Pulang

187 35 6
                                    

Hari keberangkatanku ke Aceh semakin dekat. Hari itu, hari Kamis. Dua hari sebelum hari keberangkatanku. Di sekolah sedang ada pekan olahraga. Dia masuk team bola basket. Terus terang saja aku kagum dengan berbagai macam kemampuannya. Dia tak banyak menyapaku, hanya sesekali mencuri pandang, kurasa itu juga sudah cukup. Kabar kedekatannya dengan Kak Citra juga masih terdengar, justru itulah yang hari itu terjadi.

Aku pulang dijemput ibuku untuk cek kesehatan sebelum keberangkatan. Dia sempat bilang hati-hati saat aku pulang. Aku hanya membalas dengan senyum. Di mobil aku sempat melirik notifikasi BBM. Foto-foto dia dan Kak Citra banyak dimasukan ke ruang obrolan. Foto yang menunjukan keakraban mereka, gadis itu menatap mesra matanya. Dia juga terlihat menanggapi. Aku menutup ikon BBM tak banyak berkomentar. Ah, perempuan itu bahkan mati-matian rela melemparkan harga dirinya datang ke kelasku.

Malamnya, dia mengirimiku beberapa pesan singkat seperti biasa. Sikapnya juga tak ada yang berubah, bahkan tak sedikitpun merasa bersalah atas foto-foto yang dikirimkan ke grup. Aku juga berusaha bersikap baik-baik saja.

Aditya : “Kamu berangkat besok, Rea?”

Reavani : “Ya, do’akan selamat sampai tujuan.”

Aditya : “Pasti, aku selalu berdo’a, Rea. Kamu yakin bakal selama itu di sana?”

Reavani : “Kalau urusannya udah selesai, aku pasti cepat-cepat pulang. Oh ya, kamu bisa buat design baju, 'kan?”

Aditya : “Bisa. Kenapa memang?”

Reavani : “Aku butuh design kaus, Dit. Kamu bisa buatin?”

Aditya : “Biar kucoba nanti, Rea.”

Besok paginya, sehari sebelum keberangkatanku. Dia sibuk menanyakan. Pukul 06.00. WIB. kupikir dia tak peduli.

Aditya : “Kamu udah berangkat, Rea?”

Reavani : “Udah.”

Aditya : “Sekarang di Bus?”

Reavani : “Ooo, itu aku berangkat malam nanti jam 12. Sekarang aku berangkat ke sekolah dulu. Harus urus surat izin. Kamu masuk sekolah?” Hari ini siswa sudah bebas, sekolah atau tidak, sudah tidak ada absen.

Aditya : “Kayaknya nggak. Aku mau selesaikan design. Nggak akan betul kalau di sekolah. Banyak yang ganggu.”

Reavani : “Kamu yakin nggak akan ketemu denganku buat yang terakhir kalinya?” Terus terang, dengan sangat lebaynya aku katakan bahwa kau merasa seperti orang yang mau mati.

Aditya : “Hahaha, nanti kan ketemu lagi, Rea.”

Reavani : “Kalau gitu, jangan kangen.”

Aditya : “Tapi nggak tahu sih, barangkali nggak malas. Ya aku ke sekolah.” Sepertinya dia sedang menimbang-nimbang, takut nanti akan rindu kalau tidak datang.

Reavani : “Jangan Dit, sayang ongkos.”

Aditya : “Menurutmu, ke sekolah jangan?” Aku semakin merasa dirindukan.

Reavani : “Terserah, Kamu kan yang mau berangkat. Toh kalau aku yang nyuruh, aku nggak akan ongkosin kamu, Dit.”

Aditya : “Yeee, Yaudah gimana nanti. Takutnya kamu gak ada teman, 'kan.”

Reavani : “Ada Tuhan kok. Ke sini, ada Kak Citra di lapangan.”

Aditya : “Ah, bohong kamu”

Reavani : “Yee, betulan. Kelasnya kebagian tanding.”

Aditya : “ Oh, ya? Dia nyari aku nggak?”

Reavani : “Nggak, Kamu nggak penting, sih.”

Aditya : “Katanya dia mau kasih aku oleh-oleh Jogja.”

Dia, Kembali (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang