12. Pembelaan

2.8K 155 0
                                    

#####

Langit malam yang cerah dengan hiasan kerlap-kerlip Bintang yang bertaburan di angkasa menambah kecantikan malam hari ini dari malam biasanya.

Suasana Jakarta yang selalu padat oleh banyak kendaraan, menimbulkan sebuah sisi baiknya dimana menyajikan sebuah pemandangan yang cukup indah dipandang mata beberapa orang yang memang mengaguminya.

Dan Sara adalah salah satu dari sekian juta orang yang belum pernah mengagumi indahnya Jakarta saat malam hari.

Sebenarnya, Sara amat malas sekali untuk datang ke acara sekolah begini. Acara yang mana hanya berisi orang-orang kuper untuk memamerkan apa saja yang mereka punya saat tidak pernah dibawa ke sekolah. Entah itu mobil, tas branded, gaun cantik, gadget terbaru, dan pacar-pacar yang diantaranya seringkali hanya menjadi barang sewaan untuk semalam saja.

Itulah alasan mengapa wajah cantik Sara terus menekuk sejak menginjakkan kakinya ditempat memuakan ini.

“Ra, jangan kayak nenek-nenek deh muka lo. Sumpek banget liatnya,”

Hani menyeletuk ketika berhasil menemukan Sara ditempat ramai seperti ini. Emang ya, susuknya Sara kenceng banget. Dari ratusan anak-anak yang dateng, dengan gampangnya Hani bisa nemuin Sara. Seakan-akan tuh cewek  punya pesona sendiri, jadi dia keliatan menonjol dari yang lain.

“Gue janji nggak akan pernah dateng lagi ke acara kayak beginian.” Desis Sara dengan gigi bergemeletukan. “Lo tau, gue eteb banget sekarang. Sumpah.”

“Lagian, apa susahnya coba nemuin Erika terus to the point masalah kalian. Daripada kayak gini, repot-repot nungguin. Gue sih ogah banget.”

Sara memutar bola matanya malas, “Emang siapa yang butuh siapa sekarang? Dia yang nyuruh gue dateng, harusnya inisiatif nemuin gue lah.”

“Emang lo bakal dateng kalo nggak diancem sama Erika dulu, heuh?” Decak Hani ikutan sebal. “Kalian tuh sama, sama besar keras kepalanya. Turunin dikit kek ego lo, toh ini juga demi harga diri lo yang diujung tanduknya Erika.”

Sara mendengus gusar, menyesap sedikit softdrink yang disediakan oleh kepanitiaan sekolah. Rasanya asam manis lembut, mirip banget sama bibir Gama yang pernah ia rasakan tempo hari diperpustakaan dan di lapangan.

Tuh, kan, Gama lagi.

“Han, aku nyari kamu dari tadi.”

Sara menolehkan kepalanya ke arah sumber suara, mendapati cowok bertubuh tegap dengan balutan kemeja putih kini sedang merangkul hangat Hani setelah mencuri sekilas kecupan dipipi Hani. Sialan, kenapa Sara mendadak iri dan jadi sewot kepada dua sejoli itu sih?

Rangga tampak mengkode Hani lewat tatapannya, dan entah kenapa Hani langsung menyeletuk dan membuat Sara jadi tidak nyaman.

“Gue, ambil minum dulu ya. Kalian tunggu sini, tungguin gue. Okay?”

Sara mengehela napas kasar, hendak beranjak pergi sebelum jemari itu menahan pergelangan tangannya dengan kencang. Dan secepat kilat gadis itu menghunuskan tatapan tajamnya pada Rangga. “Apa lagi?”

“Kita perlu ngomong, sekarang.”

“Ngomong apa lagi emangnya, hah?” Sara memicingkan matanya tajam, “Lo sama Gama itu sama aja, jadi gue nggak perlu repot-repot ngomong sama lo lagi sekarang.”

“Dengerin gue sebentar atau lo bakal nyesel seumur hidup lo.” Rangga tidak berbicara dengan keras atau lantang, melainkan dengan suara datar namun cukup ampuh untuk mengintimidasi Sara sekarang. “Gama nggak sebrengsek yang lo kira, Ra. Lo harus tau itu.”

Round and Round [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang