Vano memacu motornya dengan kecepatan sedang, melintasi jalanan yang mulai agak lenggang karena jarum jam sudah menunjukan pukul delapan lewat lima menit.
Napasnya masih memburu, ia tak habis pikir dengan semua tingkah Fio yang setiap saat membuat emosinya memuncak.
Jika cowok itu tahu sifat Fio dari awal mungkin dirinya enggan bahkan tidak akan mau menyelamatkan cowok itu saat Fio dikeroyok dulu.
Tidak sampai limabelas menit, cowok itu sampai di sebuah bangunan bertingkat dua yang dominan dengan warna hijau pastel.
Setelah Vano memarkirkan motornya, ia berjalan menyusuri setiap lorong dalam bangunan itu. Dirinya tidak bingung akan berjalan kemana karena Putra sudah memberitahu di mana kamar Gefran tadi.
Vano kini berdiri di depan pintu berwarna putih, sebenarnya ia tidak yakin untuk masuk. Tapi, dirinya juga harus meminta maaf pada Gefran.
Sesaat Vano mengintip ke dalam dari sebuah jendela kecil yang ada pada pintu di hadapannya. Tidak ada orang lain di dalam selain Gefran yang sedang memejamkan matanya.
Cowok yang kini seragam sekolahnya sudah berantakan dan sedikit kotor karena terkena debu saat dirinya tersungkur tadi, mendorong pelan pintu putih itu dan menutupnya kembali saat ia sudah ada di dalam.
Ia menghela napas sesaat sebelum berjalan mendekat ke ranjang Gefran. Vano menarik sebuah kursi yang ada di samping ranjang dan duduk di sana.
Matanya menatap lekat wajah cowok dingin itu, cowok dengan rambut pirang yang ia dapat karena gen dari ayahnya.
Cowok yang tidak banyak bicara tapi, bisa sangat marah jika ada sahabatnya yang melakukan kesalahan.
Vano tahu sebenarnya Gefran sahabat yang sangat baik. Ia juga tahu dirinya tak sepenuhnya marah pada cowok yang kini terdapat perban yang menutupi luka dan lebam di wajahnya.
Vano berdehem pelan namun, tanpa sengaja berhasil membuat cowok di hadapannya membuka mata.
Gefran menoleh dan mengernyit saat matanya menangkap seseorang berada di dalam kamarnya. Gefran membenarkan posisinya menjadi sedikit duduk dengan susah payah, punggungnya bersandar pada ranjang.
“Ngapain lo?” tanya Gefran dengan suara serak.
“Duduk,” jawab Vano tetap memperhatikan Gefran.
Gefran yang jengkel dengan jawaban Vano yang menurutnya sama sekali tidak menjawab pertanyaannya itu mendengus, “Gue juga tau, bego.”
Vano terkekeh pelan namun, sangat berpengaruh besar pada sudut bibirnya yang sobek. Membuat cowok berlesung pipi itu meringgis.
Gefran yang baru memperhatikan dengan detail wajah Vano kembali membuat lipatan-lipatan di keningnya.
“Kenapa lagi, lo?” tanya cowok itu.
Vano menoleh ke arah Gefran, mengangkat sebelah alisnya. Bingung. “Kenapa, apanya?”
“Muka lo.”
Vano menggelengkan kepalanya samar dan balik bertanya, “Muka lo sendiri kenapa?”
Gefran berdecak. Kebiasaan cowok itu selalu balik bertanya. Namun tak berapa lama Gefran berucap, “Fio.”
“Gue baru aja ngehajar tu cowok.” Vano tersenyum miring mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.
Gefran yang tidak tahu kenapa Vano menghabisi musuhnya itu mengangkat sebelah alisnya. “Kenapa lagi?”
Vano menghembuskan napas pelan, “Dia udah buat masalah sama sahabat gue,” ucapnya tenang dengan mata yang terfokus ke arah jendela.
“Maksud lo?”

KAMU SEDANG MEMBACA
Vanolive [ NEW VERSION ] HIATUS
Dla nastolatków[VERSI BARU] Bimbang. Satu kata yang mewakili cerita ini. Kenapa? Karena di sini kalian akan merasakan suka sekaligus benci disaat yang bersamaan. Siap bertemu dengan mereka yang akan membuatmu jatuh hati dalam sekejap lalu menjatuhkan hatimu samp...