Acara makan makan selesai, sekarang tujuan kami adalah ke pantai, entah ini seperti sebuah kencan buta untukku.
Mei yang sudah jelas bersenang senang dengan Baim meninggalkan ku yang mau tidak mau harus mengadapi predator bernama Liam.
"Bisahkah kita pulang saja.... kepalaku pusing" ucapku pada Liam, yang berjalan di depanku.
"Ternyata kau tipe orang yang manja.... bilang saja kau iri dengan mereka..." itu respon yang ku terima.
"Aku tidak manja, tapi memang keadaanku sedang tidak baik..." aku terus merayunya.
Angin kencang yang menerangi tubuhku membuat badanku mengigil, ini demam apa tivus yang jelas penyakit ku mulai kambuh.
"Berhenti mengeluh dan ikuti saja ke arah mana mereka pergi...."
Aku mendengus kesal, di saat seperi ini aku membutuhkan papah yang selalu mengabulkan setiap permintaanku.
Hari penderitaanku berakhir, diantar Liam aku kembali ke apartemen, entah Mei pergi kemana aku kehilangan jejaknya saat kita memutuskan meninggalkan pantai, badanku yang terasa lemas ku paksakan berjalan ke kamarku, tanpa menghidupkan lampu aku terus berjalan ke arah ranjang dan melemparkan badanku di sana.
Nada ringtone handphone terus bernyanyi nyanyi mengangu acara hibernasiku, aku mengeliat sesaat, suhu badanku bahakan belum turun tapi ada yang menganggu ku lagi.
Nama seseorang dari JM Intertaimen tertera jelas di layar hpku membuatku bergegas mengangkatnya.
"Ha.. hallo..." nada bicara ku kini gugup entah karena apa.
"Hallo nona casandra, aku sudah mengirimmu pesan kemarin dan menelfonmu berkali kali, tapi tidak ada respon darimu" seseorang yang berada di dalam telfon tidak memberiku jeda untuk memberi alasan "jika anda tidak datang ke kantor saya hari ini pukul sepuluh maka rencana saya untuk memfilemkan novel anda batal"
Ohh apa lagi ini, kurasa orang ini akan masuk daftar orang yang paling ku benci setelah Liam.
"I..iyaa... saya akan kesana..." pangilan terputus, tidak ada kata terimakasih, sampai jumpa atau basa basi lainya.
Aku mencari kontak Mei di teretan kontak no handphone ku, setelah ketemu ku tekan tombol call.
Tidak di angakat, ku coba sekali lagi tidak di angkat juga, hingga yang terdengar adalah nada operator, tidak mengharapkan dia lagi aku bergegas ke kamar mandi, membersihkan diriku apa adanya. Hal yang paling penting bagiku bukanlah berdandan melainkan memasang softlens di kedua mataku agar pandanganku tampak lebih jelas.
Disaat seperti ini aku merasa di ambang kematian.
Sudah pukul setengah sepulu dan aku masih di jalan terkena macetnya jakarta, ohh tuhan haruskah aku carter pesawat terbang untuk sampai ke kantor JM intertaimen tepat waktu.
Sambil kosentrasi pandangan ke depan aku mencoba terus menghubungi Mei, namun jabawaban operator lagi yang ku dapatkan.
Berapa jam menempuh perjalanan aku tidak tahu, aku terlalu takut melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku.
Sedikit berlari aku memasuki pintu lobby perusahaan perfilman ini.
Sejenak aku terdiam merasakan pusing yang menjalar di kepalaku, mencari sesuatu untuk berpegangan dan tembok adalah sasaran yang tepat.
"Anda tidak apa apa mbak..." seseorang memegang tanganku saat aku mencoba meraih tembok.
"Tidak apa apa..." itulah yang selalu ku ucapkan pada orang orang yang menanyakan keadaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in silence
RomanceDanu dan Mita dia dibesarkan dalam lingkungan yang sama, rumah mereka bertetangga dan satu sekolah membuat persahabatan mereka tidak terpisahkan hingga suatu hari datang siswa baru yang bernama Alya, kedatangan Alya membuat hati Danu bergetar ia sad...