"Kakak..." lirih (namakamu) ketika terlihat sinar lampu menerobos masuk ke matanya. Ia melihat sekelilingnya yang sepi. Kemana Kevan? Pikirnya."Udah sadar dek?" ujar Kevan keluar dari kamar mandi.
"Iya kak, adek kok bisa pingsan lagi sih?" tanya (namakamu) heran.
"Kemaren kamu mimisan, kakak kirain kenapa. Ternyata kamu kecapean, ada masalah apa sih, coba deh cerita ke kakak," ujar Kevan duduk di ranjang (namakamu) yang cukup besar untuk dua orang.
Ngomong-ngomong, Iqbaal dan Aldi pulang ke rumah mereka masing-masing dengan sedikit paksaan dari Kevan, pasalnya mereka tetap bersikeras menunggu sampai (namakamu) sadar.
"Adek nggak ada masalah apa-apa kok kak," ujar (namakamu) lemas.
"Beneran nih?"
"Iya, masa kakak nggak percaya sih sama (namakamu)"
"Iya deh, kakak percaya. Tapi kalo ada masalah bilang ya sama kakak. Nggak usah dan jangan pernah umpetin sesuatu dari kakak. Ok cantik?"
"Ok ganteng" ujar (namakamu) semangat. Entahlah, ia sangat menyayangi Kevan melebihi apapun.
(Namakamu) memeluk pinggang Kevan erat seakan tak ingin ditinggalkan.
"Adek sayang banget sama kakak. Kakak jangan pernah ninggalin adek ya?"
"Kakak juga sayang banget sama kamu, Kakak nggak akan ninggalin kamu kecuali Tuhan yang panggil kakak, sayang," ujar Kevan mengelus punggung (namakamu) pelan.
(Namakamu) hanya terkekeh pelan mendengar penuturan Kevan yang memanggilnya 'sayang' pasalnya jarang sekali Kevan memanggil (namakamu) dengan sebutan 'sayang'.
"Kok malah ketawa?" ujar Kevan heran.
"Nggak papa, kakak lucu sih."
(Namakamu) makin mengeratkan pelukannya pada Kevan.
"Kenapa sih dek? Dari tadi peluk terus?"
"(Namakamu) kangen sama kakak."
Kevan tersenyum dan mengelus puncak rambut (namakamu), tak sengaja dirinya menyentuh dahi (namakamu) saat dirasakan tangannya agak hangat.
"Kamu demam ya?" tanya Kevan melepas pelukannya perlahan.
"Enggak kok," ujar (namakamu) polos.
"Kenapa jadi gini sih, kakak jadi merasa gagal jagain kamu. Gagal jadi kakak yang baik, sekarang kamu sakit terus dek," lirih Kevan.
"Kakak nggak boleh bilang gitu, aku bahagia banget bisa punya kakak. Aku nggak pernah nyesel punya kakak seganteng Kak Kevan dan se perhatian Kak Kevan."
"Ya udah deh kalo gitu sekarang adek makan dulu abis itu minum obat ya?"
"Nggak mau ah, maunya peluk kakak aja," ujar (namakamu) dan memeluk pinggang Kevan lagi, kali ini lebih erat.
"Perut kamu belum keisi lho, makan dulu ya," ujar Kevan berusaha sabar.
"Tapi kak-"
"Sayang nggak sama kakak?" (namakamu) mengangguk cepat.
"Nurut bisa kan?" lagi-lagi (namakamu) mengangguk cepat.
"Nah gitu dong."
Dengan telaten Kevan menyuapi (namakamu) dengan sabar, karena (namakamu) menyunyah makanannya lama sekali.
"Sekarang manggilnya 'aku-kamu' aja ya kak" ujar (namakamu) dengan mulut penuh dengan makanan.
"Iya deh, asal adek seneng aja," ujar Kevan dengan kekehan diakhirnya.
***
Di sisi lain, Iqbaal hanya melamun seharian di kelas. Tak mendengarkan guru yang sedang menjelaskan pelajaran. Hingga tak terasa sudah bel istirahat berbunyi, Iqbaal masih saja melamun.
Hingga bel kembali berbunyi, pertanda waktu istirahat selesai, Iqbaal masih melamun. Sampai teriakan ketua kelas membuatnya semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why?
FanfictionKetika luka terlatih bicara Ini kisahku, bersama (namakamu) ku -Iqbaal