Walaupun hidupku tidak lengkap tanpa adanya mamah Aku patut bersyukur karena tuhan telah mengaruniakan seorang papah yang sangat perhatian padaku, beliau adalah separuh dari hidupku.
"Sudah makan...." ucap Papah sambil membuka ikatan dasi yang menyimpul di leher jenjangnya.
"Hmmm..... sudah..." aku berjalan ke dapur dan memasak air sambil bibirku terus bersenandung kecil, membuatkan papah kopi saat pulang kerja adalah rutinitas harianku.
"Mit... sebenarnya papah ingin bicara ini dari dulu..." aku menghentikan nyanyianku, kedua bola mataku memperbaikan papah yang sudah duduk di kursi, sepertinya ini obrolan yang serius.
"Soal apa...??" Kopi yang ku buat telah siap, aku membawanya ke meja di mana papah menungguku di sana.
"Papah ingin kita pindah rumah..." aku diam menunggunya melanjutkan ucapannya, hatiku seperti tidak bisa menerima ucapan papah.
"Rumah ini, hanya membuat papah tidak bisa bangkit dari bayang bayang masa lalu, kamu tahu maksud papah kan...??" papah memandang kedua mataku, aku melihat kesedihan di sana saat kedua bola mata kami saling bertemu.
Memang papah tidak pernah bisa bangkit dari rasa keterpurukannya saat mamah meninggalkan kami untuk selama lamanya, nenek yang bercerita semuanya padaku bahwa papah sangat mencintai mamah, dan aku rasa sampai sekarang papah masih mencintai mamah, aku dapat melihat dengan jelas saat papah diam duduk di taman sambil memegang foto mamah, mungkin jika papah seorang perempuan ia akan menangis tersendu sendu.
"Baiklah..." aku sadar kata baiklah yang ku ucapkan akan membawaku pada penyiksaan batin, karena aku akan meninggalkan orang yang kucintai di sini, namun tidak ada yang penting di dunia ini kecuali papah, aku tidak bisa egois sedangkan ia terlalu banyak menderita untuk ku.
Entah kenapa malam ini air mataku terus mengalir dan tidak mau berhenti, perasaan yang tidak jelas mengetahuiku.
Pagi yang cerah tapi sayang aku tidak bisa melihat cerahnya pagi ini, di karenakan mataku yang bengap karena terlalu lama menangis semalaman, untung saja aku memakai kacamata jadi sedikit tidak nampak, kecuali kalau ada orang yang memperhatikan ku secara mendetail.
Seperti hari hari biasanya aku menunggu Danu di halaman rumahnya, namun hari ini tidak seperti biasanya, Danu mengeluarkan montornya sendiri dari garasi.
"Aku bawa montor sendiri tidak apa apakan...??" Tanya sambil menghidupkan mesin montornya.
"Kenapa....??"
"Tidak apa apa, hanya saja sayang montornya tidak pernah di pakai..."
Satu inci demi inci jarakku dengan Danu semakin menjauh hingga terdapat jarak bermeter meter di antara kami berdua, dan tinggallah aku yang hanya dapat melihat punggungnya dari belakang.
Hari ini aktifitas sekolah berjalan lambat bukan waktunya yang lambat tapi badanku yang terasa lambat untuk di gerakkan aku kelelahan, hingga ku putuskan untuk tidur di klinik uks saat jam istirahat, fisikku memang lemah jika sedikit setres atau capek maka badanku akan cepat sakit, hal itulah yang selalu membuat papahku cemas dan sangat perhatian padaku.
"Badanmu demam tinggi, apa kamu mau pulang..." ucap salah satu siswa perempuan angota PMR yang memeriksaku.
"Pulang...." oh ya ampun apa yang aku lakukan, papaku pasti khawatir jika aku pulang dalam keadaan sakit.
"Aku akan kirim surat pengantar ke wali kelas mu, agar diperbolehkan pulang awal"
"Tidak usah... lagi pula tinggal dua mata pelajaran lagi kelas akan selesai..." tolakku.
"Yah sudah akan ku beri obat penurun demam, tapi setelah pulang sekolah aku harap kamu segera pergi ke rumah sakit"
"Hmmm...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in silence
RomanceDanu dan Mita dia dibesarkan dalam lingkungan yang sama, rumah mereka bertetangga dan satu sekolah membuat persahabatan mereka tidak terpisahkan hingga suatu hari datang siswa baru yang bernama Alya, kedatangan Alya membuat hati Danu bergetar ia sad...