16. Terpengaruh

9.6K 854 79
                                    

Aira menggoyang-goyangkan kakinya yang menapak tanah, iris mata cokelat gadis itu seakan terpaku untuk tetap menatap sepasang sepatu berwarna putih yang dia gunakan. Kedua tangannya dia letakkan di sisi kiri dan kanan kursi lalu dia sedikit mencondongkan diri ke depan hingga terkesan menumpu pada kedua tangan.

Zilla yang duduk di sebelah Aira menatap gadis itu dengan seksama, ekspresi yang begitu murung terlihat jelas di wajah sahabatnya itu.

Saat ini mereka berada di halte, menunggu bis sekolah datang menjemput mereka. Zilla yang kebetulan tidak membawa motor matic-nya memilih untuk pulang bersama Aira karena arah rumah mereka yang sama.

"Ra."

Aira menoleh masih dalam posisi yang sama.

"Lo serius tadi ngomong kalau Lion yang nolongin lo waktu di bully Audy dan antek-anteknya?"

Aira mengembuskan napas pelan, sebenarnya dia tidak ingin mengungkit tentang itu lagi, dia tidak ingin mengingatnya.

Dengan gerakan pelan Aira mengangguk.

"Ih, terus dia nggak ngapa-ngapain lo 'kan?"

Aira mengangkat sebelah alisnya, "Ngapa-ngapain gimana?"

"Ya ngapa-ngapain lo, secara 'kan dia itu cowok paling berengsek di sekolah kita, cowok paling tengil, nakal dan menjengkelkan. Ya siapa tahu aja dia ngapa-ngapain lo. Biasanya 'kan cowok kayak gitu selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan," cerocos Zilla lebih terdengar mengesalkan.

Tanpa sadar seulas senyum terbit di bibir ranum Aira, mendadak dia mengingat waktu Lion mencium punggung tangannya. Kali ini Aira merasa perlakuan Lion kemarin bukanlah perlakuan modus melainkan sikap istimewa yang diberikan Lion untuknya.

"Ck, lo kok malah senyum-senyum. Jangan-jangan bener ya dia ngapa-ngapain lo?"

Aira mengerjap tiga kali saat mendengar perkataan Zilla.

"Lo ngomong apaan sih Zi? Dia nggak ngapa-ngapain gue. Dia cuma ngobatin luka-luka gue doang." Aira menunjukkan tangannya yang masih ditempel plester.

Zilla menghela napas lalu menggenggam tangan Aira. Ditatapnya sahabatnya itu dengan serius.

"Gue cuma nggak mau lo kenapa-napa. Lion bukan cowok baik-baik, dia itu berengsek, gak jarang mainin cewek, siapa tahu dia cuma anggap lo sebagai mainan barunya, itu bisa aja terjadi, dan gue gak mau lihat lo menderita gara-gara dia nantinya."

Aira terdiam, ingatannya seolah ditarik mundur pada kejadian di loteng kemarin. Ucapan Zilla seakan mengingatkannya dengan apa yang dikatakan Audy.

"Lo itu cuma mainan bagi Lion, mainan baru yang akan segera dibuang setelah dia merasa bosan. Harusnya lo gak perlu segeer itu, gadis jalang seperti lo bukanlah tipe Lion."

Suara Audy terngiang di benaknya. Apa mungkin Lion hanya menganggapnya sebagai mainan semata?

"Ra, lo baru kenal Lion beberapa minggu ini. Lo gak tahu bagaimana seluk beluk cowok itu."

Aira menoleh menatap Zilla, ada kebimbangan yang kini menyambangi hatinya.

Aira seakan tercekat saat tiba-tiba motor Lion melintas tepat di depannya. Lion membonceng seorang gadis yang dia tolong waktu jam istirahat tadi.

Hati Aira terasa diremas kuat. Rasanya begitu sesak. Air matanya seolah dipaksa untuk keluar, entah bagaimana dia harus mendeskripsikan perasaannya sekarang, dia tidak mengerti dengan semua ini.

Seharusnya dia tidak merasakan apapun saat melihat Lion bersama gadis lain. Mendadak Aira merasa tidak mengenali dirinya sendiri.

Zilla menepuk pundak Aira pelan.

RaLion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang