35. Salam Perpisahan

53 10 0
                                    

Alina menghapus air matanya saat sampai di halaman rumah. Menghirup udara dalam-dalam dan masuk kedalam rumah. Tapi langkahnya terhenti begitu saja saat diambang pintu. Arata tengah duduk dan membungkukkan badannya hingga dahinya hampir menyentuh lantai. Atau lebih tepatnya bersujud dihadapan kedua orangtuanya.

"Aku tau ini egois. Tapi, tolong biarkan Alina tetap disini bersamaku. Aku berjanji aku akan menjaganya. Jika aku melukainya, om bisa langsung membunuhku. Onegaishimasu! Onegaishimasu! Onegaishimasu! (Aku mohon!)" ucap Arata penuh harap. Ia kembali membungkukkan badannya di hadapan kedua orangtua Alina.

Ayah menyentuh punggung Arata dan mengusapnya pelan. Ia mendorong tubuh Arata untuk kembali duduk dengan tegak.

"Aku tau apa yang kamu rasakan. Aku tau kamu akan menjaga Alina dengan baik. Aku tau betapa kalian berdua saling mencintai. Tapi.... Saat kamu menjadi orangtua, kamu akan mengerti kenapa kami melakukan ini." ucap ayah dengan tatapan sedih.

Sejujurnya ia juga tidak tega memisahkan dua insan yang saling mencinta itu. Tapi, bagaimanapun juga ia adalah seorang ayah. Dan Alina masih tanggung jawabnya.

"Kalau begitu, setelah lulus akan menikahinya!" ucap Arata.

"Tidak!" tolak ayah.

"Kamu masih punya mimpi. Jangan hancurkan mimpimu hanya karna hal seperti ini. Kalau kamu benar-benar mencintai Alina, kejarlah mimpimu. Gapai apa yang kamu inginkan. Jangan jadikan dia penghalang untuk meraih mimpimu." tolak ayah.

"Percayalah, nak. Tuhan tidak akan pernah mengecewakan ciptaannya." sahut ibu.

Arata hanya bisa tertunduk. Ia sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Bagaimanapun juga ia tidak bisa memaksa orangtua untuk melepaskan anaknya begitu saja. Apalagi itu anak semata wayang.

"Maaf kalau aku membuatmu kecewa. Tapi kamu sudah dewasa, kamu pasti mengerti tanpa aku menjelaskannya." ucap ayah dengan lembut.

Arata menganggukkan kepalanya. "Aku mengerti! Maafkan atas keegoisanku." ucapnya dengan raut wajah yang sudah tidak bisa di jelaskan dengan kata-kata.

Arata mendengar isak tangis. Ia menoleh kebelakang dan mendapati Alina tengah menangis, tangannya menutup mulutnya sendiri. Ayah mengajak istrinya untuk pergi meninggalkan Arata dan Alina berdua saja. Arata bangkit, dan menghampiri Alina dengan langkah kaki yang pelan.

"Kamu bilang nggak mau menahanku, kan? Kamu bilang itu percuma. Lalu kenapa kamu kesini?" tanya Alina dengan isak tangis.

"Aku tidak menahanmu 'kan? Aku hanya menahan ayahmu. Karna kalau ayahmu nggak jadi pergi, maka kamu juga nggak akan pergi." jawab Arata.

"Tapi..... Pada akhirnya aku tetap harus pergi." lirih Alina.

Arata menarik Alina kedalam pelukannya. Membuat udara sekitar yang dingin jadi tidak terasa.

"Masih ada waktu sampai kelulusan 'kan? Kita masih punya waktu untuk bersama. Jadi, hapuslah air matamu." Arata melepaskan pelukannya dan mengusap pipi Alina.

Ia mengembangkan senyuman. Tangannya menarik kedua sudut bibir Alina hingga membentuk sebuah senyuman.

"Dimanapun kamu berada. Kita tetap terhubung dibawah langit yang sama. Dibumi yang akan menyatukan kita kembali. Tuhan tidak akan pernah mengecewakan ciptaannya 'kan? Bahkan seburuk apapun ciptaannya, Dia akan tetap menjaganya. Begitu juga dengan kita, jika kita percaya pada-Nya. Ia pasti akan memberikan kebahagiaan untuk kita." ucap Arata dengan suaranya yang lembut.

Arata tersenyum lebar. Ia mengecup hangat kening Alina. "Tidurlah dengan tenang. Aku selalu ada disini." Arata menunjuk hati Alina.

"Ada bersama di setiap detak jantungmu. Selalu bersamamu disetiap hembusan nafasmu." ucap Arata lagi.

Di Bawah Langit Berwarna SakuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang