21. Hanya Sebagian Dari Kenyataan

9.4K 864 82
                                    

Lion mengerjap beberapa kali untuk mengembalikan kesadarannya yang masih melayang-layang. Dia membangunkan kepalanya yang tadi berada di atas meja dengan tangan sebagai bantal.

Kepalanya terasa pening, rumah megah tempatnya sekarang membuat Lion harus memutar otak mengingat-ingat keberadaannya.

Lion memegang kepalanya lalu menggeleng pelan, matanya terpejam merasakan pening itu yang tidak kunjung hilang.

"Kamu udah bangun?"

Suara itu menyentak Lion untuk mengangkat pandangan. Dilihatnya Renita yang baru saja duduk di seberangnya sembari meletakkan teh hangat di atas meja yang dipenuhi oleh alat tulis.

"Tadi kamu ketiduran," jelas Renita saat melihat tampang bingung Lion.

Ingatan Lion seakan tertarik mundur setelah mendengar ucapan Renita. Tadi, setelah mereka pulang dari rumah sakit jiwa sekitar jam 5 sore, mereka langsung mengerjakan visi misi mereka sebagai calon ketua dan wakil ketua OSIS. Tidak berapa lama kemudian Lion merasa begitu ngantuk dan kepalanya terasa sangat berat.

Lion tersentak ketika sekelebat ingatan sepulang sekolah tadi menyapa pikirannya.

"Jam berapa sekarang?"

Lion langsung mengangkat tangan kirinya di mana tempat arloji berwarna hitam itu melingkar. 11.30.

"Mampus!" ujar Lion sepontan, matanya membulat dan sedikit tidak percaya melihat jarum arlojinya yang menunjuk ke arah setengah 12.

"Lion."

Lion segera mengemas barangnya tidak terlalu memperdulikan panggilan Renita.

"Kamu mau pulang?"

Lion melirik Renita sebentar sebelum berdiri dan memakai ranselnya.

"Iya, gue mau pulang. Besok kita lanjutin lagi tugas ini," ujarnya tergesa.

Lion segera melangkah menuju pintu keluar apartemen Renita.

"Lion!"

Lion tidak punya pilihan, dia berbalik untuk menatap Renita. Tepat saat tubuhnya memutar 90º pelukan hangat gadis itu langsung menyambutnya.

Renita melingkarkan tangannya di pinggang Lion dengan erat, meletakkan kepalanya di dada bidang cowok itu, merasakan detak jantung Lion yang mengalun cepat dan hembusan napas cowok itu yang terasa berat.

"Kamu adalah satu-satunya orang yang aku ceritakan tentang kehidupanku yang sebenarnya. Aku merasa aman saat bersamamu Lion. Aku mohon tinggal lah di sini untuk beberapa saat saja, aku takut sendirian."

Lion menelan ludahnya. Tangannya terangkat memegangi bahu Renita dan mendorongnya pelan agar melepas pelukannya. Lion menatap sorot mata sayu gadis itu dengan lekat.

"Ren, gue ada janji malam ini, maafin gue, gue gak bisa."

Dapat Lion lihat mata bulat yang dibingkai kacamata itu menumpuk air mata di pelupuknya. Lion menghela napas pelan.

"Semuanya akan baik-baik saja. Lo boleh telpon gue kalo ada apa-apa."

Air mata Renita menetes namun segera gadis itu usap. Dia mengangguk sambil mencoba untuk mengembangkan senyumnya.

Lion ikut tersenyum, "Gue pergi dulu."

Setelah itu Lion langsung berbalik meninggalkan Renita. Pikirannya sekarang sudah dipenuhi oleh Aira. Bagaimana bisa dia melupakan janjinya bersama gadis itu.

Dengan kecepatan di atas rata-rata Lion melajukan motornya menuju rumah Aira. Dia tidak tahu harus menjelaskan apa kepada Aira nantinya perihal keterlambatannya ini.

RaLion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang