3. Kata Kayla

15K 1K 116
                                    

Lion menghentikan laju motornya tepat di depan Pak Tano-guru Seninya yang tengah berjaga di gerbang sekolah, mengamati setiap siswa yang datang.

Pria berkumis tebal itu melotot menatap Lion yang terlihat urak-urakan dengan seragam yang selalu anak itu keluarkan, sudah seperti ciri khasnya sendiri. Tangan Pak Tano terulur dan mencubit perut Lion dengan kencang membuat lelaki itu berjengit kesakitan.

"Aduh, Pak, kok saya dicubit?" Lion mengusap perutnya kesal. Niat hati datang pagi-pagi agar tidak bertemu dengan ayahnya di ruang makan, malah harus berurusan dengan guru jadul yang satu ini.

"Kamu itu ya. Masukkan baju kamu!" Pak Tano semakin melotot menatap Lion.

Lion memundurkan wajahnya dan mengusapnya kasar. "Ya udah, sih, nggak usah pake muncrat juga." Lion sama sekali tidak memelankan suaranya hingga didengar oleh Pak Tano dan beberapa siswa yang kebetulan lewat.

Wajah pria paruh baya itu langsung merah padam menatap Lion. "Apa kamu bilang?"

Sadar akan ucapannya barusan, Lion yang tadi memasukkan seragamnya lansung mendongak menatap Pak Tano.

"Eh, itu Bu Dea." Lion menunjuk ke arah belakang Pak Tano, spontan pria itu menoleh. Tidak mau membuang waktu, Lion segera melajukan motornya meninggalkan Pak Tano yang berteriak memerintahkan Lion berhenti karena sudah membodohinya.

Lion tertawa lepas saat memarkirkan motornya di parkiran sekolah. Bagi lelaki itu, apa yang ia lakukan tadi merupakan hiburan tersendiri.

Tawa Lion perlahan mereda kala melihat sosok gadis manis yang tengah berjalan memasuki koridor utama, tawanya kini digantikan oleh sebuah senyum yang terbit begitu saja.

Lion segera turun dari motornya dan sedikit berlari mengejar Aira.

"Pagi!" sapa Lion tepat di samping telinga gadis itu, hingga membuat Aira berjengit kaget dan langsung menoleh.

Aira melotot menatap Lion yang tengah tersenyum manis melihatnya. Lelaki itu terlihat urakan, tidak memakai dasi dan seragamnya tidak dimasukkan dengan rapi ke dalam celana.

"Peri manis apa kabar?" Lion menaik turunkan kedua alisnya menggoda Aira dengan senyum yang masih terkembang.

Tidak ingin menanggapi, Aira segera berjalan dengan cepat meninggalkan Lion.

Bukan Lion namanya kalau ia melepaskan Aira begitu saja. Ia segera bergerak menyamai langkah gadis itu.

"Kenapa cepet-cepet sih nanti peri manis capek."

Seakan tuli, Aira terus berjalan. Satu tujuannya sekarang; menghindari cowok bengal seperti Lion.

Lion mengubah posisinya dan berjalan mundur di depan Aira, gadis itu sempat terkejut namun tetap melanjutkan langkahnya.

"Lo inget sama gue, kan?" Lion menghentikan langkahnya hingga secara otomatis Aira juga menghentikan langkahnya agar tidak menubruk tubuh Lion. "Gue yang nolongin lo kemarin. Lo nggak mau berterimakasih?" Lion menaikkan sebelah alisnya menatap Aira.

Aira mengembuskan napas pelan agar amarahnya tidak terpancing. Lalu gadis itu bergerak ke kanan berniat untuk lewat dari sebelah kiri Lion, namun lelaki itu cukup gesit untuk menghadangnya kembali. Aira kemudian bergerak ke kiri tapi Lion tetap saja menghadang jalannya.

"Lo bisa nggak pergi dari hadapan gue!" kesal Aira melotot ke arah Lion.

Lion malah tersenyum menanggapi pelototan gadis itu. "Suara lo merdu juga."

"Lo pikir gue nyanyi?" Aira segera melangkah melewati Lion, memanfaatkan kelengahan lelaki itu.

Suasana koridor yang masih sepi karena terlalu pagi membuat Lion dengan leluasa menggoda Aira. Lion memutar tubuh dan sedikit berlari mengejar Aira yang sudah berbelok naik ke tangga.

RaLion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang