Tuhan, maafkan diri ini
Yang tak pernah bisa menjauh
Dari angan tentangnya
Namun, apalah daya ini
Bila ternyata sesungguhnya
Aku terlalu cinta dia-Rossa, terlalu cinta
------------------------------------------------------
Balikpapan, Sabtu, 09.00. WITA
"Kak, jalan-jalan, dong," kata adikku sambil mengguncangkan bahuku.
Pagi ini, aku dalam keadaan malas mandi, duduk berselonjor di atas sofa sambil membaca sebuah novel kesukaanku.
"Malas, ajak koko berenang aja, sana," titahku sambil mengambil sikap tak acuh pada adikku.
"Ci, do you want a cup of caffe?"
"No, i don't." Aku masih sibuk membolak-balik halaman buku di tanganku, sesekali membacanya dengan serius.
"Pagi-pagi udah cemberut," kata Ko Elvan sambil mengacak rambutku. Sebelah lengannya memegang secangkir kopi tiramisu panas yang kemudian diletakkan di atas meja.
"Mandi, gih. Nanti kita ikat lagi rambutnya." Lengan lelaki itu tersampir pada pundakku, aku menyeruak ke dalam pelukannya, bermanja-manjaan sebelum pergi mandi.
"Ko!" panggilku sambil menengadah ke arah wajahnya, melihat bola matanya dari bawah.
"Hmm."
"Semua akan baik-baik saja?"
Sontak lelaki itu memandangi wajahku. "Apa?"
Aku menunjukkan sepenggal kalimat dari novel yang kubaca. Perlahan tangan itu meraihnya, aku masih menenggelamkan wajahku di dada bidangnya.
"Ingat gak, sih, Ko. Waktu dulu Koko gagal move on dari Kak Irsya?"
"Apa? Kayak kamu nggak gagal move on aja."
"Ye ... aku sih gagal move on karena dianya yang kasih harapan. Lha, Koko apa?" ejekku sambil tertawa kecil.
"Tapi, kan, nggak berlangsung lama. Cuma dua atau tiga bulan aja aku gagal move on. Sisanya aku hidup normal. Kamu tuh sampe bertahun-tahun."
Aku mengingat kejadian sepuluh tahun silam, ketika aku dan dia semakin memberi jarak. Entah apa yang terjadi, awalnya semua kurasa baik-baik saja. Sekitar dua bulan lamanya aku dan dia tidak saling menyapa, padahal kami satu kelas. Seolah masing-masing di antara kami sengaja memberi batas.
Ah, apa lagi yang kupikirkan sekarang. Bukankah semua sudah tidak penting? Dia sudah bahagia dengan Sekar, dan aku si pencundang yang tak bisa menerima kenyataan.
Perlahan air mata menetes di atas pipiku, tanganku mencengkram erat baju Ko Elvan, bibirku bergetar menahan isak.
"Kenapa?" Telapak tangan halus itu mengusap sebulir bening yang mengalir pada pipiku.
Aku menggeleng pelan. "Jangan, nangis lagi," lirihnya ke samping telingaku.
"Rere tahu, kenapa hati diciptakan kalau harus dihancurkan?" Aku bergeming, dalam suasana begini, menjawab pertanyaan akan menjadi sulit untuk dilakukan.
"Rere tahu, lilin malam?" Aku mengangguk pelan.
"Lilin malam diciptakan, dibentuk, dihancurkan untuk dibentuk lagi, menjadi lebih indah dan berguna."
"Setiap hati diciptakan, kemudian dihancurkan untuk diciptakan kembali menjadi lebih kuat, dan bisa menjadi lebih indah dan berguna, bagi orang-orang yang memerlukan bagian hati yang lainnya," kata Ko Elvan sambil merogoh saku sebelah kanannya. Mengeluarkan sebuah benda berbentuk pipih seperti piring, namun agak menggembung dan berwarna putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Kembali (COMPLETE)
ChickLitBeautifull cover by : Kelly Felicia Tahukah kamu? Aku selalu membuka pintu hatiku, selalu menunggumu pulang, sendirian dengan sejuta luka di hati, biarpun kau tak pernah berniat pulang. Aku tetap menunggu. Dan kau dengarlah, aku selalu pulang ke hat...