Hari ini tanggal merah, itu berarti aku bisa bermanja-manja dengan kasurku seharian penuh. Cairan merah pekat mengucur dari dalam hidungku, hanya sebagian kecil dari rutinitasku setaip pagi.
Tisu sudah siap sedia di atas nakas, seperti pada hari-hari biasa. Aku bangkit lalu berjalan dengan tergopoh-gopoh menuju kamar mandi untuk ritual pagi hari.
Tok... Tok... Tok...
"Non mau sarapan sama apa?" aku yang sedang berlindung dibalik selimut langsung terbangun.
"Bubur ayam mbak!!!" teriakku dari dalam kamar, kemudian tidak ada lagi suara dari luar. Setelah ritual pagi hari, badanku menggil seperti berada dalam freezer. Makanya sekarang aku menenggelamkan seluruh tubuhku dibalik selimut tebal ini.
Tapi setelah kurang lebih satu jam aku menenggelamkan tubuhku, aku merasa sangatlah bosan dan berniat ingin pergi mencari mood boosterku.
Rasanya pengap sekali di dalam sana, aku langsung bangkit dan berjalan menuju lemari untuk berganti pakaian. Sepertinya aku harus berolahraga di pagi hari ini, selagi waktu masih menunjukkan pukul setengah delapan pagi dan waktu yang tepat menurutku.
"Mbak, aku pergi keluar dulu!!" aku meneriaki mbak Neni, art rumahku. Dia datang menghampiriku saat aku memakai sepatu
"Sarapannya?"
"Nanti aja mbak"
"Mau pulang jam berapa non? Biar saya enak ngasih tau ibu dan bapaknya." dia berbicara dengan logat jawa yang sangat melekat, aku bangkit.
Aku melirik jam tangan yang melingkari pergelanganku. "Yaaa sekitar jam sembilanan deh mbak" aku tersenyum padanya.
"Oh ngge non, yasudah saya permisi dulu" aku melangkah pergi, mbak Neni pun begitu. Saat kakiku menginjak lantai teras, udara pagi yang masih sejuk dan dingin kental terasa.
"Pagi pak!" aku menyapa pak Sopo yang sedang mencuci mobil, dia tersenyum. Akupun melanjutkan aktifitas olahraga pagiku.
Aku hanya berjalan-jalan disekitaran kompleks, dan berharap menemukan moodboosterku kali ini. Dadaku terasa sesak seperti ada sesuatu yang menekan dadaku hingga aku tidak dapat leluasa bernapas.
Aku duduk di bangku taman dekat sini, berharap agar sesak ini segera berhenti. Tapi cairan merah pekat lagi-lagi mengucur dari dalam hidungku, namun dengan jumlah yang lebih banyak.
Untung saja aku masih didekat rumah, jadi bisa segera diatasi disana. Dadaku terasa semakin sesak saja, aku berjalan sambil menutupi lubang hidung dan memegangi dadaku menuju kamar.
Aku tak tahu apa yang sedang terjadi dengan penyakitku, apakah ini yang disebut sakaratul maut? Aku masih belum bahagia didunia tuhan.
Sebenarnya juga aku memiliki penyakit asma, mungkin karena badanku kurang fit makanya tadi dadaku sesak sekali. Tapi sekarang aku sudah menyemprotkan obat yang biasa orang pengidap asma miliki, ini mungkin adalah sebagian dari nafasku karena tanpa obat ini aku pernah sampai koma beberapa bulan.
Kepalaku pusing dan pening sekali, akhir-akhir ini aku seringkali merasakannya. Bahkan sampai aku merasa lemas dan tidak ada tenaga.
Aku membaringkan tubuhku diatas ranjang, berharap bila bangun nanti akan segera pulih kembali.
°°°
Siang ini aku ada chek up, ya mengenai seberapa jauh perkembangan pita suaraku. Bunda menyuruhku agar berangkat diantar olehnya, padahal awalnya aku akan berangkat sendirian, aku malu bila bunda selalu saja menemaniku rasanya seperti bocah umur 5 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine Of Us [COMPLETED]
Romance[Revisi setelah extra chapter] Awalnya dia adalah temanku, teman terbaikku. Tapi setelah status kami sebagai teman, kini dekat menjadi sahabat. Lalu kini status sahabat itu mengantarkanku pada perasaan yang sesungguhnya, aku memungkiri hal itu. Seti...