Aku baru saja melilitkan dasi abu-abu ke leherku sambil memerhatikan penampilanku lewat cermin besar ini, hari pertama sekolah pasti hal yang mendebarkan bukan? Apalagi dengan keadaanku yang seperti ini semakin memacu adrenalin untuk bertemu teman baru. Atau mungkin, tidak sama sekali.
Tok... Tok... Tok...
Wanita cantik yang siap menyalurkan energinya padaku sedang berdiri diambang pintu, Bundaku. Bunda yang selalu cantik setiap saat, selalu tersenyum walaupun aku tahu dia kecewa denganku.
"Makan dulu yuk!" ajaknya merangkulku, dan membawakan tasku.
"Eh, si den ganteng udah siap-siap mau sekolah," mbo Sri menyambutku dengan sarapan yang sedang disajikannya.
Aku mengangguk mantap, kemudian merasa sedikit lesu. Entah kenapa aku juga tidak terlalu memikirkannya.
Aku membalikkan pring di depanku, mengambil beberapa sendok nasi ke piring kemudian bunda menyodorkan lauk-pauk sebagai teman sarapanku. Kemudian semua sunyi, hanya ada suara sendok, garpu dan piring yang beradu.
°°°
Karena kepindahanku yang tidak sejalan dengan penerimaan siswa baru, maka dapat dipastikan bahwa nantinya aku akan memperkenalkan diri di depan semua orang.
Semua orang! Itu akan menjadi hal yang buruk bagiku, pasalnya aku yang seperti ini mana bisa?!.
Aku terus membayangkan hal-hal buruk hingga tak sadar sekarang mobil bunda sudah terparkir, gedung putih menjulang tinggi nan bagus menyambut kedatanganku saat membuka pintu.
"Ayo!" bunda mengaitkan tangannya ke tanganku.
Kami pun berjalan menelusuri koridor sekolah, sesekali aku membetulkan rambutku ke atas membentuk sebuah jambul. Aku menghela napas berat, saat tepat berdiri di depan ruangan kepala sekolah. Berusaha menetralisir semua rasa tegang, grogi, dan nervous yang menghantuiku sejak pagi tadi.
Senyumku mengembang-ngembang saat langkah pertama memasuki ruangan kepsek, disini terasa begitu menggembirakan dibanding tadi. Kepsek yang sudah dipastikan adalah seorang wanita mempersilahkan kami duduk, lalu tak lama seorang office boy datang membawa dua cangkir berisi teh hangat.
Ada energi yang mengalir begitu saja kala jari-jemari bunda mengait di jari-jemariku. Bu kepsek itu menyuruh salah satu staf untuk mengantarkanku ke kelas, dan yang pasti agar tidak mendengar obrolan mereka.
Aku mulai memberanikan diri berjalan berlagak santai seakan tak ada apa-apa padahal gempa dan tsunami ada di depan mata, jelas dan begitu nyata. Sampai. Di hadapanku sekarang adalah pintu yang akan menentukan apakah nanti aku memiliki banyak teman, atau mungkin tidak sama sekali.
Tok... Tok... Tok...
Tanganku mengetuk pintu sebanyak tiga kali, menampilkan seorang guru sedang tersenyum kearahku. Dan seakan tahu bila ada murid baru, ia pun mempersilahkan aku untuk masuk lalu memperkenalkan diri.
Disini. Didepan sini, sorot mata seluruh ruangan ini memerhatikanku heran. Aku mulai lemas saat guru tadi mempersilahkan aku untuk memperkenalkan diri untuk yang kedua kalinya.
Aku mengambil spidol yang berada di meja lalu menulis namaku di papan tulis. Semua orang memerhatikanku dengan tatapan yang tak biasa, guru tadi pun hanya memberi tepukan tangan lalu mempersilahkan aku duduk.
Sepertinya tempat yang strategis untukku adalah bangku kosong yang berada di pojokan sana.
•••
Published on 14 April 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine Of Us [COMPLETED]
Romance[Revisi setelah extra chapter] Awalnya dia adalah temanku, teman terbaikku. Tapi setelah status kami sebagai teman, kini dekat menjadi sahabat. Lalu kini status sahabat itu mengantarkanku pada perasaan yang sesungguhnya, aku memungkiri hal itu. Seti...