jangan Yoga melihat apa yang dilakukannya tadi?
"EH NYET! TADI LO NGAPAIN ADEK GUE HAH?!
Ternyata benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gamers✓
Teen Fiction[COMPLETED-Belum direvisi] Shawn Gryson itu gamers, cakep, pinter dan most wanted-nya SMA Harapan. Yang bikin heran Shawn malah nembak Keisha, cewek nerd yang sama sekali nggak populer. Awalnya Keisha seneng bukan main pas ditembak Shawn, tapi peras...