Gadis itu terus memperhatikan Vano yang berjalan semakin menjauh darinya. Olive menghembuskan napasnya dengan kesal, beberapa saat kemudian gadis itu berjalan menyusul Vano.
Namun baru beberapa meter gadis itu melangkahkan kakinya, dia terhenti. Tidak, bukan terhenti tetapi seseorang yang menghentikan langkahnya. Seseorang itu mencengkram lengan Olive dengan kuat, membuat dirinya meringis menahan sakit. Orang itu menarik Olive untuk masuk ke dalam toilet.
"Apa-apaan sih?!" ketus Olive, berusaha melepaskan cengkraman pada lengannya. Namun hasilnya tetap saja tidak berhasil.
Orang itu tetap memegang kuat lengan Olive, kedua temannya mengunci pintu toilet dengan seringgai di wajah keduanya. Seseorang itu mendorong dengan kuat tubuh Olive yang menyebabkan dirinya menghantam tembok. Olive hanya mengaduh dan mengusap lengannya yang mungkin kini memerah.
Rasa bingung dan takut menyelimuti dirinya.
Ada apa ini? apa yang akan mereka lakukan? Dirinya bahkan belum genap seminggu ada di sekolah ini. pikiran-pikiran itu terus berputar di kepala Olive.Bisa saja dirinya berteriak minta tolong sekarang, tapi bukankah itu hanya sia-sia? Tidak akan ada yang mendengarnya karena bel masuk sudah berbunyi dan pasti semuanya sudah ada di dalam kelas. Kecuali jika ada yang ingin ke toilet.
"Kalian siapa? Mau apa kalian?!" Olive berusaha untuk berani bertanya pada ketiganya.
"Lo gatau siapa gue?" nada meremehkan terdengar jelas di pendengaran Olive.
Olive menyipitkan matanya, kepalanya menggeleng pelan dan ragu. Melihat itu ketiganya bertukar pandang dan tersenyum miring. Seorang gadis dengan rambut yang dibiarkan terurai itu mendekati Olive, tangannya mendorong bahu kanan gadis itu.
Olive yang memiliki keseimbangan yang tidak begitu baik hampir saja terjatuh, dari sikapnya Olive dapat menangkap satu hal, gadis itu adalah ketua di antara kedua temannya. Olive, matanya menatap ke lantai.
"Gue minta sama lo buat jauhin Vano!" ucap gadis itu dengan penuh penekanan disetiap kalimatnya.
Olive terdiam tidak mengerti dengan apa yang dimaksud gadis di depannya itu, kenapa dia bicara seperti itu? Memang ada hubungan apa Vano dengan dia? Dia pacar Vano? Tapi bukankah Dara bilang jika Vano bersikap dingin ke cewek-cewek?
"Lo denger gue ngomong gak?!" sentak gadis itu, membuat Olive tersadar dari pikirannya.
"Awas ya kalo gue liat lo coba ngedeketin Vano lagi!" telunjuk gadis itu tepat ada di depan wajah Olive.
Olive mengangkat wajahnya namun bibirnya tertutup rapat. Detik berikutnya ketiga gadis itu meninggalkan Olive yang masih terdiam di tempatnya. Ketiganya menatap sinis Olive dengan senyum miring.
Saat dipastikan ketiganya sudah keluar dari toilet. Olive memejamkan matanya rapat-rapat, menghembuskan napas kesalnya. Bingung dengan apa yang baru saja terjadi.
Kedua telapak tangan gadis itu mengusap kasar wajahnya. Olive masih berada di dalam toilet, saat dirasa perasaaannya sudah normal kembali gadis itu berjalan keluar. Olive terus melangkahkan kaki jenjangnya menyusuri koridor-koridor kelas yang sepi. Ketika sampai di depan kelasnya gadis itu mengetuk pintu lalu masuk ke dalam.
Olive mengeluarkan buku catatannya dan segera menyalin rumus yang sudah tersusun rapi memenuhi papan tulis. Gadis itu mencatat dalam diam, matanya terfokus pada catatannya namun pikirannya masih memutar kejadian yang baru saja terjadi.
Vano yang sudah menyelesaikan catatannya sekilas melirik ke arah gadis di sampingnya, cowok itu mengerutkan dahinya. Air muka gadis itu berubah tidak seperti beberapa menit yang lalu, saat gadis itu menungguinya di depan toilet.
"Lo kenapa?" ucap Vano, matanya mengintimidasi gadis yang masih sibuk mencatat itu.
Gadis itu menoleh ke arah Vano "Hm? Lo ngomong sama gue? Gue gapapa kok" tunjuk Olive pada dirinya sendiri.
Vano menautkan kedua alisnya "Terus, kenapa lo diem aja?"
Olive terdiam beberapa saat, matanya menatap lurus ke buku catatan yang belum ia selesaikan. Banyak hal yang belum ia ketahui di sekolah ini, ia juga belum begitu mengenal cowok yang kini mengajaknya bicara.
Olive tidak tahu siapa dia, dan kenapa seantero sekolah mengenali cowok itu. Seberapa penting cowok itu? Ah bukan, tepatnya seberapa hebat dia sampai-sampai gadis di toilet tadi mengancam dirinya menjauhi cowok itu.
Vano berdehem membuat Olive kembali ke alam sadarnya. Kepalanya menoleh ke arah cowok itu.
"Emm, Van gue mau nanya" cicit Olive.
Cowok itu, dahinya mengernyit "Nanya apaan?"
"So-al..."
****
Awan hitam terlihat berkumpul di langit, nampaknya sebentar lagi hujan akan turun. Cowok dengan tas yang hanya tersampir di bahu kirinya berjalan cepat ke parkiran, setelah sampai di tempat yang di tujunya cowok itu langsung naik, mengenakan helm full-face dan menyalakankan motor miliknya.
Vano menjalankan motornya keluar dari gerbang sekolah, dia memang sengaja tidak menunggu kedua temannya dikarenakan cowok itu kembali merasakan sakit dikepalanya. Dia tidak ingin kedua sahabatnya itu khawatir.
Cowok itu kini melaju di jalan yang sepi, beberapa meter di depan cowok itu terlihat beberapa motor yang di parkir di tengah jalan. Vano menyipitkan matanya, matanya terfokus pada salah satu motor yang sangat dia kenali. Vano tidak mungkin berbalik, dia tidak sepengecut itu. Toh, dia hanya akan lewat saja tidak lebih.
Namun saat Vano mulai melajukan motornya mendekati motor-motor yang di parkir di tengah jalan, seorang cowok menghadang Vano dengan senyum licik di wajahnya. Seakan-akan seperti harimau yang menemukan mangsa, hal itu membuat Vano menghentikan laju motornya. Cowok itu turun dari motornya.
"Vano- Vano ketemu lagi" ujar cowok itu. Di belakangnya kedua teman cowok itu ikut tersenyum culas.
Vano diam tidak menanggapi apa yang dikatakan cowok yang kini berdiri di depannya.
"Gimana, lo udah sembuh. Ha?" nada mengejek terdengar jelas di pendengaran Vano.
Vano hanya memutar bola matanya jengah "Mau lo apa?" kalimat itu terdengar dingin dan datar.
"Mau gue?" cowok itu terkekeh "Gue mau lo enyah dari dunia ini, gue mau lo mati No!"
"Lo gak akan bisa, karna lo yang bakal gue singkirin lebih dulu dari dunia ini" ujar Vano dengan nada yang begitu datar.
Cowok itu, Fio. Napasnya memburu menahan emosi, kedua tangannya mengepal kuat, membuat buku-buku tangannya terlihat jelas. Wajahnya merah padam. Fio memang dengan mudah terpancing emosi, sama seperti Vano. Tetapi Vano masih dapat mengontrol emosinya.
"Hajar!" perintah Fio.
Kedua temannya yang bahkan Vano tidak mengenalinya menyerang Vano, mereka berdua terus melayangkan tinju dan pukulan mereka. Namun Vano yang memang pandai berkelahi dengan mudah menangkis dan menghindar dari pukulan mereka.
Vano, tangannya menggepal kuat. Dan satu pukulan berhasil membuat salah satu teman Fio tersungkur ke jalanan beraspal. Vano kembali mendaratkan pukulannya pada pelipis satu teman Fio, membuat cowok berambut ikal itu juga terjatuh ke jalanan beraspal.
Fio yang melihat kedua temannya begitu payah menghadapi Vano berjalan mendekat dengan kedua tangan yang menggepal kuat, matanya menatap nyalang ke arah Vano yang sedang menarik napas.
Ada yang suka bagian ini? 🙄 Jangan lupa vote dan comment guys. Makasihhh😘😘
![](https://img.wattpad.com/cover/105164117-288-k571507.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanolive [ NEW VERSION ] HIATUS
Teen Fiction[VERSI BARU] Bimbang. Satu kata yang mewakili cerita ini. Kenapa? Karena di sini kalian akan merasakan suka sekaligus benci disaat yang bersamaan. Siap bertemu dengan mereka yang akan membuatmu jatuh hati dalam sekejap lalu menjatuhkan hatimu samp...