Sahabat bukan tentang siapa yang selalu bersikap baik padamu, tapi tentang siapa yang membelamu tanpa kamu minta
-Stevano
Vano menghela napas lega saat dirinya sampai di sekolah setelah berkutat dengan jalanan yang sangat padat pagi ini. Benar-benar melelahkan. Jari-jari tangannya ia gunakan untuk menyisir rambut cokelatnya.
Sesaat setelahnya suara deru motor yang sangat ia kenal membuatnya menoleh. Motor itu berhenti tepat di sebelah motor Vano terparkir.
"Kenapa lo?" tanya Vano saat melihat wajah lesu sahabatnya itu.
Putra. Cowok itu masih duduk di atas motor hitamnya dengan kedua tangan yang bertumpu pada helm di depannya.
Ia menoleh ke kiri, "Apanya yang kenapa?" tanya Putra heran.
"Muka lo udah kayak kodok mau mati," kekeh Vano yang langsung mendapat tatapan tajam.
"Sialan lo. Gue semalem nggak tidur," ujar Putra sambil menguap.
Vano mengangkat sebelah alisnya. Wajah sahabatnya itu memang terlihat seperti orang yang kurang tidur.
"Salah sendiri nggak tidur. Lo ngapain emang?" matanya kini memincing, "jangan-jangan lo nonton begituan, ya? parah lo."
Putra kontan mendelik, dan satu jitakkan tepat mendarat di kepala Vano, "Enak aja kalo ngomong."
Vano meringgis, mengusap pelan kepalanya. "Sakit, bego," ketusnya.
"Daripada lo pinter, tapi otaknya isinya begituan." Putra tak kalah ketus.
"Kayak situ enggak aja," gumam Vano.
"Lagian lo kenapa nggak tidur?" Vano mengulang pertanyaannya.
"Gue semalem ke rumah sakit,"
Alis Vano kembali terangkat, "Ngapain?"
Kini Putra menatap Vano dengan keningnya yang berlipat-lipat dan itu membuat Vano jadi bingung sendiri. Detik berikutnya Putra menepuk jidatnya sendiri, ia lupa jika semalam tidak memberitahu soal ini.
"Anjirr, gue lupa."
"Apaan, sih?" Vano heran melihat Putra yang menepuk jidatnya sendiri.
"Itu," Putra menghentikan kalimatnya saat handphone di sakunya bergetar. Membuat Vano tambah kesal dengan cowok itu.
"Itu, apaan, tapir? Ngomong yang jelas kek." Vano menoyor kepala Putra.
"Sabar, bego. Gue lagi bales chat emak gue." Putra mengembalikan benda pipih itu ke tempat semula setelah membalas pesan dari mamanya.
"Si Gefran masuk rumah sakit," lanjut Putra yang langsung disambut tatapan bingung dari cowok di sebelahnya.
"Kok bisa?" kini dahi Vano yang mengerut dalam, "perasaan semalem gue kagak jadi ngehajar dia." Gumam Vano mengalihkan pandangannya.
"Hah, jadi lo semalem mau ngehajar Gefran?" Putra memelotot.
"Biasa aja, sih. Ngegas mulu, heran gue." Kesal Vano.
"Kok dia bisa masuk rumah sakit?" Kini matanya menatap serius Putra.
👟👟👟
Cowok berlesung pipi itu kini melajukan motornya cepat, seketika tidak memikirkan jika dirinya bisa terlambat masuk ke dalam kelas kalau ia pergi sekarang.Matanya menatap tajam ke depan dari balik helm full-face yang hampir menutupi seluruh wajahnya.
Napasnya sudah memburu, emosi cowok itu benar-benar sudah memuncak sekarang setelah tahu siapa yang membuat Gefran masuk ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanolive [ NEW VERSION ] HIATUS
Jugendliteratur[VERSI BARU] Bimbang. Satu kata yang mewakili cerita ini. Kenapa? Karena di sini kalian akan merasakan suka sekaligus benci disaat yang bersamaan. Siap bertemu dengan mereka yang akan membuatmu jatuh hati dalam sekejap lalu menjatuhkan hatimu samp...