6 :: Terlambat

2.1K 294 117
                                    

Pagi ini matahari menampakkan sinarnya begitu cerah, suara dentuman motor mendominasi jalanan yang masih basah akibat hujan semalam. Suara dentuman knalpot motor itu menyita perhatian pengguna jalan yang lainnya, dan mungkin ada yang terganggu dengan suara itu.

Namun tidak dengan cowok yang mengendarainya, cowok itu tetap melajukan motor ninja merahnya dengan kecepatan di atas rata-rata seperti biasa membelah jalanan kota.
Setelah berkutat di jalanan selama limabelas menit akhirnya ia sampai di sebuah sekolah yang dapat dipastikan pintu gerbangnya sudah ditutup rapat. Dan ya, benar saja gerbang itu sudah ditutup rapat.

"Sial" gumam cowok itu di balik helm full face-nya.

Setelah menitipkan motornya di warung dekat sekolah cowok itu berjalan menuju tembok tinggi pembatas sekolah. Cowok itu-Vano melempar tas hitam yang tersampir di bahu kanannya ke dalam halaman sekolah, lalu ia berusaha memanjat tembok itu dan hap beberapa detik kemudian dirinya sudah ada di halaman belakang sekolah.

Terkejut. Vano begitu terkejut saat mendapati Pak Omar tepat berada di samping tempatnya berdiri dan sialnya tas yang ia lempar beberapa detik tadi tepat mengenai kepala Pak Omar.

"Mampus!" decak cowok itu.

Vano mengacak rambutnya sendiri sambil terus mengucapkan sumpah serapahnya dan Pak Omar-ia menatap tajam ke arah Vano.

"Eh, si bapak" kalimat bodoh itu keluar dari mulut Vano dan tangannya terulur meraih tasnya yang kini berada di kepala Pak Omar.

"Stevano! Jam berapa ini kamu baru berangkat?!" tanya Pak Omar mengintimidasi.

Vano melirik jam Tangan berwarna hitam yang melingkar di tangan kirinya "Jam tujuh lewat limabelas Pak" ucap Vano dengan cengiran khasnya.

"Kamu telat limabelas menit Stevano!"

"Iya pak saya tau kok, saya juga punya jam" jawab Vano tanpa dosa.
"Bapak mau liat jam tangan saya?" Vano menunjuk jam tangannya sendiri.

Pak Omar menghela napas kasar, "Ikut bapak sekarang!" ujar Pak Omar dan berlalu.

Kini Pak Omar berjalan di koridor yang sudah sepi di belakangnya seorang cowok dengan rambut acak-acakan namun malah menambah dirinya terlihat tampan, dua kancing baju teratas yang tidak dikancingkan sehingga memperlihatkan kaos putih yang ia gunakan, juga tas hitam yang hanya tersampir di satu bahunya menambah kesan keren pada cowok itu.

"Kamu itu pinter, tapi kamu itu bandel. Udah dateng ke sekolah telat seragam nggak di masukin. Kamu nggak mau ya ngerubah hidup kamu jadi lebih baik? Hah?" ucap Pak Omar dengan penuh penekanan.

Vano yang berjalan di belakang Pak Omar hanya menatap orang di depannya malas, ya tentu dia sudah terbiasa dengan ocehan-ocehan guru seperti Pak Omar seakan itu menjadi sarapan pagi untuknya.

"Yang bisa ngerubah hidup kamu ya kamu sendiri ngerti nggak?" Pak Omar kembali berujar.

Namun sebelum guru itu menoleh ke belakang Vano sudah lebih dulu berbelok meninggalkan Pak Omar yang kini sudah berbicara sendiri. Vano tersenyum miring berhasil meninggalkan orang yang membosankan dengan ocehan tak bermutunya menurut cowok itu, ia berjalan menyusuri koridor namun bukan jalan menuju kelasnya melainkan ke arah markasnya. Rooftop.

Tidak mungkin dirinya masuk ke dalam kelas bisa-bisa ia kena omel guru yang sedang mengajar di kelasnya. Jadi lebih baik dirinya menikmati semilir angin dari atas rooftop ini.

***

Cowok itu berbaring dengan kedua tangan menyangga kepalanya matanya terpejam menikmati udara sejuk yang menyapu lembut wajah tampannya. Dengan seperti sekarang seakan ia dapat melupakan segala masalah dan keluh kesahnya.

Vanolive [ NEW VERSION ] HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang