Nyeri di hati

91 6 1
                                    

Hujan di luar sana seperti menarik perhatian Mita sehingga ia memandang luar cendela begitu serius, namun siapa yang tahu pikiranya tertuju pada kejadian tadi soreh saat Danu dan mita keluar dari restoran.

"Mit sorry yah... gue ngak bisa pulang bareng elo..." tiba tiba Danu menghentikan motornya.

"Kenapa....??" Mita merasa heran.

Danu kini sudah turun dari motor, helem yang tadi di pakainya diserahkan ke mita.

"Gue ada keperluan mendadak... elo pulang sendiri aja yah..."

Tanpa persetujuan dari Mita, Danu pergi meninggalkanya, Mita hanya memandang Danu yang sedikit berlari ke suatu arah.

Dengan terpaksa Mita memandu motornya sendiri, tombol starter ia tekan mesin montor terdengar bergerumu, pelan pelan Mita menjalankan montornya karena ia tidak begitu lihai mengendarai, paling mentok ia tekan kecepatan dua puluh.

Walaupun itu cuma kejadian biasa tapi sangat mengangu fikiran Mita.

"Musim hujan pertama ya...." entah dari mana datangnya Anwar sudah di belakang Mita.

"Iya... yah... akhirnya musim kemarau telah berakhir...." ucap Mita masih memperhatikan huja di luar.

Guyuran hujan yang deras telah berakhir kini yang tersisa hanya bekas tetesan air yang menempel di dedaunan dan pohon pohon, binatang malam mulai menunjukkan suara khasnya yang merdu.

Untuk pertama kalinya aku merasakan nyeri di dalam hati, aku fikir aku terkena penyakit parah tapi ternyata aku salah.

Entah kenapa padahal Danu tidak menyakitiku, dia juga tidak berkata kasar seperti yang Liam lakukan padaku, tapi melihatnya memperhatikan Alya rasanya hati ini tertusuk jarum....

Aku butuh jawaban, aku kenapa..?? Kenapa rasanya sakit.

Mita menutup buku diarynya, buku yang mengantikan posisi mamahnya karena hanya dengan buku itu Mita dapat mengungkapkan isi hatinya, yang tidak bisa di ungkapkan pada siapapun, seperti curhatan seorang anak kepada ibunya.

Sekali lagi mata Mita memperhatikan kamar Danu yang bisa di jangkau oleh indra pengelihatanya melalui cendela kamarnya, walau yang terlihat hanya bayang Danu di balik cahaya lampu namun hati mita terasa sangat sengag dan hal itu menjadi hobinya setiap malam.
.

.

.

Seperti biasa berangkat sekolah Mita selalu menunggu Danu di halaman rumahnya, sambil memasang dasi Danu berlari lari kecil ke arah Mita.

Hacuhhh

Danu bersin tepat di hadapan Mita, Mita yang mendapat transfer virus dari temannya hanya bersikap biasa saja tanpa ada rasa jijik.

"Kamu sakit...." tangan Mita bergerak ke arah dahi Danu, di rasakan dahi temannya hangat "kamu demam Dan, lebih baik ngak usah sekolah..."

"Apaan sih..." Danu menepiskan tangan Mita dari dahinya "gue cuma kena flu biasa bukan Flu burung atau Flu babi, jadi masih bisa sekolah..." gerutu Danu sambil memakai helem di kepalanya.

Mita tidak membalas ucapan Danu tidak seperti biasanya, hari ini Danu semangat sekali ke sekolah walaupun dia sedang sakit.

"Pegangan yang kuat..." ucap Danu sebelum menyalahkan mesin montornya.

Tangan Mita bergerak ke pingang Danu memegang dengan erat di sana, sebelum akhirnya Danu memandu montornya dengan kencang seperti biasa.

Mita yang baru datang memperhatikan Alya yang sudah duduk di kursinya keadaanya juga sepertinya tidak begitu baik, wajahnya sedikit pucat dan hidungnya memerah, sesekali ia mengeluarkan bersin.

Love in silence Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang