Perlahan tapi pasti, sudut-sudut bibir Rahiel tertarik keatas, begitu juga sahabat-sahabatnya. Lalu mereka berpelukan bersama. Sejenak, mereka membiarkan keharuan memenuhi ruangan, melapisi keheningan. Dan sejenak pula, mereka membiarkan rasa suka persahabatan mereka yang dibangun selama tiga tahun terakhir, menyatu, menghangatkan perasaan mereka.
-------------------------------------
Beberapa pekan setelah Festival Budaya dan Olahraga, Akhirnya SMA Pancasila mengadakan UTS. Biasanya, sehabis UTS, SMA Pancasila meliburkan sekolah selama 2 hari. Dan hari ini, tepatnya hari Kamis, adalah hari terakhir UTS di SMA Pancasila.
Sesudahnya, semua siswa dan siswi di kelas Rahiel bersorak penuh kemenangan. Jelas saja! Lantaran soal UTS yang dibuat memang cukup sulit. Apalagi, itu murni soal keluaran SMA Pancasila, murni buatan guru-guru di sana.
"Rahiel!" Anya menepuk pundak Rahiel.
Rahiel terkejut. Dua detik setelah itu ia merasa biasa saja. Anya dari tadi juga mengamati Rahiel yang diam saja, agak aneh rasanya. Padahal, seisi kelas sedang bersorak-sorai dan sedang dalam keadaan ramai-ramainya.
Rahiel menoleh, "apa?" ucapnya datar. "Kok lo bisa ada di sini?"
"Bengong mulu lo! Orang free class satu sekolahan! Bentar lagi juga palingan bel." Anya terkekeh. "Keluar ayo! Ngumpul sama yang lain!"
Rahiel tidak mengiyakan atau bahkan menggeleng. Namun ia hanya mengikuti Anya. Berjalan ke gedung belakang sekolah, dekat parkiran, gedung kedua yang paling sepi.
"Itu orangnya!" seru Caca ketika melihat Anya dan Rahiel berjalan ke arah mereka berempat—Caca, Tasya, Lisa, Fina—
"Sabar, ini dianya bengong mulu," ledek Anya sambil melirik ke arah Rahiel.
Rahiel memukul lengan Anya pelan. "Bacot," gerutunya.
Anya tertawa, sementara Caca meledek Rahiel, "galau ya, Yell? Siapa nih sekarang? Rivzy, Dimas, atau Aidan?"
Tiba-tiba saja tubuh Rahiel menegang. Ia jadi ingat, banyak sekali hal-hal yang belum ia ceritakan kepada sahabat-sahabatnya ini! Mulai dari masalah cinta, sampai keluarganya.
Bell pulang berbunyi. Memecah keheningan yang tercipta setelah Caca meledek Rahiel. Dan entah kenapa mereka berempat—kecuali Rahiel—malah tertawa canggung.
"Rahiel kenapa?" tanya Fina canggung. Ia langsung menambahi, "eh balik yuk?"
Rahiel menggeleng. "Kalian mau ke rumah gue gak?" tawarnya dengan nada datar.
Otomatis, kelimanya serempak menjawab, "mau. Ayo!"
---
"Kalian langsung ke atas aja ya. Gue mau ngomong dulu sebentar sama Bi Leli." Rahiel berjalan meninggalkan sahabat-sahabatnya. "Sebentar aja!"
Terkadang, mereka berpikir tentang Rahiel, ataupun kehidupannya. Apa Rahiel tidak takut punya rumah luas begini? Mana sepi sekali. Apa Rahiel tidak kesepian? Tante Novianti alias Mamanya Rahiel 'kan jarang pulang tepat waktu!
Sesampainya Fina, Caca, Lisa, dan Anya di lantai dua, mereka langsung merebahkan tubuh ke sofa depan TV. Mereka semua merasa lelah, dan kepanasan.
"Eh ini nyalain aja ya AC-nya?" tanya Lisa. Namun, tanpa menunggu persetujuan atau komentar sahabat-sahabatnya yang lain, ia langsung menyalakan AC-nya begitu saja seolah ini adalah rumah miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[RGS 1] To, Aidan.
Teen Fiction[JUDUL SEBELUMNYA ; NERD] Ini kisah tentang Rahiel. Rahiel dilanda dilema. Antara menerima kenyataan, atau mempertahankan harapan? Belum sempat dia memilih, muncul Aidan. Rahiel makin bingung. Ini juga kisah tentang Aidan. Aidan menyimpan semua mem...