Mencari

72 7 0
                                    

Mita berdandan secantik mungkin memakai dress mini dan make up natural yang menghiasi wajahnya, senyum tersinggung di bibirnya saat melihat dandananya terlihat sempurna di balik pantulan kaca.

Mita meraih smart phonenya yang dari tadi bergetar di atas ranjang, papah nama yang tertera dalam screen hpnya.

"Moshi... moshi..." ucap Mita, setelah mengeser tombol telfon.

"Kemana saja, baru mengangkat sekarang...." teriakan papahnya di sebrang telfon membuat mita sedikit menjauhkan hpnya dari telinganya.

Mita tertawa renyah, ternyata papanya sangat khawatir hanya karena Mita lama menjawab telpon "maaf maaf.... hpnya Mita mode silence jadi tidak tau kalau papa dari tadi telfon...."

"Hmmm...." kini nada Anwar tidak terdengar tinggi lagi "bagaiman kabarmu di sana..?? Apa sudah makan...?? Obatnya sudah di minum..?? Dan jangan lupa kunjungi Dokter Heru bila kamu merasa pusing mual atau Demam"

Sambil berbicara di telfon Mita berjalan keluar kamarnya, tas mini yang biasa menemani perjalanannya kini sudah tergantung di pundak kecilnya.

"Papah menanyai ku seperti sedang mewawancarai seorang artis...."

"Papah lakukan ini karena papah perduli..."

"Haaa... iya.. iya... semua berjalan baik pah... untuk saat ini Mita masih sehat sehat saja... belum terlalu membutuhkan dokter, jadi papa tidak usah khawatir"

Mita berjalan ke lobby tanpa di sadari di sampingnya melintas sosok teman masa lalunya yang sekarang sudah sukses menjadi General Manager di hotel yang ia sewa.

"Ohh..... yah satu lagi... Hotel ini terlalu mewah jika Mita sewa selama satu bulan, jadi Mita berinisiatif mencari tempat tinggal permanen..." lanjut mita, sambil tangannya melambai memberhentikan taksi yang lewat di depannya.

"Mau kemana non..." tanya supir taksi.

"Ohh... jadi begitu..." sambil mendengar papahnya yang terus mengoceh Mita memberikan secarik kertas pada supir, di mana di sana tertera suatu alamat "terserah mita saja yang penting anak papah merasa nyaman... oh yah.. ada tinggalan dari mendiang mamah mu yang masih papah simpan, besok papah akan suruh orang untuk mengantarnya ke hotelmu..."

"Benar pah... apa... pah...??"

"Lihat saja besok... kalau di kasih tau sekarang ngak kejutan dong..."

"Hmm.... papah selalu saja begitu...."

"Yah sudah papah matikan telfonnya... jaga kesehatanmu sayang..."

"Hmmm.... pasti pah..."

Tuttt... tutt....

Mita tersenyum setelah telfon terputus, berkat perempuan bernama Ayana yang menikah dengan papahnya, Mita merasa bahwa papanya berubah tidak seperti papahnya yang ia kenal delapan tahun yang lalu, jarang bicara dan suka menyendiri, ia patut berterimakasih dengan orang yang sekarang menjadi Mamahnya.

Uang lima puluan dua lembar ia keluarkan dari dompetnya dan memberikanya pada sopir, saat taksi sudah sampai ke tempat tujuan.

Sebuah rumah yang tidak begitu mewah menjadi perhatian Mita, rumah yang dari awal ingin dia tuju, tak menghiraukan pemandangan berantakan dan sampah daun kering yang bertebaran di halaman Mita terus melangkahkan kakinya menuju pintu.

Tokkk.... tokk... tokkk...

Tidak ada yang merespon.

Sekali lagi.

Tokkk.... tokk.... tokk...

Tidak ada yang merespon juga, mita diam sesaat, mencoba mengintip dari balik cela cendela.

Love in silence Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang