4. Worry

3.2K 167 6
                                    

###

“Bitch! Kenapa lo juga ikutan mabok sih? Ini kita pulangnya gimana coba?” Gerutu Hani sepanjang jalan menuju pintu keluar Cafe dengan langkah sempoyongan.

Mata sayu Sara saat ini hanya memiliki daya 5 watt saja. Jangankan untuk melihat jalan didepannya, untuk memastikan matanya masih terbuka atau tidak pun sebenarnya Sara sudah tidak sanggup lagi. Holly shit! Ini pasti efek samping dari wine yang dia minum sampai botol kelima. Salahkan pengirim video tersebut jika terjadi sesuatu dengan Sara malam ini. Karena sesungguhnya awal dari semua permasalahan ini adalah saat Sara merasa frustasi dan putus asa, wine datang sebagai penawar yang baik, dan membuat gadis itu berpikiran ingin Hangover pagi nanti.

“Please, ya, Mbak Sara, kalo mau hangover bilang dong. Jadinya gue nggak ikutan mabok kayak lo.” Sergah Hani yang juga sempoyongan tak tentu seperti Sara.

Honda Jazz warna hitam itu sudah berada disamping Sara ketika dirinya dan Hani berjalan dengan selamat ke tempat parkiran mobil ini. Sejenak Sara menghembuskan karbondioksida dengan dramatis, lalu sedetik kemudian kedua tangannya bergerak lincah merangsek masuk ke dalam Clutch hitamnya. Dan saat sesuatu yang dicarinya tidak kunjung ketemu, keringat dingin mulai banjir menguar dipelipis gadis itu. Please, jangan becanda sekarang dong. Batin Sara memekik dalam hati.

“Kunci mobil gue ilang.”

“Jangan bercanda Ra, sumpah gue ini nggak kuat berdiri lagi.” Rengek Hani yang perlahan mulai tepar diatas aspal samping mobil Sara. Huh, mengenaskan memang.

“Gue nggak ngelucu, Hani Zubaidah binti Rosyaidah! Kunci mobil gue beneran ilang, nggak ada didalam tas gue sekarang.” Rutuk Sara yang masih terus menggali  tangannya didalam clucth itu.

“Terus gimana dong?” Tanya Hani dengan mata terpejam.

“Ya nggak gimana-gimana.”

“Tai lo, Ra.”

“Ngaca, bitch.”

Hani memanyunkan bibirnya, walau matanya masih terpejam, ia yakin jika Sara saat ini sedang menatapnya tajam dengan wajah bersungut-sungut. Hah, biarlah. Toh juga ini semua karena kecerobohan Sara yang memang sudah mendarah daging sejak kecil. Penyakit bawaan lahir, Pikun.

“Siniin hape lo,” Tangan Hani menengadah ke atas, matanya sedikit menyipit agar ia bisa melihat Sara walau hanya barang sebentar saja.

“Buat apa?”

“Mau gue injek-injek, banting, terus gue kasihin ke orang di jalanan nanti.”

“Mau mati lo, Nyet?”

Hani mendesah dengan keras, “Alhamdulillah, gue punya kewarasan tingkat tinggi dan masih pengin hidup didunia ini.”

“Gaya lo ngomong pake ‘alhamdulillah’ segala, shalat aja kagak pernah.” Cibir Sara melipat kedua tangannya didepan dada.

“Udah, cepetan lo kasih Hape lo ke gue deh. Kenapa jadi nyeramahin gue gini, emang lo nggak sadar diri apa kalo kelakuan lo sebelas duabelas sama kek gue.” Sungut Hani yang mana sedetik kemudian tangannya menerima sebuah ponsel berwarna peach keluaran terbaru tahun ini. Gadget canggih itu milik Sara.

Round and Round [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang