"Ah, i-iya sori! sebenernya ..."
------------------------------------------------------
DALAM rangka ulang tahun SMA Pancasila tercinta, akan diadakan Festival Budaya dan Olahraga selama 2 hari berturut-turut. Ini akan menyenangkan sekaligus menyedihkan untuk Rahiel karena ini adalah Festival Olahraga terakhir yang ia ikuti di SMA Pancasila. Sebenarnya yah, bukan hanya Rahiel, tapi seluruh anak kelas 12.
"Jadi, Ada yang mau tanya tentang Festival Budaya dan Olahraga nanti? kalau enggak ada, langsung aja tentuin kelas kita mau buat apa untuk Festival itu." Ucap Rahiel. Setelah itu, ia melihat ada beberapa anak mengangkat tangan mereka tanda kurang paham atau masih mau bertanya.
"Satu-satu. Mulai dari Alin dulu. Mau tanya apa?"
"Rah, misalnya kita mau buat booth sama acara kelas sekaligus, ada maksimalnya gak? Terus di booth itu boleh jual apa aja?"
"Bagus. Jadi kalo kita ambil booth sama acara kelas sekaligus, maksimalnya 2 booth dan 2 acara kelas. Kalo booth aja maksimal 3 booth, kalo acara kelas aja maksimal 3 acara. Kita bebas jual apa aja di booth itu kok," terang cewek berambut panjang itu. Sedangkan Alin mengangguk-angguk tanda paham. "Siapa lagi yang mau tanya?"
Rahiel mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas, ada Dean yang mengangkat tangan.
"Iya, silahkan Dean. Kenapa?"
"Booth nya outdoor atau indoor? Fasilitasnya apa? Terus, Dana untuk acara kelas sama booth-nya itu darimana?"
Rahiel menghela napas, lalu menjawab pertanyaan Dean. "Untuk booth bakalan outdoor, disediain etalase sama meja aja, taplak bawa sendiri. Kalau acara kelas diadain di kelas masing-masing. Masalah dana, kita rencananya mau mungutin uang untuk dana festival ini, kira-kira mulai besok udah diminta dana seikhlasnya dari kalian semua. Kira-kira dana nya sekitar Rp.300.000 sampeRp.350.000 per kelas." Rahiel menerangkan panjang lebar. "Masih ada yang mau tanya?"
"Gue gue yell!"
"Iya Fin. Mau tanya apa?"
"Itu kan tanggal 8 sampai 9 Mei, which is itu hari kerja. Nah, pertanyaan gue kita libur apa enggak?"
"Ya libur lah lu mau masuk? Masuk aja sana sendiri," Ledek Fadhel. Seisi tertawa mendengar ledekan Fadhel untuk Fina.
"Berarti," Rahiel menelan ludahnya. "Udah jelas ya? Yaudah sekarang tentuin aja apa acara kelas kita, apa temanya. Tolong kalian isi kertas yang tadi gue bagiin, tulis ide kalian untuk acara kelas kita nanti."
Dan, mendadak kelas menjadi berisik. Kebanyakan dari mereka sedang berdiskusi dengan teman-temannya. Ada banyak ide-ide mereka. Mau yang masuk akal sampai yang ngaco dan tidak mungkin dilakukan.
Ada yang mengusulkan untuk mengadakan Fashion show budaya barat, ada juga yang mengusulkan fashion show baju adat, ada juga yang mengusulkan untuk membuka tempat permainan, rumah hantu, dan masih banyak lagi.
"Okay, bedasarkan ide-ide kalian, yang paling masuk akal itu tempat permainan, rumah hantu, dan pameran. Gue minta kalian tolong voting lagi untuk ini," ucap Rahiel. "Ini voting penentuan, oke?"
Setelah 30 menit termasuk perang argumen dan opini kecil, mereka semua sepakat untuk mengadakan Rumah hantu untuk festival budaya di tanggal 8, dan Tempat permainan untuk Festival olahraga di tanggal 9. booth barang-barang second milik Dean, Alin, Vivi, Keyzia, dan Alvira serta booth photo booth yang belum lengkap anggotanya.
"Rivzy, ini booth minimal 5 orang. booth lo masih 4 orang, kurang satu," kata Rahiel memelas. Tenaganya sudah terkuras saat perang argumen kecil tadi bersama teman-temannya.
"WOII DISINI ADA YANG MINAT FOTOGRAFI GAK!?" Rivzy naik ke atas meja, lalu berteriak membuat Rahiel kesal.
"Bodoh, jangan teriak-teriak," ucap cewek itu. "Turun, Riv. Carinya baik-baik, lo tanyain satu-satu," lanjutnya.
Namun, sebelum Rivzy melakukan usulan Rahiel, ada murid yang mengangkat tangannya.
"Gue minat, boleh ikut?" tanyanya pelan. Rivzy, Ciko, Galang, Wira agak kaget karena yang mendaftarkan diri adalah cowok yang belum pernah ngobrol dengan mereka sebelumnya, Aidan.
"Ha-halo?" Aidan sekali lagi. Menyadarkan Rivzy dan teman-temannya yang sedang bengong dan larut dalam pikiran mereka.
"Rivzy, lo ditanya itu tuh ada yang mau!" Rahiel mengguncang tubuh Rivzy pelan. Dua detik setelahnya, Rivzy tersadar. "Sorry-sorry," ucap cowok itu.
"Gapapa kali Riv, dia mau kok. Kalo ga pas 4 orang gabakal gue ajuin data booth lo di proposal."
"Yah elah, Yell," Rivzy memelas. "Tolonglah."
"Diskusiin dulu sama kelompok lo."
Setelah mereka ber empat berdiskusi, akhirnya Aidan dibolehkan bergabung di booth mereka. Rahiel menghela napas lega. Masalah kelasnya sudah beres, tinggal mengumpulkan data semua kelas lalu mengajukan datanya ke sekertaris OSIS.
---
"Rah, boleh ngomong..?"
Aidan menepuk pundak Rahiel yang kelihatannya sedang membaca buku penting. Wajah Rahiel berubah seperti wajah orang tidak suka karena telah diganggu aktivitasnya. Melihatnya, Aidan jadi tidak enak dan mau bilang kalau 'bicaranya lain kali saja.'
"Oh, Aidan. Kenapa?" tanya Rahiel kalem, padahal dirinya sedang pusing.
Aidan tersenyum gugup dan takut, "E-eeh.. gak jadi deh kayaknya.. lo lagi si-sibuk?"
Mendengar itu, Rahiel lantas bilang, "Gak. Harus sekarang. Mau ngomong apa? omongin sekarang."
Aidan jadi takut. Sebenarnya ia ingin mengajak Rahiel jalan-jalan ke kedai es krim. Ucapan terimkasihnya atas bantuan cewek itu tadi pagi. Tapi, sulit untuk Aidan berbicara.
"Ai--dan?"
"Ah, i-iya sori! sebenernya ..."
Aidan gantung. Lah, kenapa gua jadi deg-deg an? Batin cewek itu. Dilihatnya wajah Aidan, pucat. Rahiel jadi merasa bersalah, ia takut Aidan seperti ini karena ekspresi wajahnya tadi.
"Gue mau ajak lu ke kedai eskrim.. Pulang sekolah nanti. Karena tadi lo--" Aidan menelan ludahnya, menarik napas. "Lo udah bantuin gue tadi pagi. Ucapan terima kasih." Lanjut cowok itu.
Rahiel memandang Aidan sejenak. Entah kenapa, Rahiel memikirkan betapa sulitnya Aidan untuk berbicara didepan umum seperti tadi, atau sulitnya Aidan memintanya untuk pergi ke kedai eskrim, walau itu adalah ucapan terimakasih.
Rahiel yakin, untuk seorang Aidan, itu sulit setengah mati.
"Eh, tapi kalo lo gak bisa--"
"Bisa. gue tunggu di depan UKS ya." ucap Rahiel. "Gue harus buru-buru nih sekarang, banyak tugas. See you soon."
Aidan memandangi punggung Rahiel yang tegak, lama-lama menjauh. Hilang dari pandangannya.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
[RGS 1] To, Aidan.
Teen Fiction[JUDUL SEBELUMNYA ; NERD] Ini kisah tentang Rahiel. Rahiel dilanda dilema. Antara menerima kenyataan, atau mempertahankan harapan? Belum sempat dia memilih, muncul Aidan. Rahiel makin bingung. Ini juga kisah tentang Aidan. Aidan menyimpan semua mem...