23. Boy vs Dad

10.3K 790 75
                                    

"Jaga mulutmu!"

Bentakan itu keluar setelah tangan kekar milik Indra mendarat mulus di pipi Airo. Rahangnya mengeras, urat di leher dan pelipisnya bertonjolan menahan amarah akibat perkataan anak sulungnya itu.

"Kenapa aku harus menjaga mulutku!" bentak Airo tidak kalah keras, dia tidak peduli lagi dengan siapa dia berbicara sekarang, "di saat Papa sendiri hampir membunuh Lion apa aku harus tinggal diam?"

"Sudah Papa bilang jaga mulutmu! Papa tidak melakukan apa pun kepada Lion malam itu!"

Airo tersenyum sinis, "Lalu, mengapa Lion bisa berakhir di rumah sakit sekarang?"

"Tapi, Papa tidak melakukan apapun kepadanya."

"Aku gak tahu kenapa Papa bisa sepengecut ini."

"Airo!" Amarah Indra semakin memuncak kala mendengar ucapan Airo.

"Apa? Seharusnya Papa menyelesaikan masalah Papa dengan Om Hendra tanpa perlu melibatkan Lion dan malah membuatnya berakhir di rumah sakit."

Tangan Indra mengepal, "Sekali lagi kamu berbicara seperti itu. Kamu keluar dari rumah ini!"

Airo menyeringai tidak takut, "Persis. Dari dulu memang itu yang aku inginkan."

Tanpa menoleh lagi Airo melangkah keluar dari rumahnya mengendarai motornya meninggalkan kediaman Narindra.

Aira dan mamanya yang berada di dalam kamar hanya mendengarkan semua pertengkaran ayah dan anak itu. Mereka tahu, Indra memang keras, mereka tidak punya keberanian untuk melawan. Apalagi melihat kemarahan Indra tadi membuatnya terdiam tanpa berkutik.

Lion ada di rumah sakit.

Hati Aira berdentum perih mengetahui kenyataan itu. Apa mungkin hal inilah yang membuat Lion tidak datang malam itu?

Lalu, bagaimana dengan ucapan Zilla siang tadi waktu mereka di halte berdua menunggu bis sekolah. Hari itu Lion bersama Renita, lagipula gadis itu juga membenarkan bahwa Lion ketiduran di apartemennya.

Aira menghela napas pelan mencoba sekali lagi membuang jauh-jauh pikirannya tentang Lion. Mungkin yang dikatakan Zilla memang benar, seharusnya dia tidak mempunyai rasa dengan Lion. Maka, dia tidak perlu terjebak dalam perasaannya sendiri.

Menjauhi Lion mungkin adalah jalan yang perlu dia ambil untuk mengenyakan perasaannya kepada cowok itu.

Untuk sekian kalinya dalam minggu ini, Aira kembali membulatkan tekat untuk menjauhi Lion.

●●●●●

Lala menggenggam tangan Lion dan menciumnya berkali-kali saat melihat adiknya itu membuka mata pagi ini. Tidak henti-hentinya dia bertanya tentang apa yang Lion rasakan.

Dia tidak ingin lagi Lion menyimpan semuanya sendiri, kini semua orang sudah mengetahui tentang penyakit anak itu, jadi dia tidak punya alasan untuk berpura-pura bersikap baik-baik saja sekarang.

"Lion harus bilang sama Kakak apa yang sakit," ujar Lala, dia menatap mata sayu adiknya yang mengerjap lemah.

Saat Lion bangun tadi yang hanya cowok itu lakukan hanyalah diam, selain tenaganya yang masih sangat tipis dia juga enggan untuk bersuara kala melihat semua keluarganya ada di ruangan itu.

Sebenarnya Lion masih tidak ingin semuanya tahu tentang keadaannya sekarang. Namun apa boleh buat? Semuanya sudah terlanjur.

Lion menarik tangannya dari genggaman Lala, "Tinggalin Lion sendiri." Mulut di balik masker oksigen itu mulai bergerak mengeluarkan kalimat yang menyayat hati Lala dan juga beberapa orang di ruangan itu.

RaLion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang