31. Kebenaran Beberapa Tahun Silam

8.7K 768 16
                                    

Ps. Huruf yang di italic, itu menunjukkan flashback yaaa😄

Happy reading!

•••••

Melepaskan seseorang yang mulai mengisi sebagian besar hati pemiliknya tentu bukanlah hal mudah. Itu hanyalah tindakkan bodoh yang membuatnya terhempas dengan kejam ke jurang kesengsaraan.

Dan itulah yang dirasakan Lion kini. Dia seakan melempar dirinya sendiri ke dalam jurang itu. Memberikan luka dan rasa sakit yang tak tertahankan. Dia pikir, melepaskan Aira bukanlah hal berat untuk dia lakukan, mengingat dia hanya membuat gadis itu sebagai pelarian atas kehilangan Rara.

Namun, Lion salah! Dia tak tahu ternyata rasanya begitu sakit. Seakan dia sendiri telah menghunus belati ke uluh hatinya hingga mengucurkan darah kepiluan.

Lion melangkah gontai memasuki halaman rumahnya. Langit sudah menggelap sejak lima jam yang lalu, sisa hari minggungnya setelah meninggalkan Aira begitu saja di taman dia habiskan di loteng apartemen Fero.

Getaran yang terasa pada saku celananya membuat langkah Lion terhenti. Cowok itu mengambil ponselnya lalu membuka notifikasi baru yang kini terkumpul dengan puluhan notifikasi lain yang tak dia hiraukan dari pagi tadi.

Rara: mama mau ketemu sama kamu yon.

Rara: aku udh ngsih tau smuanya ke mama.

Lion menghembuskan napas pelan setelah membaca pesan yang dikirim Rara. Awalnya dia memang meminta gadis itu untuk merahasiakan tentang pertemuan mereka ke semua orang. Dia masih belum siap jika nanti Rara dan Rasyi juga tahu tentang penyakitnya.

Lion: untuk kali ini jgn dlu ra. Aku msh ad urusan lain.

Setelah itu Lion kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Tak ada yang tahu bagaimana besar keinginan Lion untuk bertemu dengan Rasyi. Betapa besar keinginan cowok itu untuk memeluk orang yang telah berjuang melahirkannya itu. Namun, keadaan yang tak pernah mengizinkannya. Keadaan yang membelenggunya untuk menahan diri.

Lion kembali melangkah dan memasuki rumahnya yang terlihat sepi. Entah ke mana semua orang pergi, karena Lion tak membuka pesan-pesan yang dikirim Lala serta tak menjawab panggilan Hendra. Jadi dia tak tahu ke mana mereka sekarang.

"Lion!"

Langkah Lion terhenti tepat saat dia hendak menaiki tangga. Seruan Moza tadi membuat Lion berbalik dan menatap wanita setengah baya itu. Wajah datar Lion menyambut senyuman kelegaan Moza.

Wanita itu melangkah cepat mendekati Lion. Dia memegang bahu Lion dan meneliti seluruh tubuh anak itu, memastikan tak ada luka yang tergores di sana.

"Kamu gak apa-apa?" tanyanya sedikit lega, "kamu ke mana saja? Kami semua di sini menghawatirkanmu."

Lion menatap Moza tak suka. Dari dulu dia tak pernah menyukai wanita ini. Lion rasa dialah yang menghancurkan keluarganya, dia yang menjadi penyebab kekacauan ini. Seandainya Moza tak pernah hadir di tengah-tengah kehidupan mereka, mungkin kehangatan yang dulu selalu Lion rasakan di rumahnya tak akan pernah berubah menjadi sedingin dan mencekam seperti ini.

Lion menepis tangan Moza dari bahunya. "Gue gak butuh tampang sok peduli lo. Kenapa lo harus hadir di tengah-tengah keluarga gue dan menghancurkan segalanya?"

Lion tak tahu ke mana lagi dia harus meluapkan rasa sesak yang selama ini dia pendam sendirian. Sudah cukup lama kalimat itu membeku di pikirannya, dan sekarang dia tak ingin menyimpannya lagi.

Pelupuk mata Moza seketika menumpuk air mata. Dia tak pernah tahu sampai kapan Lion akan membencinya seperti ini? Semua yang dilakukannya untuk Lion terasa sia-sia, Lion tak pernah menerima kehadirannya sedikit pun di rumah ini, dan hal itu membuat hati Moza remuk.

RaLion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang