Pesawat tujuan Jakarta-Tokyo telah lepas landas. Membawa 210 penumpang termasuk Alina dan juga Ren yang hari ini akan kembali ke Jepang. Ren menoleh kesamping, melihat Alina yang sejak masuk kedalam pesawat hanya diam dan terus memandang keluar jendela. Disentuhnya tangan Alina, membuat kepala Alina bergerak menoleh kearahnya.
"Ada apa? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Ren.
Alina menggelengkan kepalanya dengan senyum yang terkembang diwajahnya. Ia tak mungkin bercerita pada Ren. Ren tidak boleh tau soal itu. Ren menghela nafasnya, memasukkan jarinya di sela jari Alina dan menggenggamnya dengan erat.
"Jangan menutupinya dariku. Aku memang mabuk waktu itu, tapi... Aku tau kalau kamu menangis. Katakan Arina, apa yang membuatmu menangis? Apa yang sudah aku lakukan selama aku mabuk?" tanya Ren dengan tatapan sendu.
Alina menggelengkan kepalanya kembali. "Nggak papa kok!" jawabnya.
"Jangan biarkan aku tidak tahu tentang kesalahanku. Katakanlah!" paksa Ren yang terus meminta Alina untuk menceritakan apa saja yang sudah ia lakukan selama mabuk.
"Ren-san. Aku nggak papa. Mungkin waktu itu kamu cuma mimpi. Sudahlah, nggak perlu memikirkan itu!" ucap Alina tersenyum lebar.
Ren menganggukkan kepalanya. Walau sejujurnya ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Alina. Ia amat sangat yakin kalau waktu itu gadis manis berambut hitam itu memanglah menangis. Sepertinya memang ada sesuatu yang disembunyikan darinya.
<==>
Arata menggenggam ponselnya erat-erat. Rasanya ia ingin membanting ponselnya itu. Tapi pasti Hiroto marah, mengingat Hiroto baru membelikannya satu bulan yang lalu. Arata mengacak rambutnya dengan sangat kasar. Melampiaskan semua kekesalannya.
Hiroto yang kebetulan lewat didepan kamar Arata menghentikan langkahnya, melihat adiknya yang tampak sedang ada masalah. Ia melangkah masuk, menghampiri pria muda itu yang tak menyadari kehadirannya. Pandangan Hiroto tertuju pada ponsel yang tergeletak diatas futon. Ia mengambil ponsel itu, dan melihat gambar yang tadi dilihat Arata.
"Karna ini?" tanya Hiroto.
Arata menoleh, menatap Hiroto sejenak lalu menganggukkan kepalanya. Hiroto memperbesar gambarnya dan memperhatikannya dengan seksama.
"Lihatlah baik-baik, perhatikan ekspresi wajanya dengan seksama!" pinta Hiroto menyerahkan ponselnya pada Arata.
Arata terlihat ragu, ia malas melihat gambar itu, apalagi sekarang di perbesar.
<==>
Liburan musim panas telah usai. Alina memakai sepatunya dan bergegas menuju sekolah. Ia berharap akan bertemu Arata di bus. Ia sudah sangat merindukan Arata. Juga, ingin segera menjelaskan perihal foto itu.
~
Alina masuk kedalam kelasnya, menuju bangkunya yang di lapisi debu karna lama tak di huni. Ia merogoh laci mejanya dan mendapati beberapa foto. Ia menarik keluar tangannya yang menggenggam foto itu.
Mata Alina terbelalak, terkejut melihatnya. Siapa wanita yang ada difoto itu? Dari tempatnya, Alina tahu dimana itu. Di bukit belakang sekolah, dan kemungkinan itu saat acara perkemahan. Diletakkan tasnya sembarangan dan bergegas menuju kelas Arata, meminta Arata menjelaskan apa maksud foto itu.
Setengah perjalanan menuju kelas Arata, ia sudah bertemu dengan Arata di koridor. Ini bagus, artinya tak perlu lama-lama berjalan untuk menemuinya. Ia dan Arata Saling bertatap dalam diam. Tak ada senyuman terkembang diwajah Arata maupun Alina.
Alina mengangkat tangannya memperlihatkan foto yang ia temukan, bersamaan dengan Arata yang menunjukkan foto yang di kirim Arista. Saling menatap foto yang ditunjukan masing-masing.

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bawah Langit Berwarna Sakura
Teen FictionKehidupan di Jepang itu keras, benarkah? Ada istilah 'Kalau kamu tidak punya sesuatu yang menguntungkan. Maka kamu tidak akan memiliki teman.' Alina Putri. Anak seorang pengusaha yang selalu berpindah tugas dari satu negara ke negara lain. Dan pada...