'25

412 25 0
                                    

UKK

Tiga huruf, satu kata, banyak bencana. Pikiran yang kacau mampu mengacak-ngacak mood dan konsentrasi Cakra.

"Woi! Tu muka kusut mulu" kedatangan Radit memberikan kesan buruk di hari pertama Ujian, Cakra menatapnya ogah-ogahan. Radit menarik bibirnya kemudian duduk disamping Cakra tanpa ada percakapan lagi hingga kini pengawas ruangan sudah duduk di depan.

Saat Cakra menerima soal ujian jam pertama perutnya terasa mula-mual melihat soal yang bejibun, alasan dia selalu semangat setiap harinya sudah pergi dan keinginan menggapainya lagi sudah hancur.

Dia lebih memilih menelungkupkan kepala lalu mulai memejamkan mata berharap ada hidayah yang datang didalam mimpinya.

Mesin ini sudah mati dan dia sudah tak mau lagi sebagai akinya. Hancur, kecewa, sakit, cemburu, tapi apa yang mau dicemburukan? Hanya karena dia pergi bersama laki-laki lain, dan Cakra sebagai sahabatnya harus cemburu?!

Sekarang dia sudah tak mau membohongi perasaannya sendiri, perasaan itu miliknya, sang malaikat, Wala. Tapi apakah balasannya atas perasaan itu?

Cakra egois, ingin mendapat balasan dari perasaannya tanpa tahu apakah sang malaikat memiliki rasa yang sama atau berbalik?

Di hati tulus yang dia punya, ada secuil benih kerelakan. Namun benih itu belum tumbuh sempurna, karena yang dia mau hanyalah sang aki kembali pada mesinnya, tempat seharusnya dia berlabuh.

"Cakra cuci mukamu dulu!" kepala Cakra terangkat dengan mata yang sayu, dipipinya ada jiplakan khas sehabis tidur.

°°°

"Cak!" dia terus berjalan tanpa menghiraukan Radit yang sedari tadi memanggilnya.

"Cak! Cak, bentar" Radit menggantungkan lengannya di bahu Cakra.

"Lo kenapa sih? Dari kemaren moody an gitu, hah?" Cakra diam sambil melanjutkan jalan.

"Apa karena Wala?!" Cakra berhenti, kemudian menatap Radit kesal.

"Gak usah dibahas!" jawabnya datar namun sedikit penekanan, Cakra berlalu meninggalkan Radit.

Sejak Wala datang kerumahnya sore itu, hubungan mereka dengan Melan semakin dekat tapi dengan Cakra semakin renggang.

"Udah lama juga kita gak duet bareng," Cakra menoleh pada empunya suara, Wala disana namun kini arti senyum itu kian memudar.

"Tumben kesini?" tanyanya kepada Wala.

"Aku setiap sore kesini, kamu yang tumben" Wala terkekeh kecil, moodnya sedang meroket, tak biasanya dia sebahagia ini.

"Tapi sama..."

"Jevan," potong Cakra, lalu menoleh ke arah Wala.

"Kamu tukang stalker ternyata," Wala terkekeh lagi, Cakra tersenyum miris.

"Di dalam sebuah persahabatan ada ujian kan?" Wala mengangguk, lalu angin seperti membisikan sesuatu.

"Aku mau kita tes sejauh mana persahabatan kita," Wala mengernyit, Cakra menghela nafas.

"Caranya?!"

"Berjanji" Cakra bangkit, lalu berjalan mendekati pagar pembatas.

"Berjanji untuk apa?" Wala ikut mendekati pagar pembatas.

"Tetap menjadi seperti ini apapun alasannya, janji?!" Cakra menyodorkan jari kelingkingnya didepan Wala.

Wala terkekeh, jari kelingkingnya dikaitkan. "Janji!" mereka tersenyum, lalu tangan Cakra menarik Wala kedalam pelukannya. Raganya begitu rindu akan pelukan itu, dadanya begitu rindu menjadi pelindungnya.

Drrttt... Drrttt...

Mereka melepas pelukan, ponsel Wala bergetar. Disana tertera id caller Jevan, Wala melirik Cakra sebentar.

"Iya Van?" ia menempelkan ponsel ke telinganya.

"..."

"..."

"Tapi," 

"..."

"Ya udah deh, iya sekarang" Wala memutuskan sambungan sepihak, lalu kembali terfokus pada Cakra.

"Em," Wala tak enak hati menyampaikannya.

"Rapat itu penting buat kesuksesan acara class meeting nanti" tiba-tiba Cakra bersuara, Wala menunduk.

"Maaf ya" Wala meraih tangan Cakra.

"Gak perlu minta maaf terus-terusan, itu hak kamu. Tapi jangan lupain hak aku juga sebagai sahabat kamu" Cakra mengelus-elus puncak kepala Wala, sejujurnya didalam hati Wala dia sangat suka bila kepalanya di usap lembut seperti tadi.

"Makasih sahabat terdabest ku" Wala mencubit pipi Cakra, dibalas lagi oleh Cakra.

"Aku pergi ya," Wala lenyap begitu saja hilang dibalik pintu, dan sekarang tersisa Cakra saja disini.

°°°

"Ya udah, eh tapi lo aja deh yang ambil agenda di loker gue." Wala merogoh isi sakunya kemudian memberikan kunci pada Karin.

"Gimana?" tanya Wala pada Jevan.

"So far, so good" Jevan membolak balikkan note di tangannya.

"Kalau yang itu cocoknya di gantung aja, mel" teriak Jevan pada Amel, sekertaris dalam acara class meeting nanti.

"Wal! Gue jual paket liburan nih, lo mau booking gak?" salah satu teman Wala memanggilnya hendak menawarkan paket liburan. Wala melihat-lihat brosur ditangannya, sudah lama ia tidak berlibur ke tempat yang jauh, terakhir kali sewaktu papanya masih hidup.

Wala yang sedang asik lalu mendongak, ada Karin sedang berdiri dihadapannya dengan tatapan muram. Karin langsung berhambur memeluknya.

"Lo kenapa Rin?" Wala mengusap-usap punggung Karin, berusaha menenangkannya.

Karin diam, terisak dalam pelukan Wala.

•••

Published on 9 June 2017

Intertwine Of Us [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang