Pagar besi putih menjulang tinggi dihadapanku, aku mengecek nomor rumah ini memastikan agar tak salah sasaran.
Aku membuka selot dari luar lalu berjalan memasuki pekarangan, aku menekan bel beberapa kali lalu disambut seorang wanita cantik dan ku pikir ia adalah bundanya Wala.
"Mau jemput Wala?" beruntunglah, sebelum aku malu karena menulis kalimat diatas sebuah note, bunda Wala sudah bertanya lalu aku memanggut-manggut dia pergi kedalam mungkin untuk memanggil sang malaikat.
Tak ada yang istimewa disini, sungguh bodohnya aku bagaimana bisa datang tanpa membawa apa-apa. Aku takut bila nanti Wala akan marah, dan tidak jadi pergi bersamaku.
Ada bayangan hitam, sosok perempuan dan kini ia datang dihadapanku dengan balutan gaun yang membuat kesempurnaannya sebagai wanita bertambah. Sang malaikat begitu cantik, aura yang keluar saat senyumnya tergambar begitu kuat. Tak seperti Wala dibalik layar, dia sedang bersandiwara berpura-pura baik dengan hal yang jauh lebih buruk.
Aku menganga melihatnya sekarang ini, dia begitu anggun dan entah apa yang harus kukatakan.
"Aku kira kamu gak bakalan dateng," dia berdiri tepat didepanku seraya tersenyum, dan senyuman ini adalah senyuman yang aku tunggu-tunggu sejak kemarin.
"Sekarang yuk!" ajaknya, aku memanggut-manggut lalu tangannya memegang lenganku.
Aku membukakan pintu mobil untuknya, kemudian berlari menuju kursi pengemudi.
Blug...
Aku sempat terdiam sejenak memandangi jalanan di depanku, beberapa detik kemudian aku menoleh pada Wala. Lalu aku menuliskan sebuah kalimat pada note dan menunjukkan padanya.
"Apa sekarang ini aku terlihat gak meyakinkan?" dia menoleh padaku, pupil matanya memanahku tepat pada sasaran. Aku bungkam, lalu menuliskan sebuah kalimat lagi.
"Janji kamu benar kan Cak?" lagi-lagi tatapan itu membuatku kaku. Di seolah tahu apa yang akan kukatakan sebelum aku menuliskannya sekalipun terkadang ia bisa tahu.
"Karin adalah sahabat terbaik yang aku punya, kabar dan berita yang dia bawa setiap hari selalu mengukir senyum diwajahku. Apapun kisah yang dia ceritakan selalu membuatku merasa senang dan berwarna, kekonyolan yang dia buat selalu hal yang paling aku rindukan darinya. Apapun hal yang dia berikan selalu yang terbaik untukku, dan segala yang kuberikan juga harus yang terbaik untuknya." tangannya menggenggam tanganku, sel-sel kulitnya bersentuhan dengan sel-sel kulitku dan ini begitu nyaman kurasakan.
Genggaman itu aku anggap sebagai energi yang dia punya, begitu kuat dan nyaman.
"Perumpamaannya, kamu punya dua buah permen yang satu udah kamu gigit dan yang satunya lagi masih terbungkus rapi. Terus aku dateng, kamu berniat mau ngasih permen itu ke aku lalu permen mana yang bakalan kamu kasih ke aku? Permen yang masih utuh dan bagus kan?"
"Biar kesakitan menjadi rahasia kita dan tuhan, dan biarkan kegembiraan menjadi hal yang dapat kita sebarkan. Kamu dan Karin adalah anugrah yang tuhan kirim untuk menjaga dan melengkapi aku disisa hidup yang entah kapan itu berakhir." air mata sang malaikat jatuh menetes ke atas punggung tanganku, tanganku terulur mengusapkannya.
"Jalan yuk!" dia tersenyum, lalu kutancapkan gas menggunakan kaki ini.
°°°
Semuanya tampak seperti pesta-pesta pada umumnya, pasangan yang datang memakai baju yang memang diperuntukkan untuk ini.
Saat sang malaikat turun tangannya melingkar di lenganku, bulu kudukku merinding saat dia begitu dekat. Kamipun berjalan masuk dengan santai, senyum sang malaikat terus saja mengalir tak henti-henti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine Of Us [COMPLETED]
Romance[Revisi setelah extra chapter] Awalnya dia adalah temanku, teman terbaikku. Tapi setelah status kami sebagai teman, kini dekat menjadi sahabat. Lalu kini status sahabat itu mengantarkanku pada perasaan yang sesungguhnya, aku memungkiri hal itu. Seti...