Sudah 3 malam 2 hari Alina berada di rumah Hiroto. Kini kakinya sudah bisa untuk berjalan walau masih ada sedikit rasa nyeri. Luka pada lutut dan juga tungkai bawahnya sudah kering. Itu semua karna Arata yang rajin mengobati kakinya dan mengganti perbannya setiap pagi.
"Hiro-nii, Arata dimana?" tanya Alina pada Hiroto yang sedang asik menonton acara tv.
"Mungkin diatap." jawab Hiroto dengan pandangan mata yang tetap tertuju pada layar TV.
"Atap?" gumam Alina.
Dengan jalan yang sedikit pincang Alina keluar rumah lalu melihat keatap. Dan benar, Arata tengah berada diatap. Memegang gitar dan memetiknya hingga menimbulkan alunan nada yang indah. Suara Arata juga terdengar sangat merdu dan lembut.
'Apakah kamu tau tentang sungai Shibuya?
Bahkan kamu tidak pernah mendengar namanya, iya kan?
Seolah-olah terlupakan di sudut kota ini
Namun tetap saja ia akan terus mengalir
Bagaikan perasaanku kepadamu'Alina tersenyum senang mendengar lagu yang dilantunkan Arata. Suaranya tak kalah bagus dari Ren. Tapi tiba-tiba musik berhenti dan Arata tak melanjutkan bernyanyi.
"Kenapa berhenti?" tanya Alina sedikit berteriak, karna Arata ada di atap. Ia takut Arata tak memdengar kalau tak berteriak.
Arata melihat kebawah dan mendapati Alina mendongakkan kepalanya. "Baru itu yang terlintas di pikiranku!" ucap Arata disertai senyuman hangat.
"Eh? Lagu itu, buatanmu?" tanya Alina tak percaya.
"Mungkin!" jawab Arata seraya mengedikkan bahunya.
Alina berjalan menuju tangga yang di gunakan untuk akses ke atap.
"Hei, kakimu masih sakit!" omel Arata. Ia meletakkan gitarnya dan sedikit bergeser ke tepi atap. Ia khawatir melihat Alina yang ngeyel naik ke atap dengan keadaan kaki masih sakit.
"Nggak papa!" ucap Alina yang sudah menaiki tangga dan hampir sampai diatap.
Arata menggenggam tangan Alina saat sudah sampai diatap dan membawanya ketempat tadi ia duduk. Alina mencari posisi yang nyaman untuk duduk. Atap dirumah Hiroto tidaklah seperti atap di sekolah yang datar. Jadi, benar-benar harus ekstra hati-hati kalau tidak mau tergelinding ke bawah.
"Judulnya apa?" tanya Alina saat Arata kembali memegang gitarnya.
"Emm... Shibuyagawa? (sungai Shibuya?)." Arata menatap
Alina meminta persetujuan."Boleh juga! Ayo dong lanjutin lagi." pinta Alina yang ingin memdengar Arata bernyanyi lagi.
Arata menggelengkan kepalanya, tanda ia tak mau melanjutkannya lagi. Ia belum tau lirik apa lagi yang tepat untuk lagu yang ia ciptakan secara tidak sengaja itu. Ya, Arata tidak tau kenapa tiba-tiba ia bisa membuat lagu itu. Terlintas begitu saja diotaknya.
"Kenapa?" tanya Alina.
Arata menggelengkan kepalanya lagi, lalu menarik kepala Alina untuk bersandar dipundaknya dan ia menyandarkan kepalanya dikepala Alina. Dari kejauhan terlihat segerombolan kunang-kunang yang berterbangan dengan cahaya ditubuh mereka. Memperindah suasana malam yang cerah. Bulan dan bintang juga bersinar dengan terangnya. Terlihat pula beberapa meteor jatuh.
"Kamu sangat menyukai Shibuyagawa?" tanya Alina.
"Ah.. Aku nggak tau kenapa, tapi aku sangat menyukai Shibuyagawa. Padahal di Chiyoda juga ada sungai yang lebih besar." jawab Arata.
"Mungkin karna Miku!" ucap Alina dengan nada bicara yang terdengar berbeda dari sebelumnya.
Rafael terkejut mendengarnya. Ia menegakkan kepalanya dan memandang Alina lekat-lekat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bawah Langit Berwarna Sakura
Teen FictionKehidupan di Jepang itu keras, benarkah? Ada istilah 'Kalau kamu tidak punya sesuatu yang menguntungkan. Maka kamu tidak akan memiliki teman.' Alina Putri. Anak seorang pengusaha yang selalu berpindah tugas dari satu negara ke negara lain. Dan pada...