"Ikut gue" dia menarik pergelangan gue dan membawa gue ke suatu tempat. Gue hanya pasrah mengikuti dia dari belakang.Setelah kami menjauh dari kelas, dia tetap terus berjalan di depan gue. Hening. Tidak ada yang bicara. Dia ngebawa gue ke gedung yang belum jadi, lebih tepatnya pembangunannya terhenti. Gedung yang hanya dilapisi semen itu ada tiga lantai. Tidak ada pintu, jendela, namun tangga tersedia untuk menuju ke atap. Gue sadar kalo dia mau bawa gue atap gedung itu.
"Lo mau bawa gue ke mana sii?!" Ucap gue pura-pura tidak tahu, dengan nada yang sedikit membentak dan mencoba melepas kan tangan gue.
Cengkraman tangannya semakin kuat hingga membuat pergelangan tangan ku sakit. Gue meringiss, tapi dia tak perduli. Dia tetap berjalan hingga kami sampai di atap. Dan..
"Lo apa-apaan sii bawa gue kesinii??!!" Kali ini nada gue emang ngebentak.
"Woii, kalo orang ngomong tu di dengarr!! Ini tangan udah sakit lo cengkram truss. Lo mau tangan gue ampe patah??!!" Bentak gue lagi.
Dia tetap diam dan berbalik arah menjadi menghadap ke gue. Posisi kami sekarang berhadap-hadapan. Gue natap mata dia tajam, dia membalas tatapan gue dengan menyipitkan matanya.
"Lo emang ga mau lepas tangan gue nii critanya?" Ucap gue dengan nada yang sedikit santai.
Dia tetap memandang gue. Kali ini matanya tidak menyipit seperti tadi. Sekaran matanya... hm, entah la. Entah apa arti tatapan itu.
Setelah beberapa detik, dia pun ngelepas tangan gue.
"Lo ngoceh muluk dari tadi. Kayak klakson bus tau gak." Katanya sambil membelakangin gue.
Ini cowok ga waras yaa? Batin gue.
"Coba lo liat pemandangan yang ada di depan lo sekarang." Ucapnya sambil terus memandang ke depan.
Gue terkejut dengan apa yang gue lihat sekarang. Disini terlihat jelas gimana keadaan kota gue. Rumah yan berbaris-baris, kendaraan yan berlalu lalang. Satu yang gue suka, gue bisa melihat langit dengan jelas. Suasana disini sangat tenang. Gue ga tau kalo ada tempat seperti ini disekolah gue.
"Lo sering kesini?" Tanya gue sambil menoleh kepadanya.
"Ya. Gue sering kesini. Ini tempat favorit gue setelah kantin." Jawabnya, lalu duduk dan melipat kakinya. Tangannya dibiarkan menjulur kebelakang sebagai tumpuan badannya.
Gue ikut duduk disampingnya, untung aja rok sekolah gue panjang jadi paha gue ga keliatan.
Hening. Tidak ada yang berbicara. Gue ga tahan dengan keadaan ini. Sungguh.
"Lo mau berapa lama disini?" Gue angkat bicara.
"Emang kenapa? Lo mau nemenin gue?" Jawabnya dengan nada menggoda.
"Dihh. Najis. Ogah gue." Jawab gue mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Trus kenapa masih duduk disitu?" Ucapnya yang bikin gue terkejut.
Aneh. Gue bangkit berdiri, lagi-lagi pergelangan tangan gue di pegang olehnya.
"Lo mau kemana?" Tanyanya.
"Mau boker gue, ga tahan liat muka lu." Alasan gue, sambil melepaskan tangan gue. Kali ini dia tidak mencengkrammnya seperti tadi.
Gue pergi dari tempat itu, dan meninggalkannya. Gue pun lebih memilih perpus sebagai tempat tujuan gue.
Tidak banyak murid didalamnya, hanya beberapa yang sedang membaca.
"Hai. Bu Dewi.." sapa ku ketika sampai di meja pustakawan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Life
Teen Fiction"Tris.." "Tris.." "Trisna" "Apa lagi sih rand?" "Gue.. gue.. gue minta maaf." "Maaf? Buat?" "Buat.. semuanya."