Vania mengucek-ngucek matanya saat mendapati handphone miliknya berbunyi nyaring beberapa kali.
"Ah, elah! Siapa, sih, nih?! Gangguin orang mimpi dicium Chico Lachowski mulu!" Omelnya. Matanya membelalak lebar.
Shit!
Itu adalah mama negaranya.
"Ha-hallo, ma."
"Kamu di mana?! Kenapa jam segini belum pulang?!"
"A-aduh.. Maaf, Ma. Vania... Lupa bilang ke mama kalau Vania malam ini nginep di rumah temen."
"Harusnya kamu bilang dulu. Mama, papa, abang sama adek kamu khawatir, nih!"
"Eh, i-iya, ma. Maaf. Besok pagi Vania pulang kok."
"Nih, abangmu mau ngomong."
"Wassup, bang!"
"Wassap wassup! Lo di mana?"
"Gue di rumah temen, ogeb. Kan gue udah bilang ke mama."
"Temen yang mana? Cowok apa cewek? Rumahnya di mana? Tinggal ama siapa aja? Lo tau asal--"
"HEH! Gue cuma nginep sehari doang, gila! Gue bukan anak kecil lagi! Santai aja kali, gue bisa jaga diri kok."
"Ya udah, temen lo namanya siapa?"
"Bian."
"Cowok apa cewek?"
"Cowok, bang."
"HEH! Lu gila apa sarap?! Lo nginep di rumah cowok sendirian?!"
"Et dah! Santai aja kali! Gue ama Bian kan udah sahabatan dari jaman kuliahan, bang! Dia pernah ke rumah kok. Baik dia orangnya.. Kagak akan macem-macem deh, suer!"
"Tetep aja, ogeb. Dia cowok! Yang namanya cowok kalo udah liat girls with guard down, udah susah nahan kali!" Ujar Brian merendahkan suaranya.
"Termasuk lu, ya, bang?"
"Heh! Napa jadi gue?! Elu yang lagi diomogin, ingus tapir!"
"Ehe.. Iya, bang. Ampun. Kagak usah khawatir, dah. Lagian di sini dia sama adik perempuannya, kok. Aman deh!"
"Awas aja lu balik-balik kagak utuh lagi! Gue tebas tuh punyanya bocah!"
"Ett... Iya, bang! Tenang aja! Malem, abang, mama!"
Tutttt..
Sambungan telepon Vania matikan sepihak. Ia malas mendengar omelan mama dan abangnya itu. Kepalanya terasa sedikit pusing sekarang. Ia pun menjatuhkan badannya lagi ke kasur milik Fabian.
Begitulah keluarga Vania kalau sudah berdebat. Tidak terdengar seperti turunan Inggris lagi, tapi layaknya murni orang Indonesia.
"Mama sama abang lu?" tanya Fabian dari sisi sebelah kiri kasur. Posisi mereka saat ini di pisahkah oleh dua buah guling milik Fabian di tengah mereka.
Fabian menghormati Vania. Ia tak mau dikira lelaki kurang aja yang seenaknya mengambil kesempatan. Ia masih memperhatikan nilai-nilai moral, ya, walaupun hanya yang masuk di akalnya saja.
Tapi setidaknya ia menghormati perempuan. Dan karena itu Vania mau bersahabat dengannya. Fabian memang bukan tipe lelaki romantis yang akan melakukan hal-hal cheesy untuk membuat perempuan senang. Ia bukan womanizer.
Tapi ia menghormati mereka. Ia tak mau memberi harapan layaknya lelaki lain pada perempuan yang bahkan ia tak inginkan untuk berada dalam hidupnya. Karena itu dia dianggap kutu buka tertutup atau geek.
KAMU SEDANG MEMBACA
DA BOSS
Novela Juvenil"Because life is unexpected."- VLMD Ps. Gak berpedoman pada EYD :")