10. Cancer

14.5K 1K 147
                                    

Dengan air mata yang terus mengalir dan tangan yang bergetar hebat, Lala berlari mengikuti beberapa perawat yang mendorong brankar Lion menuju UGD.

Doa demi doa mengiringi langkahnya yang terlihat tidak stabil. Tubuhnya sudah lemas namun ia tidak ingin meninggalkan adiknya sendirian, Lala ingin selalu di dekat Lion.

Tepat sebelum brankar Lion didorong masuk ke dalam UGD, seorang dokter terlebih dahulu ke luar dan langsung membantu para perawat untuk membawa Lion. Sebelum benar-benar masuk, mata dokter muda tersebut tak sengaja melirik ke arah Lala yang menangis dengan kedua telapak tangannya yang sedikit menggumpal di depan mulut.

Dokter tersebut terkejut bukan main, matanya seakan tak bisa berkedip menatap perempuan yang sangat ia kenal. Dengan mata yang masih melirik Lala, dokter tersebut mendorong masuk brankar Lion ke dalam UGD, bagaimanapun juga Lion harus segera ditangani.

Lala terdiam dengan tangis yang tak sedikitpun mereda kala seorang suster menahannya agar tidak ikut masuk. Rasa takut sedari tadi menggerogoti hatinya, kejadian beberapa tahun silam terngiang dalam benak perempuan itu, di mana Lion harus mendekam di rumah sakit selama hampir tiga bulan tanpa pergerakan sedikitpun. Lion koma setelah mencoba bunuh diri.

Anak itu seolah enggan untuk bangun. Para dokter sudah angkat tangan, tak bisa melakukan apa-apa karena dalam diri Lion sendiri tidak ada keinginan untuk kembali. Semua kejadian menyakitkan yang datang secara beruntun mengguncang jiwa Lion, ia depresi parah. Hingga Tuhan mengizinkan Lion untuk kembali dan berkumpul bersama keluarganya, namun siapa sangka, setelah Lion bangun dari komanya anak itu sudah berubah, ia bukan lagi Lion yang dulu, bukan Lion yang dikenal oleh keluarganya, Lion telah menjelma menjadi sosok yang begitu asing.

Tubuh Lala meluruh, tangannya yang tadi berada di depan mulut kini tergeletak lemah di atas pangkuan, kedua bahunya bergetar karena isak tangis. Jauh di dalam hatinya Lala rela jika Lion harus berubah menjadi sosok yang tidak ia kenal, ia rela jika Lion tidak lagi menyayanginya, asalkan Tuhan membiarkan Lion tetap di sini, tetap berada di dalam keluarganya, Lala tetap bisa melihatnya, sungguh Lala rela.

"Mama please, biarkan Lion tetap di sini, tolong jangan jemput Lion secepat ini, Lala mohon Ma, biarkan kami tetap bersamanya."

Batin Lala menjerit pilu, rasa takut semakin mendera hatinya, sesak di dadanya semakin terasa.

Hanya satu yang ia inginkan. Tolong. Tolong jangan ambil Lion-nya.

Sekujur badan perempuan itu bergetar, ia merasa semakin lemas, kepalanya pening dan dadanya sesak luar biasa. Perlahan tubuh Lala mulai terhuyung menyentuh lantai, kesadaran perempuan itu sedikit demi sedikit terenggut.

Sebelum detik membuatnya tenggelam dalam jelaga tanpa batas.

🍃🍃🍃

"Percaya sama gue, Ra. Lion nggak sejahat yang Zila katakan."

Aira duduk bersila di atas kasur dengan sebuah bantal dipangkuannya, gadis itu terlihat bimbang. Satu-satunya yang ada dipikirannya sekarang adalah Lion. Mungkin ini terdengar aneh, namun percayalah Aira memikirkannya.

"Gue yakin banget, Lion nggak mungkin mukulin Rafa sampe segitunya kalau dia nggak cari gara-gara dengan Lion. Dia baik, Ra, tapi caranya aja yang berbeda." Kayla kembali melanjutkan ucapannya, gadis itu terus berusaha merubah penilaian Aira tentang Lion.

Setelah kejadian baku hantam di sekolah tadi siang, Zila langsung marah-marah dan menjelekkan Lion tanpa henti, ia bahkan mengumpat kepada Lion.

Kayla dengan tegas membela Lion, membantah semua tuduhan Zila, sampai akhirnya mereka bertengkar hebat karena tak ada yang mau mengalah.

RaLion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang