jembatan lesehan

154 13 1
                                    

Danu benar benar tidak bisa bergerak bebas, bahkan hanya sekedar pergi ke mini market untuk membeli mi instan ia telah kepergok wartawan dan menanyainya berbagai pertanyaan yang membuat dia jengah.

Untuk beberapa hari ia benar benar terkurung di dalam rumah dan hanya pergi melakukan pekerjaan kemuadian kembali pulang lagi setelah pekerjaan selesai.

Tidak ada yang bisa ia lakukan di rumah selain bermain main dengan Max si kucing persia berbulu emas, ia selalu membiarkan kucing itu tidur di pangkuannya sambil mengelus bulu halusnya ia terus memandangi Foto besar keluarganya yang tertempel di dinding ruang tengah.

Hanya seperti itu yang ia lakukan beberapa hari belakangan, bila ia bosan dengan rutinitas lainnya ia akan muli merokok dan menghabiskan beberapa batang.

Untuk satu hari dua hari mungkin hal seperti itu tidak membuatnya bosan namun jika sampai satu minggu lebih ia terus di buntuti wartawan itu membuatnya kesal, nasibnya Seperti burung dara, berdiam diri di dalam sangkar dan takut keluar karena ada beberapa pemburu membawa senapan yang dengan kapan saja ia ketahuan maka pemburu itu akan membidiknya.

Hingga ia benar benar jengah dan kembali ke kebiasaan lamanya, berjalan di tengah malam. Ia akan terus berjalan dengan kedua kakinya, menyusuri jalan seperti para gelandangan namun kali ini pakaiannya tidak compang camping.

Tidak perduli dengan kendaraan yang lalu langsung dan seseorang yang memperhatikannya Danu seolah ingin keluar dari sangkar yang beberapa hari yang lalu mengurungnya.

Sesekali kepalanya mendongak ke atas memperhatikan bintang yang bertebaran di langit luas. Kakinya membawa dia ke sebuah jembatan yang di sisinya terdapat warung lesehan.

Danu sangat ingat, beberapa bulan yang lalu saat kehidupannya berantakan ia juga sering kesini, dengan suasana yang sama yaitu tengah malam.

"Pesan apa Mas...?" Penjaga warung mengampiri Danu yang baru duduk di tanah beralaskan tikar.

"Kopi mas... gulanya sedikit saja"

"Baik.. ada yang lainnya??"

"Tidak..."

Pelayan pergi, berjalan ke arah gerobak yang terparkir tidak jauh dari tempat lesehan itu.

Danu tidak sendiri, banyak juga pengunjung yang datang, namun rata rata dari mereka berpasangan.

Mita benar benar tidak bisa berfikir jernih, Fikiran tentang Liam selalu melintas di kepalanya, bukan tentang orangnya tapi tentang ungkapan perasaannya beberapa hari yang lalu.

Seandainya Liam seperti laki laki yang Mita temui sebelum sebelumnya pasti akan sangat mudah menolaknya hanya dengan mengatakan "maaf..." namun kali ini berbeda. Laki laki itu adalah Liam, laki laki yang sangat ingin Mita memikirkannya dengan serius.

Memang benar Mita memikirkan semuanya dengan serius, namun jawabannya tetap "Tidak" nama Liam tidak pernah mengisi hatinya sedikitpun. Ia hanya menganggap lelaki itu sebagai teman biasa.

"Aarrkkk...." Mita mengerang, bukan karena rasa sakit di tubuhnya tapi karena beban di kepalanya yang seakan meledak sebentar lagi.

Getaran meja yang bersumber dari handpone membuat Mita meraihnya,  ia membuka tombol pengunci, kemudian membuka pesan WhatsApp  dari Mei.

Mita bisa mengangap ini sebagai keberuntungannya, karena Mei membatalakan janjinya untuk mengambil naskah besok, dia akan pergi ke bali untuk beberapa hari.

Love in silence Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang