dua puluh satu

86 15 13
                                    

"Jangan dibuka dulu. Tolong jangan, gue mohon." Aidan bersungguh-sungguh. "Pokoknya, jangan."

"Kenapa? Ini apa?"

"Hadiah ulang tahun lo ... sama sesuatu yang lain. Tenang aja, enggak bahaya."

--------------------------------------

Suasana di villa sudah lumayan sepi. Anggota OSIS kebanyakan sudah kembali, pulang kerumah mereka. Yang tersisa hanya sahabat-sahabat Rahiel, serta Vanya. 

"Kak, pulang yuk?"

"Ah, emang Mama kalian udah pulang? Disini aja dulu!" Anya menyambar. "Lagian, besok libur. Santai aja, Van."

"Tapi aku takut Bi Leli nyariin, Kak Anya." Vanya menegak lemon juice nya. "Ayo, Kak. Nanti rumahnya dikunci," lanjutnya dengan nada panik. 

Rahiel tersenyum. Lalu mengangguk. "Gue juga udah cape, Van, Nya. Ih nama kalian berdua mirip, susah membedakannya!"

"Ya lo panggil Adik lo dengan sebutan apa kek, ribet banget?" Anya terkekeh. "Yaudah kalau mau pulang. Yang lain masih pada shalat. Lo gak shalat disini dulu aja?"

"Nggak usah, nanti malah kemalaman. Gue duluan ya, Nya. Makasih banyak, deh!"

"Sama-sama." Anya tersenyum, ia memeluk Rahiel. "Eh, iya. Lo balik sama siapa? Naik apa? Ini sudah malam."

"Mungkin ojek online? Gue kan sama Felicia tadi, gak bawa mobil," kekeh Rahiel pelan. 

Raut wajah Anya tampak khawatir, mungkin ngeri terjadi sesuatu dengan Rahiel, sahabatnya. 

"Rivzy juga, sudah pulang. Sama Tas--" kalimat Anya terpotong. 

"Tasya?"

Anya mengangguk ragu-ragu. Dan saat itu juga, muncul firasat tidak enak di benak Rahiel. Tapi, ia langsung menyingkirkan semua kemungkinan. Rivzy memang suka clubbing, walaupun sekarang sudah jarang, Rahiel tetap percaya padanya.

Dan Rahiel hanya menanggapinya dengan, "Oh," dan ia tersenyum. Lagipula, siapa yang mau minta di antar pulang oleh Rivzy? Rahiel sudah sering merepotkan Rivzy. "Gak apa-apa, gue gak mau terlalu membebani Rivzy."

Anya mengangguk. Bersyukur sekali dirinya, Rahiel tidak marah dengan Tasya. Ia menyingkirkan kemungkinan, kalau Rahiel dan Rivzy saling menyukai. 

Karena Anya tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka sebelum ini. Begitu pula Fina, Lisa, Caca, bahkan Tasya sekalipun.

"Iyell? Belum pulang?"

Rahiel menengok ke asal suara. Entah kenapa, ia berharap Rivzy yang ada disana, ternyata ia salah. Itu Aidan. 

Rahiel tersenyum. "Belum, ini mau pesan taksi."

"Bahaya anak perempuan pulang naik taksi, ini sudah jam sebelas malam," ucap Aidan serius. "Um ... mau gue antar sampai rumah?"

Rahiel menolak, sudah pasti menolak. "Gak usah! Makasih banyak tapi gak usah, lo nanti repot!" 

"Sama sekali enggak." Aidan tersenyum kecil. "Mau ya? Ini kan hari ulang tahun lo, ikutin aja apa kata-kata gue sama sahabat-sahabat lo."

Anya tersenyum geli. Sementara Rahiel melotot kearahnya. Raut wajah meledek, jelas sekali terlihat di wajah Anya. 

Rahiel ingin sekali menolak, tapi kenapa saat mengingat tawaran Aidan. Ia tidak bisa. 

"Y-yaudah." Malah itu yang terucap. 


---

[RGS 1] To, Aidan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang