29. Takdir Yang Mengalahkannya

9K 723 38
                                    

Tak seperti biasanya, malam itu Lion terlihat sibuk di depan meja belajarnya, memecahkan soal-soal Matematika yang membuatnya harus memutar otak dua kali. Sudah lama dia tidak memerhatikan pelajaran ini. Bahkan terkadang dia cuek dan tak acuh.

Tapi, malam ini dia belajar dengan serius untuk persiapan ulangan besok. Mengalahkan nilai Matematika Aira mungkin terdengar mustahil, namun bukan berarti dia menyerah begitu saja, karena bagaimanpun juga dulu dia pernah mencintai mata pelajaran ini, dia pernah handal memecahkan setiap teka-teki angka yang tertera dalam soal, akan tetapi hal itu berubah sejak dia kehilangan Rara.

Lion membuka tutup polpennya menggunakan gigi lalu melingkari materi yang perlu dia pelajari. Materi logaritma bukanlah hal mudah, perlu ketelitian dan kefokusan untuk memecahkan setiap soalnya.

Lion sama sekali tak terusik saat ada yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu. Dia masih memusatkan perhatiannya ke modul serta buku paket tebal di depannya.

Lala hanya bisa menggeleng pelan sambil menutup pintu kamar Lion kembali menggunakan kaki dan sikunya. Kedua tangan perempuan itu sibuk memegang nampan berisi makanan untuk sang adik.

Lala meletakkan nampan itu di atas kasur Lion lalu mendekati adiknya itu.

"Rajinnya kebangetan, Dek," ujar Lala sambil menutup buku paket yang sedang Lion coret-coret.

Lion menatap Lala jengkel, "Kak Lala, Lion mau belajar dulu." Dia hendak mengambil buku paket tadi namun buru-buru Lala jauhkan dari jangkauan anak itu.

"Belajar juga perlu dijadwalin, gak boleh dengan sistem kebut semalam kayak gini." Lala merapikan meja belajar Lion dengan buku-buku yang berserakan di sana.

"Tapi aku ada ulangan besok Kak." Lion mulai memelas.

"Dulu setiap kali kamu ada ulangan kamu gak pernah sesibuk ini sampai lupa untuk makan."

Lion menghela napas pelan, dia menatap Lala dengan lekat, melihat gurat lelah di wajah cantik kakaknya.

Lion tetap memerhatikan Lala walaupun perempuan itu sudah berbalik untuk menutup jendela.

"Jangan suka biarin jendela kebuka kayak gini, Yon. Angin malam gak baik buat kesehatan kamu."

Lala kembali berbalik dan membawa Lion untuk berjalan menuju kasurnya, "Kamu makan dulu deh, abis itu Kakak mau ngomong sesuatu."

Lion bersila di atas kasur, namun cowok itu tak kunjung menyentuh makanannya. Dia malah terus memerhatikan Lala yang sudah mulai bergerak lagi membuka laci meja yang ada di sebelah kasur Lion untuk mencari obat anak itu.

"Aku gak nyaman dengan sikap Kakak yang kayak gini," ujar Lion pelan, sedari tadi dia terus memerhatikan Lala karena dia berusaha mencari penyebab kegusaran perempuan itu. Dan kini dia menemukan titik terangnya. Dialah yang membuat Lala bersikap seperti ini.

"Kakak juga gak nyaman dengan sikap kamu yang kayak gini," Lala kembali menegakkan tubuhnya setelah menemukan botol obat Lion, "ini juga buat Kakak ngerasa gak nyaman." Lala menggoyang-goyangkan botol obat Lion yang masih terisi penuh.

Tepat seperti dugaannya, Lion tak pernah meminum obatnya secara teratur.

Lala duduk di hadapan Lion, "Bisa kamu jelasin ini kenapa bisa masilh penuh kayak gini?"

Lion hanya terdiam menatap masuk ke dalam manik cokelat milik Lala. Otaknya masih merangkai kalimat yang pas untuk menjawab pertanyaan Lala.

"Apa meminum dua butir obat saja terlalu berat untuk kamu lakuin? Kenapa kamu selalu mikirin diri kamu, tanpa peduli dengan Kakak dan orang-orang yang menyayangimu?"

RaLion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang