Suasana pemakaman sore itu diwarnai dengan haru-biru. Semua orang berpakaian hitam itu sudah mulai meniggalkan gundukan tanah yang masih basah dan berwarna merah.
Kini hanya tinggal Renita bersama Lion di sampingnya yang berjongkok di dekat gundukan tanah itu. Tangan sebelah kanan Renita terus mengelus nisan putih yang bertuliskan nama ibunya. Air mata gadis itu tak henti-hentinya mengalir, menyisakan luka yang begitu dalam. Tubuhnya seakan remuk, kini dia harus berjuang hidup sebatang kara.
Sedari tadi Aira, Kayla, dan juga Githa masih berdiri di belakang mereka menatap Lion yang terus mendampingi Renita.
Aira tahu sedari tadi hatinya sudah tergores perih saat melihat Lion merangkul dan menenangkan Renita. Walaupun begitu Aira juga paham, untuk saat ini Renita lebih membutuhkan Lion dibandingkan dirinya.
Baru saja Aira melangkahkan sebelah kakinya untuk mendekati mereka, namun pergerakan Renita yang memeluk Lion tiba-tiba membuat tubuh Aira membeku. Mendadak matanya memanas menumpukkan air mata di pelupuknya. Hatinya semakin tergores perih.
Aira berbalik saat Lion malah membalas pelukan Renita. Kayla dan Githa menatap Aira miris, mereka tahu, apa yang gadis itu rasakan sekarang saat melihat Aira memilih untuk pergi.
Keduanya mengikuti langkah Aira, dia tidak mungkin meninggalkan gadis itu sendirian.
Sementara Lion, cowok itu sama sekali tidak berkeberatan meminjamkan Renita bahunya. Dia paham, bahkan sangat mengerti bagaimana perasaan Renita sekarang. Kehilangan orang paling berharga di hidupnya bukanlah hal mudah, Lion pernah merasakannya walaupun sekarang dia tahu bahwa hal itu hanyalah kebohongan belaka. Namun tetap saja rasa sakit itu membekas.
"Harusnya aku gak ninggalin Ibu waktu itu," adu Renita getir, tangannya mengepal kuat di belakang punggung Lion, "seandainya waktu itu aku ngikutin kata hatiku buat jagain Ibu, mungkin semuanya gak akan seperti ini."
Jakun Lion terlihat naik turun, dia meneguk ludahnya kelu, dia tidak tahu apa yang harus dia katakan untuk menenangkan Renita. Dulu, dia pernah diposisi gadis itu, menyalahkan dirinya atas kehilangan yang begitu menyakitkan.
"Apa yang harus aku lakuin sekarang?" Mata sembab Renita terpejam dalam dekapan hangat Lion. Gadis yang biasanya berkacamata itu kini terlihat begitu berantakan.
Kenyataan bahwa ibunya mengakhiri hidupnya sendiri membuat gadis itu rapuh serapuh rapuhnya. Entah apa yang ibunya rasakan hingga nekat menyayat nadinya sendiri hingga terputus, dokter tidak bisa berbuat apa pun, karena saat pihak rumah sakit menemukannya, kondisi ibu Renita sudah tak bernyawa.
Setelah mendengar kabar bahwa ibunya sudah tidak bernyawa lagi, entah ketukan dari mana Renita langsung menghubungi Lion, dia tidak punya siapa pun selain ibunya dan belakangan ini dia dekat dengan Lion, mungkin itu yang membuatnya langsung menelepon cowok itu.
"Kamu hanya perlu mengikhlaskan kepergiannya."
Itulah yang diucapkan Lala dulu kepadanya saat Lion menanyakan hal yang sama ketika mengetahui kabar bahwa Rasyi dan Rara sudah meninggal. Dan dia tidak pernah berpikir akan mengatakan hal yang sama kepada Renita. Padahal dia tahu semua ini tidak semudah yang dia ucapkan. Mengikhlaskan orang yang kita sayang bukanlah hal sepele yang bisa kita lakukan dengan mudah. Ada hati yang harus terkorbankan di dalamnya, dan juga ada rasa sakit yang akan selalu membekas.
KAMU SEDANG MEMBACA
RaLion
Teen FictionTahap revisi!! Amazing cover by @Melmelquen😘❤ Adelion Mahendra? Siapa yang tidak mengenalnya? Cowok selengekan, cuek dan pembangkang! Cowok dengan segudang reportasi buruk yang anehnya sangat disegani oleh semua siswa SMA Pelita Bangsa. Sikapnya ya...