Vano menuruni satu persatu anak tangga menuju meja makan, bunda dan ayahnya sudah ada di sana.
"Pagi, Stevano" sapa Renata bunda Vano, dan dibalas senyum manis oleh cowok itu.
Sedangkan pria yang duduk di sana hanya diam, matanya terfokus pada koran pagi yang dibacanya.
Cowok itu menarik salah satu kursi di meja makan dan duduk di sana.
"Mau selai apa sayang?" tanya Renata yang sedang mengoleskan selai kacang di roti tawar untuk Rendy ayah Vano.
"Blueberry aja bun," balas Vano, Renata mengangguk mengerti.
"Kamu tumben udah mau berangkat? " tanya Renata heran.
Pasalnya putranya itu tidak pernah berangkat sepagi ini.
Vano memutar bola matanya dan mendengus pelan.
"Ih, bunda bukannya seneng liat anaknya sekarang rajin, mau berangkat pagi. Ini malah dibilang tumben,"
Renata terkekeh melihat putranya yang pura-pura marah.
"Habis kamu biasanya juga susah dibangunin," kata Renata sambil memberikan roti selai untuk Vano.
Vano meraih roti miliknya, "Sekali-kali, bun"
"Apa yang sekali-sekali?" ucap pria pemilik suara bariton yang sedang melipat koran paginya.
Vano melirikkan matanya, "Bukan apa-apa, yah"
Setelah menghabiskan sarapan dan berpamitan Vano berangkat ke sekolah mengendarai motor ninja merah kesayangannya dengan kecepatan di atas rata-rata seperti biasanya.
Lima belas menit dirinya berkutat di jalanan hingga akhirnya ia sampai di depan gerbang sebuah bangunan dengan tulisan 'SMA PELITA BANGSA' di atasnya.
Cowok itu memasuki gerbang sekolah dengan cepat membuat orang-orang di sekitarnya menghindar, untung dia berangkat pagi jadi pintu gerbang masih terbuka lebar.
Vano memakirkan motornya, dan benar saja apa yang ada di pikiran Vano.
Mereka tidak berubah sama sekali. Pekikan dan teriakan histeris para siswi perempuan menyambut Vano, padahal cowok itu belum membuka helm full-face yang ia kenakan, entah bagaimana mereka bisa tergila-gila dengan badboy seperti Vano.
"Aww Stevano makin ganteng aja"
"Gila, gue kangen banget sama Vano. Lama nggak ketemu,"
"Aduhhh pacar gue makin keren aja."
"Vano itu pacar gue kali, bukan pacar lo."
Begitulah sedikit pekikan dan ulah para gadis-gadis saat bertemu cowok itu. Vano memutar bola matanya jengah. Stevano tak habis pikir dengan tingkah para gadis yang sangat mengagumi Vano.
"Gini ya efek jadi orang ganteng" gumam Vano dengan senyum miringnya dan itu malah menambah ketampanan di wajah Vano.
Tiba-tiba suara bariton yang sangat ia kenal siapa pemiliknya memudarkan lamunan cowok itu.
Ya itu adalah suara Pak Omar guru BK di SMA itu "Stevano! seragamnya dimasukin."
"Malas pak," balas Vano sekenanya dan beranjak dari tempat parkir.
Pak Omar hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah dari muridnya yang nakal itu. Vano memang sudah kebal dan tidak peduli dengan omelan para guru.
***
Vano menyusuri koridor yang sepi sambil mengunyah permen karet dan earphone terpasang di kedua telinganya.
"Gila ya, giliran gue berangkat pagi orang-orang malah pada berangkat siang, kalo gue berangkat siang gue yang telat sendiri. Ck" gumam Vano mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru sekolah.
Kelas Vano masih sepi karena memang baru jam setengah tujuh lebih sepuluh menit. Baru sekitar enam siswa yang berangkat termasuk Putra dan Candra sahabat Vano.
"Widihhh, bang Vano udah berangkat aja, kesambet jin apaan lo Van jam segini udah dateng? " teriak Putra saat melihat Vano memasuki kelas dengan kekehannya.
Dan teriakan Putra membuat siswa-siswa yang ada di dalam langsung mengarahkan pandangan mereka ke arah Vano.
Hal yang tidak biasa, Vano berangkat lebih awal dari biasanya.Vano memutar bola matanya jengah mendengar ocehan sahabatnya itu sambil berjalan menuju bangkunya yang berada tepat di depan bangku Putra.
"Sialan lo," balas Vano dingin, menatap Putra dengan tatapan tajam dan dibalas gelak tawa oleh Putra.
Tidak lama setelah Vano duduk Gefran datang dan duduk di kursi samping Vano yang memang bangkunya.
"Vano, makin ganteng aja, tumben udah berangkat?" tanya Gefran.
"Kalian pagi-pagi udah buat mood gue ancur, njirr" ucap Vano datar dan beranjak pergi keluar kelas.
Putra kembali tertawa keras dan beranjak menyusul Vano, sedangkan Gefran hanya bengong. Bingung dengan apa yang terjadi.
"Ehh, ini kenapa sih emang gue salah ngomong ya? Vano lagi pms apa gimana sih? sensi amat," Gefran heran sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Enggak kok bang Gefran tenang aja, ayo" balas Putra yang masih tertawa dan langsung menarik lengan Gefran untuk ikut menyusul Vano.
"Ngapain lo Van di sini?" tanya Candra yang melihat Vano yang berdiri di atas Rooftop.
Ya rooftop adalah tempat kesukaan mereka sekaligus markas saat mereka bosan dan tidak ingin mengikuti pelajaran.
Termasuk pelajaran kimia yang jika mereka terus-terusan ada di dalam kelas kepala mereka bisa meledak.
Tidak ada yang mereka lakukan di sana mungkin hanya berbaring, membaca buku atau sekedar duduk-duduk menikmati semilir hembusan angin dan melihat jalanan yang selalu ramai dengan lalu lalang kendaraan.
"Bunuh diri," jawab Vano asal tanpa memperhatikan lawan bicaranya.
Sontak membuat dua sahabatnya itu panik dan saling tatap. Vano yang mengetahui tidak ada balasan dari mereka terpaksa memutar badannya.
Vano tau apa yang ada di pikiran kedua sahabatnya itu, ia terkekeh melihat raut wajah panik mereka.
"Ogeb, gue bercanda. Ya kali gue bunuh diri loncat dari rooftop, nggak keren banget mati gue ntar," ucap Vano dengan tawanya.
Kedua sahabat Vano menghembuskan napas lega untung Vano tidak benar-benar mau bunuh diri.
"Sialan. Gue kira lo beneran mau loncat gitu," ucap Gefran sambil mengelus dadanya lega.
"Iya, ntar kalo lo beneran bunuh diri gue nggak bakal mau ya ditanya-tanya buat cerita kronologi matinya Stevano Yudhistira Brawijaya badboy ganteng SMA Pelita Bangsa, tapi masih lebih gantengan seorang Putra Dewantara" oceh Putra.
"Anjirr jijik gue liat muka lo Put" ujar Gefran yang mencoba menjauh dari Putra.
"Apa sih bang Gefran jahat banget sama hayati"
"Sumpah geli gue Putput.Jauh-jauh gih dari gue" omel Gefran.
"Elahh nama gue Putra bukan Puput atuh Ran" logat sunda Putra akhirnya keluar.
Hal itu seketika membuat gelak tawa mereka pecah .Tingkah konyol sahabat-sahabatnyalah yang bisa membuat Vano tenang dan melupakan segala masalahnya.
Mereka memang tidak sengaja dipertemukan oleh Tuhan, dan hingga akhirnya mereka ditakdirkan untuk menjadi sahabat seperti sekarang.
Bersambung...
Tinggalin jejak ya pliss😙
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanolive [ NEW VERSION ] HIATUS
Jugendliteratur[VERSI BARU] Bimbang. Satu kata yang mewakili cerita ini. Kenapa? Karena di sini kalian akan merasakan suka sekaligus benci disaat yang bersamaan. Siap bertemu dengan mereka yang akan membuatmu jatuh hati dalam sekejap lalu menjatuhkan hatimu samp...