4. Lion dan Rasa Sakit

16.6K 1K 130
                                    

Langkah kaki Lion terhenti kala netranya menangkap sosok perempuan cantik yang tengah berdiri di samping mobil BMW warna merah kepunyaannya. Perempuan bertubuh modis dengan senyum teduh itu melambaikan tangan menyambut kehadiran Lion.

Lion melangkah mendekati perempuan itu, ia mengurungkan niatnya mengambil motornya yang terparkir di parkiran sekolah.

"Pulang sama Kakak, ya?" sambut Lala langsung menggamit lengan adiknya. Beberapa siswa yang berlalu-lalang hendak pulang menatap kagum ke arah Lala yang terlihat begitu cantik dengan dibalut pakaian kerjanya.

"Lion bawa motor, Kak. Lagian Kakak ngapain pake jemput Lion segala?"

Lala mencebikan bibirnya ke bawah saat mendengar penolakan adik bungsunya itu. "Motor kamu nanti diambil Pak Jono, lagian apa salahnya, sih, seorang kakak pengin jemput adiknya?"

Lion tersenyum geli melihat ekspresi Lala yang begitu menggemaskan. "Tapi Lion masih ada urusan, Kak."

"Emang ada ya urusan kamu yang lebih penting dari Kakak?" Lala melepas lengan Lion lalu bersedekap melempar pandangannya ke arah lain.

"Iya deh iya, nggak usah cemberut kayak gitu, Lion ikut pulang sama, Kakak."

Sebenarnya tujuan Lala menjemput Lion di sekolah hari ini adalah agar anak itu tidak kelayapan lagi ke kelab dan pulang pagi-pagi buta. Mulai sekarang ia ingin adik bungsunya ini tetap di rumah.

Lala menoleh menatap Lion dengan mata yang berbinar. "Serius?" Lion mengangguk sekilas. "Yaudah Kakak telepon Lintang dulu."

Lion mengernyit mendengar nama Lintang disebutkan. "Sama Lintang juga?"

Lala mengangguk dengan ponsel yang menempel pada telinganya, perempuan itu segera memberitahu Lintang kalau dia sudah sampai di parkiran sekolah dan meminta lelaki itu untuk segera ke luar.

"Lion nggak jadi ikut, deh." Lion berbalik hendak meninggalkan kakak perempuannya, namun tangan Lala segera menahan pergerakan anak itu.

"Lah, kok gitu? Tadi bilangnya mau."

Lion mendesah pelan, satu-satunya hal yang paling Lion hindari selama ini adalah berada di satu ruangan bersama Lintang, di rumah pun Lion selalu menghindar dari Lintang, di saat Lion bertatap muka dengan lelaki itu rasanya ada gejolak amarah sekaligus kebencian yang mencuat di hatinya. Bukan hanya karena ayahnya yang selalu memuji-muji Lintang, namun masa lalu yang teramat pedih yang membuat Lion tidak bisa berdamai bersama kakak keduanya itu. Dan untuk satu mobil dengan Lintang, rasanya itu sangat mustahil.

"Ya, itu sebelum aku tahu kalo Lintang juga ikut."

Lala dapat melihat ada kilat kebencian yang tergaris di wajah tegas adiknya. "Please, sekali ini aja. Kakak cuma mau menghabiskan waktu bersama adik-adik Kakak. Kakak udah bela-belain bolos dari kantor buat kumpul sama kalian. Lion, please, setelah ini Kakak nggak akan maksa-maksa kamu lagi."

Lion menghela napas, hanya untuk menyetujui permintaan Lala saja rasanya begitu berat. "Kakak juga harusnya ngertiin posisi aku." Suara Lion begitu pelan, namun Lala masih dapat mendengarnya.

Tanpa memedulikan sekelilingnya yang sedari tadi ramai dengan siswa-siswi SMA Pelita Bangsa, Lala dengan santainya merenggangkan tangan dan memeluk tubuh Lion. Beberapa siswa terdiam menyaksikan aksi peluk-pelukan kakak beradik itu.

"Makanya Kakak ajak kalian berdua pulang bareng karena Kakak terlalu ngertiin posisi kamu, Yon. Kakak nggak mau adik-adik Kakak terus saling diemin kayak gini."

Lala sangat paham dengan apa yang dirasakan Lion dan Lintang, bahkan ia sangat paham dengan luka yang mereka pendam selama ini. Namun sampai kapan mereka harus memendamnya? Menaruh dendam satu sama lain.

RaLion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang