"Arista!" Alina sangat terkejut melihat keberadaan Arista dirumahnya.
Kapan Arista datang? Dan bagaimana dia bisa tau alamat rumahnya? Dan yang paling penting, apa Arista melihat dirinya dan Arata berdua di depan tadi?
Arista menatap Alina datar. Tak menunjukkan ekspresi apapun. Kedua tangannya ia lipat didepan dada. Entah kenapa Alina jadi sangat gugup di depan Arista. Bukan, bukan karna sudah lama tak bertemu. Tapi karna sesuatu hal.
Ibu Alina membawa masuk tas dan koper Arista kedalam kamar Alina, lalu keluar lagi.
"Selama di sini, dia tinggal dirumah kita. Nggak papa 'kan kamu satu kamar sama Arista?" tanya sang ibu.
"Enggak papa kok, ma." jawab Alina dengan senyuman yang sangat terkesan dipaksakan.
Sulit untuknya bisa tersenyum lebar dengan keadaan perasaan yang tengah berperang. Kehadiran Arista yang mendadak, membuat perasaannya jadi kacau.
"Ayo masuk!" ajak Alina yang masuk kedalam kamar terlebih dahulu. Alina menggantungkan tasnya didinding dan melepas jas sekolah yang ia kenakan.
Arista duduk ditepi ranjang, dengan pandangan mata yang terarah keluar jendela. Sedari tadi Arista hanya diam. Alina tak tau harus memulai pembicaraan dari mana. Ini benar-benar tak seperti biasanya. Terasa sangat canggung.
"Ee.. Kok kamu nggak kabarin aku kalau mau kesini? Aku 'kan bisa jemput kamu dibandara." ucap Alina membuka pembicaraan.
"Keputusanku nggak mengabarimu lebih dulu itu tepat. Karna aku bisa tau, apa yang selama ini kamu tutupi dariku." ucap Arista dengan nada yang datar.
Deg..
Jantung Alina serasa berhenti berdetak. Ternyata benar. Arista melihat ia bersama Arata didepan rumah tadi."Arista, aku... Aku minta maaf." ucap Alina terbata. Apa yang harus ia katakan? Bagaimana ia menjelaskannya?
"Aku nggak percaya, kamu setega ini sama aku. Selama ini aku percaya sama kamu. Setiap harinya aku menunggu kabar tentang Arata. Kamu selalu bilang nggak tau, nggak tau dan nggak tau. Tapi kenyataannya? Dia ada didekatmu. Bahkan kalian terlihat sangat mesra. Atau, kalian memang sudah pacaran?" ucap Arista panjang lebar.
Alina menundukkan kepalanya. Ia sadar ini semua karna kesalahan dan kebodohannya. "Aku nggak tau kalau dia mantanmu. Aku baru tau belum lama ini." jelas Alina.
Arista dengan cepat mengarahkan pandangannya ke Alina dan menatapnya lekat.
"Apa? Baru tau? Apa kamu sadar bicara seperti itu? Kamu satu sekolah sama dia. Dan bahkan mamamu bilang dia pernah menginap dirumah ini. Dan kamu bilang baru tau?" marah Arista."Aku memang sudah lama kenal dia. Tapi selama itu aku nggak tau kalai dia mantanmu." ucap Alina menjelaskan.
Arista tertawa meremehkan. "Alasan apalagi itu? Kamu bodoh atau pura-pura bodoh? Jelas-jelas kamu tau namanya Arata Juna. Dan kamu juga pasti tau dia dari Indonesia." ucap Arista.
"Iya.. Tapi..." Alina menggantungkan kata-katanya.
"Tapi apa? Kamu terlanjur menyukainya? Dan sengaja nggak kasih tau aku tentang keberadaan Arata? Jahat kamu Alina! Jahat!" ucap Arista.
Alina tak dapat menahan air matanya lagi. Air mata yang sedari tadi ia tahan kini telah mengalir dan membasahi pipinya. Rasanya sangat sakit di katakan jahat oleh teman dekat sendiri.
Alina menghampiri Arista dan menggenggam lengan Arista. "Maafkan aku Arista. Aku nggak bermaksud menyembunyikan ini semua darimu." ucapnya terisak.
Arista melepaskan genggaman tangan Alina pada lengannya dengan kasar.
"Aku nggak marah kamu pacaran sama dia. Tapi aku marah karna kamu membohongiku." ucap Arista.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bawah Langit Berwarna Sakura
JugendliteraturKehidupan di Jepang itu keras, benarkah? Ada istilah 'Kalau kamu tidak punya sesuatu yang menguntungkan. Maka kamu tidak akan memiliki teman.' Alina Putri. Anak seorang pengusaha yang selalu berpindah tugas dari satu negara ke negara lain. Dan pada...