"Karena bahagiaku, ketika dia bisa tersenyum." - Malaikat baik
"Wala!" seseorang yang kurasa bunda menggedor-gedor pintu kamarku, mataku enggan membuka sejak shubuh tadi aku terbiasa bangun siang bila sedang datang bulan terlebih lagi di penghujung minggu seperti ini.
"Wala! Ada teman kamu di bawah, katanya mau ketemu." mataku terbuka, entah karena sinar matahari yang masuk lewat celah jendela atau karena teriakan bunda tadi.
Aku bangkit dari tidurku lalu berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka.
"Hai!" sapaku setengah tersenyum, dia ikut tersenyum ke arahku. Aku mengucek-ngucek mataku, tampaknya aku masih mengantuk.
"Lari pagi yuk!" dia menuliskan kalimat di atas kertas note, aku menggeleng-geleng sambil terus mengucek mataku.
Aku terlalu malas beraktifitas di minggu pagi yang dingin ini, padahal dokter sudah menyarankan untuk berolahraga agar proses pemulihannya lebih cepat berlangsung.
"Aku maksa!" kata yang sama seperti saat aku memaksanya kemarin malam untuk naik ke atas panggung, aku malas sekali.
"Kalau ada apa-apa gimana?" dia kembali menulis.
"Kan ada rumah sakit," aku mendecak kesal, ada niatan untuk berolahraga namun aku malas bila harus berada di luar rumah.
"Tapi olahraganya di gym aja ya?" dia menulis, moodku rasanya kurang baik hari ini.
"Udara di luar lebih sejuk, aku maksa untuk yang kedua kalinya!" dia menatapku, aku sangat malas.
"Kalu gitu aku pulang!" aku menyanggah tangannya, sungguh menyebalkan sahabat baruku ini dia sudah mulai pintar membujukku.
"Oke. Kali ini kamu berhasil Cak! Aku ganti baju dulu," aku berjalan menuju kamar mandi untuk menggosok gigi lalu berganti baju.
°°°
"Stop! Aku capek harus lari mulu, istitahat dulu dong!" aku duduk di bangku taman, Cakra menyebalkan hari ini kerjaannya hanya menjahiliku sedari tadi.
Benar katanya, tubuh ini sedikit lebih membaik kurasa. Aku masih mengatur nafasku, entah apa yang membuatku teringat pada Karin. Apa seharusnya aku jujur saja dengan keadaanku yang sesungguhnya? Tapi aku belum siap malu didepannya, aku takut dia menjauhiku nantinya.
Aku tersentak kala Cakra menggoyang-goyangkan tanganku, aku menoleh dia memamerkan deretan giginya.
"Apa?" aku sungguh sebal dengannya, dia orang yang hari ini sangat menghancurkan kan mood tidurku.
"Ikut aku dulu sebelum pulang!"
"Ngapain? Aku capek ah Cak mau pulang aja langsung," dia menarik-narik tanganku untuk bangkit dan mengikutinya, aku menggeleng-geleng lemas.
"Kali ini kamu gak bisa maksa aku lagi," aku bangkit kemudian berjalan berlainan arah dengannya, namun tangannya masih mengait pada lenganku.
"Ayolah, sebentar aja!" aku menggeleng-geleng melihat tulisannya kemudian terus berjalan lurus.
"Gak!" aku masih berjalan, tapi dia diam di belakangku. Aku memutar badan melihatnya tengah berdiri sambil menatapku, tak sampai hati aku menolak ajakannya.
"Mau kemana?" aku berjalan mengikutinya, selain Karin ternyata ada lagi satu makhluk menyebalkan dihidupku.
Kami sampai di taman dalam, dia berhenti di depan gerobak penjual es krim lalu membeli satu buah, awalnya kukira dia akan memberikannya untukku tapi dia malam memberi aku segelas susu cokelat.
"Boleh tuker gak sama es krim kamu?" sepertinya salivaku menetes, aku haus sekali.
"Gak. Ikut aku dulu!" setelah melihat tulisan itu aku merasa sedih, lalu dia menarik tanganku lagi.
"Aku punya challenge, tugas kamu itung mobil yang lewat. Aku mobil warna merah, kamu warna biru." aku hanya mencebikkan bibir seraya menatap sendu susu digenggamanku, berharap dia akan membelikanku es krim.
"Gak usah sok sedih, kalau menang dan paling banyak aku traktir es krim sama gerobaknya." aku tertawa, dia tersenyum. Kami saling menatap satu sama lain, sifat Cakra yang asli sepertinya sudah terlihat.
"Janji?" aku menyodorkan jari kelingkingku, dia mengikutiku mengaitkan kelingkingnya.
"Satu, dua, tiga! First dong," aku terkekeh kecil seraya meneguk susu cokelat ini, dan kalian tahu kami sedang dimana? Kami sedang duduk di trotoar jalan dan memulai challenge nya.
Tak-tik yang Cakra buat cukup strategis, dia menuliskannya dalam notenya seperti pada saat perhitungan hasil voting. Tadinya aku ingin mengikuti caranya, namun dia pelit untuk membagi selembar kertas notenya padaku katanya "pakai cara masing-masing!".
Aku sudah mulai mengantuk dan bosan pastinya, entah kapan challenge ini berakhir. Cakra masih saja menghitung mobil yang lewat, aku lebih memilih menenggelamkan wajahku dibalik lipatan tangan.
Senja sudah hampir habis dan tubuhku terasa lengket dan bau keringat, ingin sekali mengguyur habis tubuhku dengan air rasanya segar sekali.
Ada yang menepuk pundakku, aku menoleh dan rupanya itu Cakra dan sebuah kalimat di notenya.
"Pulang yuk!" kata yang selalu aku inginkan muncul di notenya.
"Kamu gak lagi sakit kan?" aku memegangi dahinya, merasakan keanehan yang ada. Dia menulis lagi.
"Gak lah, ayo Wal!" dia menarik tanganku, aku bangkit kemudian menyesuaikan keseimbangan.
Matahari sudah mulai kembali pulang, tapi disini ada sebercak lukisan di langit indah sekali. Setidaknya dipenghujung minggu kali ini ada cerita baru dihidupku, dan sahabat baru pastinya.
Aku harap dengan sisa hidup ini, aku bisa banyak belajar dan tentunya tertawa bahagia.
°°°
Published on 16 Mei 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine Of Us [COMPLETED]
Romance[Revisi setelah extra chapter] Awalnya dia adalah temanku, teman terbaikku. Tapi setelah status kami sebagai teman, kini dekat menjadi sahabat. Lalu kini status sahabat itu mengantarkanku pada perasaan yang sesungguhnya, aku memungkiri hal itu. Seti...