Part 24

1.7K 176 8
                                    

"IU!" Suara Nana membangunkanku.

Nana sudah tahu nomor pin apartemenku, jadi dia bisa masuk tanpa permisi jika urusan genting. Seperti sekarang, membangunkanku untuk pergi ke kampus.

"Jam berapa?" Aku masih sibuk menempel pada bantalku.

"Jam delapan."

"Apa?!" Kataku langsung membuka mataku lebar-lebar dan duduk menatapnya.

Dia menggerakkan bahunya ke atas dan menggeleng-gelengkan kepala.

"Hari ini kita ada kelas jam berapa?" Sambil mengikat rambutku ala kadarnya.

"Jam sepuluh."

Sontak aku langsung menghentikan langkahku menuju kamar mandi. Aku mematung.

Kudengar Nana tertawa renyah, "kau selalu saja begitu. Tidak pernah berubah!"

Aku membalikkan badan melihatnya, "Nana! Kupikir kita sudah terlambat!"

Aku duduk disampingnya, "lalu jika bukan untuk ke kampus, kenapa membangunkanku?"

"Tidak ada. Hanya ingin membangunkanmu karena aku sendirian di apartemen. Appa sudah berangkat dari tadi pagi."

"Aku tidak percaya. Pasti ada sesuatu hingga kau ingin menemuiku tanpa alasan begini." Aku menatapnya lekat.

Dia menundukkan kepala, "kau paling mengerti diriku."

"Ada apa?" Aku bertanya sambil memegang pundaknya.

Dia tersenyum, "aku hanya rindu Ibuku."

"Aku juga. Aku juga merindukan orang-orang di Korea."

Dia menatapku, "tapi, ini berbeda. Kau masih bisa bertemu mereka dengan keadaan bahagia. Aku? Mungkin aku tak akan bisa menemuinya. Bahkan menemui, alamat saja aku tidak tahu."

Aku menepuk punggung tangannya, "jangan pikirkan itu lagi. Itu akan membuatmu lebih sakit."

Dia menangis. Aku tahu benar perasaannya, Ibu adalah segala-galanya.

"Jangan menangis karena peristiwa yang telah berlalu. Tapi tersenyumlah karena itu sudah terjadi. Jika kau tidak pernah tahu kebenaran Ibumu waktu itu, mungkin hidupmu akan jauh lebih sulit dari sekarang." Aku menghapus air matanya.

Dia mengangguk, "kau tegar sekali. Apa kau tidak pernah menangis ketika masalah menimpamu?"

Aku tertawa renyah, "aku dulu cengeng. Bahkan pada hal yang kecil aku selalu mengangis."

"O ya?" Dia menatapku dengan air mata yang sudah tidak lagi keluar.

"Ehm." Aku mengangguk, "tapi aku menangis ketika peristiwa itu terjadi. Setelah peristiwa itu berlalu, aku tidak pernah memikirkannya lagi."

Dia tertawa ringan, "kau benar. Jika peristiwa itu membuatmu menangis, kenapa diingat lagi."

Aku menarik tangannya menuju dapur, "ayo memasak. Setelah sarapan, kita berangkat ke kampus."

"Siapa takut?" Katanya dengan senyum simpul diwajahnya.

----

"IU!" Panggil Nana setelah kuliahku berakhir.

Aku menghampirinya, "pulang sekarang atau jalan-jalan dulu?"

Dia menggigit bawah bibirnya dan memutar bola mata, "em.. Bagaimana ya?"

Lalu Samuel datang.

"Oh.. Jadi begitu? Kalian mau pergi?" Aku tertawa renyah.

"Yes IU." Jawab Samuel.

PRIVÉ [COMPLETE] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang