'30

419 25 1
                                    

6.45

Sinar pagi yang masuk lewat celah gorden membuat mata indah itu membuka. Setelah kesakitan yang dialaminya kini dia terlahir kembali dengan hati dan jiwa yang baru, salah dia bila tak mau berbagi keluh kesahnya pada orang yang dia anggap bisa mewujudkan cinta sejatinya, maka dari itu hingga sekarang dia tidak tahu kabar tentang Wala.

Walaupun kesakitan yang paling besar sudah dilewati olehnya, tapi cairan merah pekat yang menjadi rutinitas paginya selalu mengucur dari dalam hidungnya.

Dia membasuh wajahnya dengan air, lalu melihat keadaan wajahnya lewat pantulan cermin.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk!" jawabnya seraya mengelap wajah dengan handuk.

"Non, ada temen non di bawah katanya mau ketemu sama si non" mba Neni masuk dan memberitahu bila Wala kedatangan tamu. Dia sempat berpikir sejenak sebelum mengangguk.

Kakinya perlahan-lahan meniti anak tangga sambil berpegangan, dia tidak bisa melihat tamunya dari sini karena posisi yang membelakangi.

"Cari siapa ya?" tanyanya, namun tamu tersebut malah melingkarkan lengannya dipinggang Wala, dia tersentak kaget mendapat reaksi itu.

Dia hafal pelukan itu, dia adalah orang yang sudah mewujudkan impian Wala untuk mencicipi rasanya jatuh cinta. Aroma pafrum yang begitu dia hafal, dan segala tentangnya adalah obat bagi Wala.

"Kamu kemana aja Wal?" pria itu berbicara, Wala melepaskan pelukan meninggalkan tetesan air mata di jaketnya.

"Van," lirihnya menatap nanar Jevan.

"Aku nunggu kabar kamu?" Jevan memegang lengannya seraya menatap penuh arti.

"Katanya kamu pergi ke luar kota, kenapa?" Wala terdiam, mencari alasan untuk mengelak.

"Aku bosen disini," ucapnya seraya menundukan kepala.

Dia tak mungkin memberi tahu tentang keadaan dan penyakitnya pada Jevan. Dia takut bila nantinya Jevan akan meninggalkannya disaat dia mulai merasakan indahnya jatuh cinta, hanya karena penyakit yang diderita.

"Bosen? Kenapa harus pergi tanpa ada kabar? Aku khawatir sama kamu," Jevan menariknya kedalam pelukan, membuat tetes-tetes kesedihan turun membanjiri.

"Sstt... Jangan nangis gitu kalau kamu bosen kita jalan-jalan yuk! Mau?" ajaknya seraya melepas pelukan dan menyapukan pipinya.

Wala mengangguk, lalu bersiap-siap untuk memulai kisah baru sebagai wanita yang sudah merasakan indahnya jatuh cinta.

°°°

"Terus tante kamu kemana sekarang?" mereka tengah duduk dipinggiran jalan sambil menjilat ek krim berbalut permen kapas.

"Tante...? Em... Dia udah pulang sewaktu anter aku kesini," Wala membohong, didalam relung hatinya ada sebuah bibit yang mengganjal hati karena telah membohongi Jevan, dia tahu sesuatu yang ditutup-tutupi meski baik akan tetap terlihat buruk.

"Kamu suka bakso? Mi ayam? Sate?" Wala mengangguk, Jevan langsung menghabiskan sisa es krim ditangannya lalu menyalakan motor.

"Abisin es krimnya dulu!" Wala memasukan semua sisa es krim yang ada kedalam mulutnya, menyisakan remehan kecil di sekitar mulut.

Jevan terkekeh melihat sudut bibir Wala yang dipenuhi es krim cokelat, tangannya terulur menyapukan dengan tangan. "Lain kali kalau makan es krim itu jangan berantakan dek," ledek Jevan dan langsung mendapat pukulan dilengannya.

"Mulai ya!" Wala tersenyum, senyum yang berbeda dari raga yang sama.

"Yaudah naik buruan!" Wala berpegangan pada pundak Jevan untuk memastikan keseimbangannya.

Intertwine Of Us [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang