Hari ini hari selasa, ya aku tahu itu. Kemarin sewaktu pulang mengantar Wala, aku mampir ke sebuah toko pernak-pernik. Awalnya seluruh pasang mata melihatku aneh, biasanya hanya para wanita yang datang untuk membeli pernak-pernik.
Aku menemukan sesuatu yang sekiranya bisa menjadi alasan senyuman manis di bibir Wala, aku terlalu banyak berandai. Aku sengaja memarkirkan mobil di tempat yang dekat dengan pintu utama, tujuannya adalah agar selepas pulang sekolah aku bisa langsung mengajak Wala pergi.
Memang terlalu lancang berkata seperti itu, tapi entah kenapa akhir-akhir ini aku ingin sekali mendengar curhatannya lagi. Memang baru saja kemarin dia menghabiskan waktu bersamaku, tapi rasanya hari ini aku ingin membuat dia seperti putri dalam sehari.
"... terus kapan rencana lo buat nembak Wala?" oh shit, Radit bisa tahu kalau aku punya rasa dengan Wala? Malapetaka bagiku.
"Kenapa? Kaget gue tau tentang ini, udah lah Cak gak usah nutupin lagi gue tau kok. Buruan susun rencana supaya Wala gak disamber orang, gue duluan" Radit meninggalkanku dengan keadaan isi kepala yang berkeliaran, dia gak salah juga sih pikirku. Aku juga tidak bisa memungkiri lagi perasaan yang semakin hari semakin tumbuh dan berkembang ini, tapi rasa takutku masih terlalu besar dibandingkan keberanianku.
Seseorang menepuk pundakku, aku menoleh mendapati pak Dudut sedang berada dibelakangku. Aku tersenyum padanya.
"Saya tunggu ujian susulannya di ruang saya!" dia pergi, aku hampir saja lupa dengan ujian susulanku. Aku mengurungkan niatan untuk memberi hadiah ini, lalu bergegas menuju loker untuk menyimpannya sebelum pergi ke ruangan pak Dudut.
Dua jam lebih aku habiskan hanya duduk-duduk dan terus saja berfikir di dalam ruangan yang pengap ini, aku menyesal karena pernah membolos saat jam pelajaran masih berlangsung. Selesai juga akhirnya, pak Dudut pergi entah kemana akupun diamanahkan untuk menaruh lembar jawaban diatas mejanya.
Aku kembali lagi menuju lokerku, kali ini jam pelajaran olahraga berenang namun guru mata pelajaran yang bersangkutan memindahkan jadwalnya menjadi bulan besok. Maka dari itu sekarang aku harus bergegas berganti pakaian olahraga lalu bergabung dengan mereka.
Hadiah itu masih ditanganku, aku melihat Wala sedang duduk di tribun penonton bersama Karin. Aku berjalan berniat menghampirinya.
"Cakra! Kamu masuk sekarang!" perintah pak Gatot padaku, niatanku kembali gugur. Aku menitipkan hadiah itu pada Radit yang tengah duduk bersantai, aku sangat memperingatinya agar menjaga baik-baik hadiah untuk Wala.
Aku berlari kecil menuju tengah lapangan, pluit di bunyikan dan permainan pun akhirnya dimulai.
°°°
"Semua aman terkendali bos!" Radit memberiku hormat ala captain yang sedang upacara. Dia selalu saja berlebihan, dan membuatku selalu berhutang budi padanya.
Dia tahu sekali arti tepukan pudak yang aku berikan padanya, sepertinya dia sudah paham akan hal itu. Setelah sekian lama menanti-nanti, akhirnya aku bisa memberikan hadiah ini pada Wala.
"Hei Cak!" oh ya ampun, aku sekarang ini sudah seperti CEO yang sama sekali tidak dapat mengurusi urusan hidupku sendiri karena terlalu sibuk.
Awalnya aku ingin kabur saja, tetapi dia malah menarik pundakku untuk tetap disini. "Ada rapat buat turnamen futsal sekolah di ruang serbaguna, terus lo harus liat perjanjian turnamen MMA yang bakal diselenggarain di sekolah kita" itu sebagian kecil impianku, menjadi panitia dalam turnamen futsal dan MMA sekolah. Tetapi Wala adalah alasanku masih bertahan disini.
Dengan berat hati aku harus mengundur niatanku untuk yang ketiga kalinya, dan aku mengekori Delon menuju ruang serbaguna.
Disini, di dalam ruangan serbaguna, diatas meja panjang ini rapat sedang berlangsung. Tapi sebetulnya sedari tadi aku hanya mengangguk-angguk tanpa tahu apa yang sedang dibicarakan, Wala sudah menghipnotis ribuan saraf diotakku sehingga tak lagi mau melakukan sesuatu kecuali bertemu senyum dan tawanya.
Aku bisa gila kali ini, helaan napas yang berat tidak menghentikan rapat ini. Aku sudah muak dengan keadaan ini, selamat tinggal kata menunggu. Memang hari terburukku adalah hari ini, tadinya aku berniat meminta izin ke toilet tetapi rapat malah sudah selsai saat aku hendak meminta izin. Menjengkelkan bukan?
Aku bergegas pergi keluar setelah berjabat tangan, lalu entah apa yang Delon katakan tapi aku terus saja melaju tanpa lagi menghiraukannya.
Saat di belokan menuju lorong kelas, ada seseorang yang menabraku sehingga membuat hadiah untuk Wala jatuh berantakan. "Oh sori sori gue gak sengaja tadi!" ucapnya membantuku merapikan hadiah yang jatuh, aku menggeleng-geleng lalu bergegas pergi sebelum ada yang menghambatku lagi.
Saat aku berada di depan kelas, aku bisa melihat keadaan di dalam kelas yang kosong-melompong tak ada Wala disana. Kemana dia? Seseorang mengagetkan lamunanku, Karin tengah tersenyum.
"Nyari Wala?" tanyanya, aku mengangguk.
"Ada di kantin, susul sana!" aku menepuk pelan pundaknya, lalu berlari kecil menuju kantin.
Dan disana, memang benar Wala disini, tapi ternyata dia tengah bersama Jevan, kakak kelas yang baru pindah hari ini dan dialah orang yang baru beberapa menit lalu tangannya ikut kujabat.
Entah kenapa dadaku seperti dihisap sampai tidak bisa bernafas, jantungku berdebar tak beraturan. Aku mengurungkan niatanku, mungkin lain kali saja aku memberikannya dan lagipula mungkin dia sedang ada urusan dengan Jevan.
Aku hanya duduk-duduk saja di pinggir lapangan, memandangi langit yang entah akan kusebut cerah atau mendung sekarang ini.
Bruk...
Seseorang nampak tergeletak disana, dia terjatuh dengan setumpukan buku yang dia bawa. Aku langsung berhambur menolongnya, tanganku kuulurkan untuk membantunya berdiri.
"Makasih" ucap cewek tersebut padaku, dia kembali membereskan buku yang tergeletak tetapi sebelum itu dia menatapku tepat pada pupil ini.
Aku berniat membantu membawakan sebagian dari bukunya, dia terlihat menerima tawaranku. Aku mengekorinya menuju ruangan yang kusebut perpustakaan, dia menaruh buku-buku itu dikeranjang lalu aku menuruti apa yang dilakukannya.
"Makasih udah repot-repot" dia tersenyum, aku memanggut-manggut lalu segera lenyap dari perpustakaan ini.
Yang biasanya kami lakukan adalah bernyanyi di rooftop sambil ditemani angin yang ikut menyanyi, maksudku adalah ketika aku dengan Wala.
Mungkin saja dia sedang disana, dengan sangat terburu-buru aku berjalan menuju rooftop. Kulirikkan mata ini ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku, menunjukan pukul 4 sore aku tak perduli bahkan bisa saja aku menginap di sekolah ini.
Masalah tadi sudah kulupakan dan kubuang jauh-jauh, lagipula kita hanya 'sahabat' ini kan?
Saat aku melangkahkan kaki ke atas rooftop ini, disini tidak ada siapa-siapa selain tumpukan barang rusak. Aku sedikit kecewa melihatnya tidak disini, aku menutup kembali pintu rooftop dan menguncinya.
Mungkin dia sedang benar-benar sibuk atau ada urusan lain sehingga tidak bisa bertemu, aku ingin menghubunginya tetapi nomorku diganti karena kemarin-kemarin aku lupa tidak mengisi pulsa sehingga menyebabkan kartuku hangus dan tidak bisa dipakai kembali, lagipula ponselku tertinggal di atas nakas karena saking terburu-burunya pagi tadi.
Rumah. Itu tujuan di akhir soreku ini, memejamkan mata dan berharap bertemu tawa dan senyumnya dalam mimpiku.
•••
Published on 2 june 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine Of Us [COMPLETED]
Romance[Revisi setelah extra chapter] Awalnya dia adalah temanku, teman terbaikku. Tapi setelah status kami sebagai teman, kini dekat menjadi sahabat. Lalu kini status sahabat itu mengantarkanku pada perasaan yang sesungguhnya, aku memungkiri hal itu. Seti...