'20 - pengganti?!

461 30 0
                                    

13. 27

Hari ini hari pertama puasa, dan sejak pagi tadi Wala tak henti-henti mengingatkan untuk berbuka di rumahnya. Niatanku harus urung selama dua hari, dan sore ini aku harus memberikan hadiah ini pada Wala. 

"Cakra!" suara Radit memanggilku, aku mulai hafal dengan suara khas Radit.

Aku menoleh ke belakang, dia berlari kemudian mengaitkan tangannya ke pundakku. Lalu wajahnya mendekat kearah telingaku.

"Nyemen yuk!" bisiknya, aku langsung memelototinya. Baru hari pertama puasa dia malah mau nyemen, Aku menggeleng-gelengkan kepala.

"Kenapa?" dia bertanya dengan tampang watadosnya, pertanyaan yang konyol.

"Ka... rena gu... e i... nget do... sa" percaya atau tidak, aku sudah mulai bisa bersuara walaupun terdengar sangat kecil dan berserak.

"Cak?!" dia menatapku aneh, aku berjalan menuju lorong loker untuk mengambil buku.

Dia masih menganga, dan tampangnya masih watados. "Lo bisa ngomong?" dia menepuk punggungku, aku mengangguk lalu membuka loker dan mengambil beberapa buku.

"Seriusan?!" apakah aku akan dikutuk oleh sun go kong bila tidak menjawab pertanyaan yang membuang-buang waktu ini?

Aku hanya mengangguk, tapi anggukan kali ini membuatnya loncat kegirangan. Aku jadi merinding dengannya. "Masa sih, coba bilang iya!" aku hanya bisa nyengir melihatnya kegirangan seperti ini.

"I... ya Radit... yo!" suaraku terdengar kecil, pelan dan serak. Tapi dokter bilang kalau ini adalah awal yang bagus.

"Ahay! Sahabat gue bisa ngomong lagi, asek nyemen kali ini lo yang traktir" gila. Memangnya mau sampai kapan dia nyemen? Sampai hari lebaran? Dasar sahabat paling gak ber-otak, dipikirannya hanya makan terus.

"Si... apa yang ma... u nye... men?!" dia nyengir, aku mengidikkan bahuku lalu lekas pergi sebelum ada setan yang membujukku untuk ikut-ikut dengan Radit.

"Karin!" aku meneriaki Karin dengan suara yang serak ini, aku harus terbiasa mengeluarkan suara mulai saat ini.

Karin menoleh lalu memutar badannya hingga menghadapku, aku berlari menghampirinya. "Bentar deh," dia mengucek-ngucek telinganya, dan beberapa kali menepuk-nepuk. Aku terkekeh melihat tingkahnya.

"Kenapa?!" tanyaku padanya namun dengan suara yang terdengar lebih jelas dibanding tadi.

"Kuping gue kayaknya lagi bermasalah deh, tadi gue denger lo ngomong" dia terus melakukan hal konyol itu lagi sambil menatapku dengan tampang watados dan tatapan tak percaya.

"Engga" suaraku hampir saja habis, mungkin hari ini aku terlalu sering menggunakannya jadinya sekarang suaraku samar-samar.

"Seriusan?" dia terlihat bingung, aku mengangguk.

"Ya ampun sejak kapan? Kalo gitu selamat ya Cak lo bisa bersuara lagi nih" dia tertawa kecil, aku pun sama.

"Baru sih, oh ya Wala kemana ya?" suaraku sudah terdengar seperti bisikan lagi, ini tidak sakit tetapi menyedihkan.

"Wala?! Gue gak tau, tadi pagi sih ada di kelas, tapi pas istirahat jam makan siang dia malah ngilang" Karin nampak cemas dengan Wala, pasalnya terhitung sudah dua hari dia menghilang tidak jelas kemana. Biasanya jika dia menghilang pasti aku yang menemani dia sambil mendengarkan semua curhatannya, tapi sekarang dia menghilang tanpa jejak.

"Em-gitu yaudah makasih Rin" aku tersenyum, tenggorokanku terasa kering dan aku sangat haus. Tapi percayalah Cak, berbuka nanti adalah hal yang paling nikmat bila dibandingkan berbuka sekarang karena itulah keistimewaannya.

Intertwine Of Us [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang