Andaikanku dapat mengungkapkan perasaanku hingga membuat kau percaya - Selamanya cinta
"Kamu tahu juga lagu itu?" Matanya menatapku. Aku mengangguk seraya mendentingkan irama terakhir lagu ini.
"Aku pernah berharap ada seseorang yang suka sama lagu itu, dan itu terwujud sekarang!"
Matahari semakin tidak terlihat saat ini, hampir saja aku lupa dengan janji bersama bunda. Ya ampun, aku baru ingat ponselku mati sejak tadi siang karena semalam aku tidak sempat mengisi baterainya.
Maaf bunda, dan yang bisa kulakukan saat ini adalah berdecak kesal pada diri sendiri. Mata itu menelusuri setiap gerak-gerik ini, aku sedang tak ingin blushing sekarang.
"Ada yang ilang?" rambut hitamnya diterpa angin yang berhembus pelan, membuat tangannya terulur menyelipkan ke belakang telinga.
Aku suka adegan itu, dan semua tentangnya kini menyihirku jadi patung. Mantra apalagi yang diselipkan pada setiap kata yang dia ucap, keajaiban apalagi yang mampu dibuatnya melebihi perasaan ini.
Aku hanya menggeleng-geleng sambil menatapnya dengan tampang watadosku, aku sungguh benar-benar idiot kali ini.
Malu. Sangat malu, bila dia tahu kalau aku sedang memperhatikannya. Semua tentangnya sungguh diluar dugaan, dia adalah pertanyaan yang tanpa kutahu apa jawabannya.
"Ikut aku!" tangannya menarikku. Lalu gitar yang sedang kupegang disimpannya di atas meja, dia menarikku untuk turun.
Sekarang apa yang bisa kulakukan, mau meronta-ronta bagaimanapun aku tetap menikmati setiap detik sel-sel kulitku bersentuhan dengan sel-sel kulitnya. Ini sungguh benar-benar gila, sangat gila.
Dia membawaku keparkiran setelah sebelumnya mengambil tasku, di depan mobilnya kita berhenti.
Matanya kembali menatap mata ini. "Besok berangkat sama siapa?" tangannya berhenti menggenggam tangan ini. Es dalam diri ini mencair seketika. Aku kembali menggeleng-geleng, sepertinya dia tak mengerti ucapanku.
"Gak mau, atau belum ada pasangan?" dia bertanya. Aku mengangguk, karena kata terakhir itu yang aku maksud. Sulit memang, karena note yang biasa aku bawa habis tadi pagi.
Dia mengangguk-angguk. "Apa yang iya, gak mau dateng?" aku menggeleng cepat sambil menyatukan kedua alisku.
"Ya terus apa? Belum ada pasangan?" aku mengangguk cepat sambil tersenyum lebar.
"Oh. Bilang dong, eh maksudnya tulis dari tadi jadi aku gak bingung nebak nya," dia kembali memamerkan deretan giginya, dan itu terlihat lucu.
"Note nya kemana?" kepalaku serasa mau sengklek sebelah karena harus mengangguk atau menggeleng setiap kali menjawab pertanyaannya.
"Yaudah deh, kamu berangkat sama aku aja!" sekarang mata ini justru ingin loncat lalu menari-nari, baru saja Wala mengajakku untuk datang bersamanya besok malam. Kesempatan yang takkan mungkin kudapat dua kali, jadi tunggu apa lagi?
"Jadi, kita harus ambil baju dulu di butik. Soalnya ada penilaian kostum untuk diperlombakan secara berpasangan, nanti juga kita bakalan jalan di catwalk dan pokoknya seru banget deh!" seperti yang kuharap, dia begitu bersemangat dan dia malaikatku.
Aku hanya bisa tersenyum, tersenyum, dan begitu seterusnya. Memang hari ini ada banyak bunga sedang bermekaran di dalam sana, ada banyak nama terukir namun yang paling besar dan jelas adalah dia.
Entah kemana dia membawaku, tapi aku sungguh menikmati tiap detik matanya menatapku tiap detik senyumnya membuat darah ini mengalir lancar hingga jantung ini kewalahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine Of Us [COMPLETED]
Romance[Revisi setelah extra chapter] Awalnya dia adalah temanku, teman terbaikku. Tapi setelah status kami sebagai teman, kini dekat menjadi sahabat. Lalu kini status sahabat itu mengantarkanku pada perasaan yang sesungguhnya, aku memungkiri hal itu. Seti...