Kelabu

205 40 12
                                    

Aku hanya ingin kau selalu ada di sampingku
Walaupun hanya sebagai teman atau kerabatku
Aku tak peduli, yang kutahu adalah
Kau ada di sisiku menemani hari-hari sepiku

------------------------------------------------------


Bulan penghujung tahun, perasaanku semakin berkembang merindang. Semua pelajar sibuk menyiapkan ujian akhir semester. Aku juga sama, malahan tambah sibuk mencari kesempatan belajar bersama dia. Dia pintar, aku kagum sekali. Ada banyak hal yang bisa dia kerjakan dan ajarkan padaku. Pembagian nomor peserta ujian akhir semester dipercepat, aku dan dia pisah ruangan. Aku bagian lantai dua, dia di lantai dasar.

“Rea, semester depan mau ikut kelas tambahan?” Waktu itu aku dan dia sama-sama belum ikut kursus, benar-benar sulit mengikuti pelajaran di sekolah baruku. Sungguh, sistemnya standar internasional. Belajar dengan pengantar berbahasa Inggris, tiga mata pelajaran bahasa asing, pendidikan sesuai jurusan yang berlipat-lipat, belum setiap tugas dengan sistem kejar target. Cukup untuk membuat siswa stress.

“Mau kayaknya. Kamu mau?”

“Ha-ah, daftar bareng?” Aku megangguk setuju. Begitu saja sudah terasa istimewa untukku. Bukankah dia hanya mengajakku? Tidak Airin dan Mutia.

“Kamu duduk dengan siapa nanti?”

“Nggak tau, perempuan dia. Kamu?”

“Aku duduk dengan perempuan juga.” Apa lagi yang akan kulakukan selain tersenyum membalas senyumannya.

“Pulang Rea, udah sore.” Koridor kelas mulai sepi. Kami berdua menyusuri jalanan lengang menuju halte bus.

Senin paginya aku tak dapat banyak kabar, Mutia juga ujian di ruang yang sama dengan dia. Lantai dasar. Aku mengantar Mutia ke sana, sedikit melirik kearah mejanya. Gadis yang duduk dengannya cantik. Kulitnya putih, pipinya penuh, tinggi semampai berhidung bangir. Belakangan kutahu juga namanya Citra. Citra Agistia, nama yang indah.

Tidak ada yang istimewa selama ujian itu berlangsung, yang tiba hanya berita buruk, dia mulai  dekat dengan Kak Citra. Perempuan itu juga banyak mencari perhatian padanya, aku sendiri terus terang saja merasa cemburu. Grup BBM juga penuh dengan anak-anak yang membicarakan kedekatan dia dan Kak Citra. Coba bayangkan? Apa yang terjadi denganku. Seharusnya aku juga tahu, bahwa teman-temannya boleh jadi hanya menguji perasaanku. Lagi pula siapa yang tak tahu tentang perasaanku, mungkin saja mereka hanya ingin tahu lebih detail. Apakah aku cemburu atau tidak. Sayangnya perasaanku tidak sesederhana itu, aku malah jarang muncul di grup. Malas ikut-ikut mendukung hubungan barunya. Harusnya dia juga tahu perasaanku, bukan malah mengabaikan atau lebih buruknya bercerita.

“Gimana ujianmu, Dit?” Sekali siang aku sengaja menunggu dia pulang di depan koridor, jujur saja aku rindu meskipun aku benci mendengar kabar kedekatannya dengan Kak Citra. Dan benar saja gadis itu sempurna menggantikan posisiku megikat tali sepatu di samping dia. Geram benar aku siang itu.

“Baik Rea. Kamu?” Teman-teman satu kelas dan beberapa lainnya sibuk menguping.

“Aditya udah ada yang punya, Rea.” Adi juga berteriak kencang, ikut melengkapi aksi kepo anak-anak di lantai dasar. Aku mendelik dia tersenyum.

“Baik juga, aku ada perlu dengan kamu, Dit.” Dia melipat dahinya maksudnya (“Apa?”)

“Aku mau pinjam sepatu PDH ke sekolah lamamu. Boleh aku minta kontak pengelolanya?”

“Aku nggak punya Rea. Mungkin temanku punya. Kamu kenal Lukman, 'kan? Nah aku kasih kamu kontak dia deh. Nanti malam kukirim.” Aku mengangguk, mungkin pertemuan hari ini sudah cukup untuk menahan rindu beberapa hari ke depan.  Aku juga cukup tahu sejauh mana Kak Citra dekat dengan dia.

Dia, Kembali (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang