Beberapa hari telah terlewati sejak kejadian itu. Semenjak saat itu, gue bertukar kontak sama mamanya Shawn. Kadang dia suka tiba-tiba telepon untuk ajak temenin makan siang atau belanja bareng. Atau bahkan minta pendapat tentang makanan sekalipun. Pokoknya mamanya Shawn itu jadi sering ngontak gue gitulah.
Gak tau kenapa tuh ya. Ngeri gue lama-lama. Gue hanya bisa berharap semoga mamanya Shawn gak telepon gue la---
-bszzzzzzttt-
Lah, hp gue geter lagi. Tuh kan, mamanya Shawn telepon gue lagi. Gila, apa lagi sekarang? Gue sih bukannya gak suka dia, tapi gue tuh suka tiba-tiba mati kutu sendiri kalau ngobrol sama dia, apalagi kalau udah bawa-bawa masalah status dan si Shawn itu.
Maksud gue tuh... ya terus urusannya Shawn sama gue apa? Mau dia single, mingle, tetat tetot duk duk belekok pun kagak ada urusannya sama gue gitu.
Dia itu bos gue. Camkan, bos gue. Deket kagak, sodara bukan, temen juga bukan gitu. Kagak ada hubungannya gue sama si Shawn itu lah pokoknya.
Gue pun geser icon untuk terima panggilan telepon itu. "H-hallo?" Kata gue gugup.
"Vania, apa aku mengganggu?"
Gak ganggu sih, cuma ya.. begitu. Keseringan.
"Ah, tidak, Nyonya. Memangnya kenapa?"
"Ah, begini. Sehuhungan dengan anniversary kantor besok, aku ingin memintamu untuk menemaniku ke butik sore ini karena aku lupa memesan gaun sebelumnya."
Anjay. Gue juga lupa cari dress, gila! Eh, kagak-kagak. Gue banyak dress bagus yang gue bawa dari Indonesia di lemari.
"Umm... bagaimana, Vania? Apa kau bisa?"
Gue menghela nafas pelan, "Tentu, Nyonya."
****
"Nah, itu! Cocok sekali untukmu, Van!" Mamanya Shawn tersenyum sumringah gitu saat liat gue keluar pake dress yang dia pilihin.
Lah, gue bingung. Awalnya dia pan ngajak gua buat milih dress nya dia. Kenapa jadi gue yang ikutan fitting sekarang?
Dia sih tadi liat terus cobain sebentar jiga udah beres. Lah, gue? Ini dress ke- 7 yang udah gue coba hari ini dan baru cocok. Padahal gue gak terlalu minat beli. Bukannya gue gak suka, tapi harganya itu bisa buat tabungan gue hampir ludes.
Gue bisa aja minta tambahan dana ke papa atau mama. Tapi, kan gue ke sini pengen mandiri. Masa baru terima gaji udah main namprak duit ke orang tua?
"Kami ambil itu juga!" Kata dia bersemangat gitu. Gue tiba-tiba ngerasa gak enak.
"Ehh, Nyonya. Saya rasa ini tidak perlu... Saya bisa memakai dress yang saya punya di lemari. Ini terlalu berlebihan. Saya tidak enak menerimanya,"
"Shh.. anggaplah ini sebagai hadiah dariku karena telah menemaniku sehari-hari meskipun kau lelah berkerja dan terkadang harus sampai cuti."
"Tapi-"
"Tidak ada tapi-tapian. Keputusanku sudah final, Dear." Aura bossy mama Shawn muncul. Gue menciut dan ngangguk-ngangguk nurut aja udah.
"Jumpa lagi besok malam, Dear. Jangan dandan berlebihan, kau sudah cantik, ok?"
"Okay. See you tomorrow too, Ma'am."
****
Gue memutar lagu di mobil Milly karena gugup. Sesuai dengan maklumat mamanya Shawn, gue pakai dandanan mode natural tetapi gue fokusin sedikit di mata.
Milly nyetir santai, dia juga udah cantik dengan dressnya dan rambut yang dia urai dan jepit poni kebelakang.
"Van, are you okay?"
"Yeah, why ask?"
"Kau terlihat resah. "
"Ah, mungkin aku hanya gugup karena ini pesta pertamaku di sini,"
"Just relax, girl. Berdoalah semoga nanti kau bisa menggait salah satu dari pengusaha-pengusaha muda dan kaya itu."
"Pestanya umum?"
"Rekan kerja dari perusahaan juga diundang. Kau lupa? Aku kira aku sudah memberitahumu."
"Benarkah? Ah. Mungkin."
****
Shawn meneliti hampir setiap orang yang datang di sini dengan tatapannya yang tajam. Tux formal melekat dengan pas di tubuh kekarnya. Di tangannya ada segelas champagne.
Di mana dia?
Pikiran Shawn hanya tertuju pada seorang gadis yang selama ini sering diceritakan oleh ibunya.
Apa dia memang siap untuk itu? Entahlah, perasaanya pun gelisah. Ya, semoga saja dia tidak mengacaukannya.
Pandangannya terhenti pada seorang gadis yang berjalan anggun memasuki ballroom tersebut dengan dress putihnya yang menawan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dan di situlah semua keraguan Shawn menghilang.
****
"Dear! Kau terlihat menawan! Perfect!" Mamanya Shawn langsung cipika-cipiki sama gue. Dan gue pun hanya senyum aja.
"Bersiaplah." Dan dengan itu dia pergi ninggalin gua yang kebingungan parah! Siap-siap ngapain?
Tempur?
Terus, entah kemana si Milly perginya. Mungkin dia mulai coba misi menggait cowoknya. Dari awal dia emang udah ambisius gitu.
Sudahlah.
Nggak lama pun acara di mulai. Satu persatu orang penting yang berperan dalam keputusan perusahaan ngasih pidato di mimbar sedikit.
Shawn selaku CEO dan pemegang saham terbesar maju ke mimbar dan mulai berbicara.
Gue gak bisa boong. Dia tampan dan auranya kuat banget. Gue aja sampai agak merinding gini saking kagumnya.
Setelah beberapa ucapan terima kasih, tiba-tiba si Shawn manggil nama gue.
Wait... whattt?
Nama gua?
Iya dia panggil nama lengkap gue. Tatapan dari orang-orang mulai mengarah ke gue. Ya lord, gue malu banget ini.
Dengan gugup pun gue mulai menghampiri Shawn di atas panggung. Maunya apa sih?!
Gue coba tersenyum saat liat dia. Demi apapun gue gugup banget! Man ini muka blushing parah.
Shawn malah tersenyum lembut gitu ke gue. Gue meleleh anjir! Tangannya mulai ambil tangan gue buat di genggam.
Lah, ni anak pegang-pegang di depan umum, bikin sensasi aja, sih!
"Vania, I know it's too fast that we just met a few weeks ago, but..."
Gue menggigit bibir bawah gue, nunggu dia lanjutin ucapannya. "But I feel that.. this is one of the best decisions I have ever made in my life so far. So... Vania Drewston,"
Lah lah lah lama banget lu di potong potong ngomongnya!
"Will you marry me?"
****
Udah setengah tahun gue gak jenguk cerita ini haha.