Pagi ini banyak orang yang berlalu-lalang keluar masuk gedung sekolah, alasannya adalah karena persiapan untuk acara besok malam.
Terlihat Jevan sedang sibuk dengan penataan dan dekorasi lapangan yang nantinya akan disulap menjadi panggung ekspresi, dan untuk perlombaan bernuansa olahraga akan diadakan di aula utama sebelah barat.
"Hai Van!" sapa Wala dengan senyum bermekaran.
Jevan menoleh tanpa ada senyuman, datar. "Udah kamu lakuin?!" tanyanya sambil menuliskan sesuatu pada kertas diatas papan yang dipegangnya. Wala mengangguk.
"Terus apa yang kamu pikirin?" tanya Jevan lagi. Wala menunduk lalu mengambil nafas dalam-dalam.
"Kamu bener Van, mungkin ini jalan yang terbaik buat dia dan kita semua" Wala beralih menatap pekerja yang sedang kewalahan mengangkat barang.
"Gadis penurut," Jevan mengelus-elus pipi Wala, dan seketika kenyamanan mengendalikannya.
"Sebagai balasan, pulangnya kita jalan!" Jevan menoel hidung Wala, membuat rona merah pipinya keluar.
Wala tersenyum bahagia. "Makasih," jawabnya memeluk Jevan.
"Ehm!" seseorang berdehem, Wala melepas pelukan lalu menoleh pada orang itu.
"Eh! Ada apa?" Wala berjalan mendekati orang yang memanggilnya dengan deheman tadi.
"Penyambutan nanti diganti jadi siapa?" salah satu panitia acara sekolah ternyata yang menghampirinya.
"Cakra kemana emang?"
"Dia gak dateng hari ini, dari kemarin gak bisa dihubungi" jawabnya menciptakan kekesalan dihati Wala.
"Wal! Gimana?" tanyanya mengagetkan.
"Em- setengah jam lagi gue kabarin, on chat terus!" Wala bergegas pergi mengambil tas lalu memberhentikan taksi.
°°°
Tok... Tok... Tok...
Suara engsel pintu berdecit, Radit yang keluar dari dalam. Mulut Wala sudah gatal ingin memarahi dan memaki Cakra.
"Eh- Wala?" Radit keluar dengan wajah yang tegang, efek melihat raut Wala yang penuh amarah.
"Cakra mana?!" tanyanya membentak, membuat tubuh Radit sedikit terlonjak.
"Cakra? Waduh gak tau tuh," jawabnya gugup lalu menegakkan tubuh seraya menutupi pintu.
"Jangan bohong! Cakra mana?!" bentak Wala dengan kepala segera meledak.
"Gak ada," Radit menghalangi Wala yang hendak masuk dengan tangannya.
"Minggir!" Wala menarik tangan Radit hingga dia tersungkur kedepan.
Dia berjalan masuk dan ternyata didalam ada pemandangan yang membuat emosinya semakin terpancing, Cakra sedang berdua dengan Sharon. Mereka tertawa sambil saling menyuapi satu sama lain, wajah Wala terbakar seketika.
"Oh jadi ini alasan kenapa sekarang kamu gak ada di sekolah?!" Cakra dan Sharon langsung berjauhan, mereka sama-sama kaget melihat kedatangan Wala.
"Wal!" Cakra menyapu mulutnya dengan tangan.
"Ini gak seperti yang kamu pikirin," Cakra beeusaha menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
"Udah deh! Mending sekarang kamu ikut aku!" Wala menarik tangan Cakra, namun dia menolak.
"Karin masih sakit Wal, tolong kasih perkatian lebih buat dia!" pinta Cakra sedikit penolakan.
"Ada Sharon yang bisa jagain dia 24 jam, dan lagipula Radit masa gak bisa ngatasin pacarnya gitu aja!" Sharon dan Radit hanya menyaksikan dikejauhan, mereka sama-sama tak bisa berbuat apa-apa.
"Sekarang pilihan ada ditangan kamu, mau acara ini sukses atau berantakan, dan hancur?!" Cakra diam, Wala masih menunggu jawaban.
"Mau ditaruh dimana nama baik sekolah kita?! Untung selama kamu gak ada, Jevan yang ambil alih" Wala sudah putus asa dengan Cakra yang terkadang keras kepala.
"Apa?! Jevan?! Kenapa harus dia yang ambil alih?!" sekarang malah Cakra yang balik memarahi Wala. Sedangkan ada yang tidurnya terganggu lalu terbangun dan mendengar perkelahian mereka dari balik pintu.
"Lalu aku tanya sama kamu, kemarin-kemarin kamu kemana? Hah?!" mata mereka saling menatap, namun kali ini tatapan amarah yang saling dilemparkan.
"Berduaan sama dia?! Mesra-mesraan sambil suap-suapan, gitu?! Itu kan alasan kamu!" jari Wala menunjuk tepat diwajah Sharon, sahabat sedari kecilnya itu.
Dadanya memompa lebih cepat dari biasanya, namun kali ini disertai rasa sakit yang amat perih.
Cakra masih dalam keadaan mematungnya, melihat setiap sirat amarah yang keluar dari mata itu. "Dan kenapa Karin bisa ada disini?! Kalian gak tau caranya, gak tau cara yang terbaik buat dia." Wala terduduk disertai isakan disana.
"Gue yang lebih tau mana yang terbaik buat dia, kalian semua salah! Gue tau Karin, dan apa yang baik buat dia!" Wala terus menatap Cakra, suasana disini mencekam.
"Tapi lo gak tau perasaannya!" Cakra bersuara setelah Wala hendak melangkahkan kaki untuk pergi.
"Gue baik-baik aja kok, gak perlu khawatirin gue ada Sharon sama Radit" tepat dibelakang Wala, Karin terbangun lalu ada tetes-tetes air mata yang turun dipipinya.
Wala segera melangkahkan kaki untuk pergi dengan sejuta air mata membasahi, teriakan dari orang yang hendak menghentikannya tak mau lagi di dengar.
Dia berlari menjauh karena takut air mata itu jatuh lagi. Dia jatuh terduduk, berteriak namun disini tak ada siapapun. Teriakan serta tangisannya tertutupi oleh hujan yang turun tiba-tiba dan menjadi semakin deras.
Dadanya sakit, jantungnya berdegup semakin kencang. Berkali-kali dia memukul aspal jalanan dengan tangan hingga terdapat luka disana.
Seketika hening, teriakan dan tangisannya berhenti. Kedamaian menyelimutinya hingga ia lupa akan rasa sakit itu.
•••
Published on 11 June 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine Of Us [COMPLETED]
Romance[Revisi setelah extra chapter] Awalnya dia adalah temanku, teman terbaikku. Tapi setelah status kami sebagai teman, kini dekat menjadi sahabat. Lalu kini status sahabat itu mengantarkanku pada perasaan yang sesungguhnya, aku memungkiri hal itu. Seti...