Jika suatu hari kamu rindu padaku,
Maka kembalilah sebentar saja.
Karena sesungguhnya harapanku,
Adalah sebagai tempat berpulang,
Bukan sebagai tempat persinggahan.------------------------------------------------------
Balikpapan, Senin, 25 Desember 2017.
Aku sedang memilih beberapa buku tentang management. Seseorang berdiri di belakangku, meraih pundakku.
"Aditya ...."
Aku pulang ke Balikpapan hari Minggu pagi, pukul 06.00. WIB. dengan penerbangan pertama. Sengaja aku buru-buru, supaya tidak perlu bertemu dengannya dan menguar luka yang kusimpan rapat-rapat.
Aku lari darinya, silakan katakan aku seorang pecundang, hinalah aku sesukamu. Memang begitu kenyataannya, aku lari dari masalah yang tak pernah berakhir ini.
Bola mata itu menatapku tajam. Aku tahu dia sedang marah sekarang. Matanya terlihat memerah. "Kamu tahu, Rea? Hanya karena kamu lari dari Jakarta, saya sejak kemarin malam mencarimu kemari. Tidak tidur semalaman hanya untuk mencari keberadaanmu." Aku bergeming, lengan itu mencengkram bahuku yang lemah.
"Ikut aku," ujarku lirih. Aku membawanya ke sebuah caffe kecil berjarak sepuluh meter dari toko buku. Tempatku menghabiskan senja sepulang dari kantor biasanya.
Kami duduk berhadapan di sebuah meja bundar yang menghadap langsung ke jendela. Di luar hujan sedang turun, tidak terlalu deras. Hanya gerimis, namun konstan sekali. Tidak berhenti sejak tadi siang. Membuat kota Balikpapan terasa dingin.
"Kenapa kamu pulang secepat ini?" Dia membuka suara, aku masih asik memandangi uap di kaca.
"Sibuk," jawabku singkat.
"Sibuk? Ini tanggal merah. Besok pun masih cuti bersama. Kamu lari, Rea."
"Jus jeruk gulanya setengah porsi, dua, Kak." Dia segera berbicara sebelum pelayan bertanya mau pesan apa. Wanita berpakaian kuning dengan tinggi 160 cm itu segera pergi.
"Aku nggak lari, Dit," kataku mulai emosi.
"Nggak lari? Lantas apa? Kabur? Ini hari Natal. Kalau memang kamu nggak lari, kamu pasti masih ada di Jakarta menemani sepupu kamu merayakan Natal!" Dia bicara dengan nada yang mulai meninggi.
"Lalu, apa urusan kamu? Apa peduli kamu? Ini hidupku, dan kamu nggak berhak untuk ngatur-ngatur," kataku mengkal.
Lelaki itu mengatur nafasnya. "Kamu tahu? Urusan kita sama sekali belum selesai," ujarnya merendahkan nada bicara.
Seorang pelayan laki-laki menghampiri, memberikan dua gelas jus jeruk yang terlihat begitu menyegarkan. Dia mengaduk jus miliknya, kemudian meminumnya satu teguk.
"Ada yang tidak baik-baik saja di antara kita." Dia kembali berbicara, kali ini semakin pelan. Aku memalingkan pandanganku pada jendela yang sekarang mulai dibasahi tetes air hujan.
"Rea, dulu saya pikir, hanya saya yang tidak baik-baik saja di antara kita." Lelaki itu meletakkan gelasnya di atas meja. Di luar, hujan sedang deras-derasnya. Bahkan, petir sesekali terdengar menggelegar.
"Ternyata, kamu sama seperti saya. Kita memang tidak baik-baik saja."
Aku menoleh, menatap kedua bola mata hitam miliknya. "Aku, baik-baik saja, Aditya!" kataku dengan penuh penekanan.
Lelaki itu menyeringai seolah merendahkanku.
"Rea, kamu tidak perlu lagi berbohong. Semua sudah jelas, kamu mencintai saya." Bagaikan disambar petir, jantungku seketika terasa berhenti berdetak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Kembali (COMPLETE)
ChickLitBeautifull cover by : Kelly Felicia Tahukah kamu? Aku selalu membuka pintu hatiku, selalu menunggumu pulang, sendirian dengan sejuta luka di hati, biarpun kau tak pernah berniat pulang. Aku tetap menunggu. Dan kau dengarlah, aku selalu pulang ke hat...