'9 - kebahagiaan tahu kapan ia harus datang

675 42 0
                                    

Untuk kejadian kemarin yang sempat meruntuhkan kepercayaan diri ini, aku tahu pasti bahwa setelah semua ini akan terjadi keindahan yang dapat menjadi cerita di masa nanti. Tak perduli seberapa banyak orang mencela, kebahagiaan tahu siapa yang dia tuju.

Satu hari menjelang acara tahunan sekolah aku masih belum mendapatkan pasangan aku tidak terlalu yakin bila ingin mengajak Wala, itu karena aku tahu kalau Wala pasti sudah ada pasangan dan atau bisa saja dia menolak tawaranku. Aku bingung.

Aku menutup loker bernomor 15, sejujurnya aku suka angka ini. Entah kenapa hari ini jantungku nampaknya berolahraga sendiri didalam sana, aku benar-benar bingung dengan diriku sendiri.

Dan sampai saat inipun, aku belum memiliki teman karib selain Wala dan Karin dan juga anak-anak itu. Perutku nampaknya sedang ada pesta besar-besaran karena itu aku pergi menuju kantin untuk menghentikan getaran di perutku.

Aku memesan seporsi ketoprak pak Ucup dan es kelapa muda, lalu duduk di pojokkan sembari menunggu pesananku datang.

Ada seseorang yang menepuk pundakku dari belakang, aku menoleh. Mendapati dia sedang memberi seulas senyum.

"Boleh gabung?" tanyanya sembari memegang piring yang sedari tadi dia bawa.

Aku mengangguk dia menyimpan piring yang dibawa, kemudian datanglah semua pesananku. Aku langsung melahapnya sedikit demi sedikit, setelah dipikir-pikir getaran yang terasa saat aku kelaparan itu dinamakan jatuh cinta juga?.

Pikiranku semakin tidak karuan bila mengingat soal lapar, dari ekor mata aku bisa melihat dia sedang meneguk minumannya kemudian menoleh ke arahku.

"Jadi, lo Cakra?" aku benar-benar menoleh ke arahnya. Terdiam tanpa menjawab.

"Gue Radit," tangannya tersodor ke arahku. Aku menangkap salamnya kemudian melemparkan seulas senyum karena aku sendiri masih bingung dengannya.

"Tenang. Gue bukan seperti geng Niki kemarin, gue dulu juga pernah merasakan gimana rasanya kehilangan suara gue selama beberapa tahun."

Bagaimana dia bisa tahu? Lalu sebenarnya siapakah orang ini?

"Gue bukan orang jahat kok, gue bisa tahu karena kita tetanggaan. Gue sering liat lo diejek sama temen-temen bunda lo, dan termasuk juga bunda gue. Maaf ya kalau omongan bunda gak ngenakin hati bunda lo,"

"Kecelakaan itu merenggut nyawa kakak dan suara gue, gue sempet frustasi beberapa tahun. Lalu bunda habis-habisan membiayakan pengobatan pita suara gue, dan akhirnya semua penderitaan sudah berakhir. Ya walaupun operasi pita suara itu sempat membuat gue koma beberapa bulan," lanjutnya menceritakan pengalaman terpahit hidupnya.

"Cakra!" seseorang memanggilku, suara yang begitu aku rindu semalaman. Dia Walananda, sedang melambai-lambaikan tangan seraya tersenyum ke arahku. Lalu dia pergi bersama Karin, sebelum sempat aku membalas senyumnya.

Radit tertawa melihat Wala melambai-lambaikan tangan ke arahku. Aku hanya diam dan kembali melempar seulas senyum.

"Walananda. Gadis perfect yang gak semua orang bisa mudah mendapatkan perhatian dan senyuman darinya. Gue akui kalau dia memang perfect, dia cewek yang kuat, penyemangat, ceria, friendly, dan juga pemimpin yang baik."

Aku menoleh pada sumber suara yang baru saja memuji sang pujaan hati, memang benar semua yang dikatakan Radit. Dia perfect, cantik, dan semua tentangnya yang penuh teka-teki.

°°°

Aku berniat pulang ke rumah karena jam sudah menunjukkan pukul tiga sore, tapi aku masih saja bingung dengan pasanganku besok malam.

Semua siswa wajib datang bersama pasangan ataupun dengan sahabat mereka, awalnya aku akan mengajak Radit datang bersamaku besok malam namun katanya dia sudah memiliki pasangan. Dan hanya Radit satu-satunya teman cowok yangku punya di sekolah ini, atau bagaimana jika aku tidak usah hadir dalam acara ini? Oh tuhan ini sungguh membingungkan.

Aku berjalan melewati ruang multimedia sekolah, tadinya aku berniat ke kelas untuk mengambil tas tapi tidak terlalu buruk meminjam sebentar gitar di ruang ini. Selanjutnya pikiranku membawaku ke rooftop, tempat yang strategis untuk memetik senar ini ditemani angin yang berhembus sambil menunggu sunset di penghujung hari.

Aku mulai memetik senar gitar senada dengan lagu favoritku belakangan ini, aku teringat bahwa hari ini ada check up untuk pita suaraku namun alunan musiknya membisikanku untuk tetap disini.

Sampai-sampai aku tak menyadari ada yang sedang bernyanyi, suaranya lembut begitu indah terdengar. Seperti suara yangku kenal betul, suara yang belakangan ini menghantuiku setiap malam.

Aku menoleh, mendapati Wala sedang memamerkan deretan giginya. Aku tahu sekarang, semua tentangnya mampu membuat hati dan pikiranku terbawa masuk hingga lupa akan daratan.

Di kala hati resah
Seribu ragu datang, memaksaku
Rindu semakin menyerang

Kalaulah aku dapat membaca pikiranmu
Dengan sayap pengharapanku ingin terbang jauh

Biar awanpun gelisah, daun-daun jatuh berguguran
Namun cintamu kasih, terbit laksana bintang
Yang bersinar cerah menerangi jiwaku

Andaikanku dapat mengungkapkan perasaanku
Hingga membuat kau percaya
Akanku berikan seutuhnya
Rasa cintaku
Rasa yang tulus dari dasar lubuk hatiku
Selamanya...

Malaikat pembawa harapan ini sedang tertawa bahagia melepas penatnya di penghujung hari ini bernyanyi dengan suara merdu dan yang mengiringinya adalah aku, dia Walananda si gadis perantara kebahagiaanku yang tak pernah salah alamat.

Kalian tahu rasanya aku saat ini? Burung-burung sudah menungguku di atas sana, andaikan perasaan ini dapat berbicara sendiri tanpa harus aku menyatakannya.

•••

Published on 2 Mei 2017

Intertwine Of Us [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang